Lihat ke Halaman Asli

Ansarullah Lawi

Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Batam (ITEBA)

Tradisi Idulfitri di Indonesia: Kemenangan dan Silaturahmi

Diperbarui: 12 April 2024   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi Menggunakan AI Generatif | ideogram.ai

Idul Fitri di Indonesia merayakan lebih dari sekedar akhir dari bulan suci Ramadan; ini adalah hari yang merefleksikan kemenangan spiritual dan perbaikan hubungan sosial. Dikenal dengan suasana penuh kegembiraan, hari ini menandai kembali ke kesucian atau 'fitrah', yang dipahami sebagai kondisi asli kebersihan dan kesucian diri setelah sebulan penuh berpuasa, berdoa, dan merenung.

Di Indonesia, dengan keberagaman budaya dan etnisnya yang luas, Idul Fitri mengambil dimensi yang kaya akan tradisi dan kegiatan yang menggabungkan nilai agama dan kearifan lokal. Sejak malam takbiran, suasana hari raya sudah mulai terasa. Umat Islam di seluruh penjuru negeri akan mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, yang menggema memuji kebesaran Allah. Ini merupakan ekspresi dari kegembiraan serta pengakuan atas kekuasaan dan kemurahan hati Allah yang telah memberikan kekuatan selama bulan puasa.

"Setiap takbir yang berkumandang adalah pengingat akan kebesaran Allah dan kekuatan yang Dia berikan kepada kita untuk menjalankan ibadah puasa"

Kemudian, tibalah saatnya untuk shalat Id yang diadakan di lapangan terbuka atau di masjid besar, menampung ribuan jemaah yang datang bersama-sama dalam satu barisan panjang yang serempak sujud dan ruku. Ini adalah puncak dari Idul Fitri, di mana setiap individu menyatakan rasa syukur mereka atas keberhasilan berpuasa dan memohon agar semua amalan selama Ramadan diterima oleh Allah.

Tradisi mudik, atau pulang ke kampung halaman, adalah fenomena unik dan penting selama Lebaran di Indonesia. Jutaan orang melakukan perjalanan, seringkali dari kota besar seperti Jakarta ke berbagai provinsi, untuk berkumpul dengan keluarga besar. Momen mudik bukan hanya soal bertemu keluarga, tetapi juga tentang memperbarui dan mempererat ikatan keluarga yang mungkin renggang karena kesibukan sehari-hari.

"Mudik bukan hanya tradisi, tetapi juga wujud nyata dari nilai-nilai kekeluargaan yang kita junjung tinggi"

Di rumah, persiapan untuk menyambut Idul Fitri sudah dimulai jauh hari sebelumnya, termasuk memasak berbagai hidangan khas seperti ketupat, rendang, opor ayam, dan aneka kue Lebaran yang menjadi simbol kebersamaan dan keramah-tamahan. Makanan ini tidak hanya memanjakan lidah, tapi juga menguatkan tali persaudaraan, dengan semua anggota keluarga turut serta dalam persiapan.

Selain kebersamaan dalam keluarga, silaturahmi juga melibatkan kunjungan ke rumah tetangga dan kerabat. Ini adalah praktik yang menunjukkan pentingnya memperbaiki dan memperbarui hubungan interpersonal. Di Indonesia, dimana masyarakat dikenal dengan nilai kekeluargaannya yang kuat, silaturahmi menjadi manifestasi nyata dari nilai-nilai tersebut. Setiap rumah terbuka untuk kedatangan tamu, masing-masing disambut dengan hangat dan diperlakukan seperti keluarga.

Namun, Idul Fitri juga merupakan momen introspeksi dan evaluasi diri, yang sering kali diartikulasikan melalui istilah "minal aidzin wal faizin", yang berarti meminta maaf atas kesalahan dan kekurangan. Ini adalah ungkapan yang mendalam, mengakui bahwa setiap orang memiliki kekurangan dan kesalahan, dan hari raya adalah waktu yang tepat untuk saling memaafkan.

"Meminta maaf dan memaafkan adalah esensi dari Idul Fitri, mengingatkan kita semua tentang pentingnya kebersihan hati dan pemurnian jiwa"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline