Lihat ke Halaman Asli

Pergeseran Biological Weapon Sebagai Senjata Perang Menjadi Alat Pengeruk Dolar

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lab dimana saya melakukan riset adalah plant molecular biology, bukan lab favorite bagi sebagian besar mahasiswa Ph.D di bidang Molecular. Pilihan-pilihan mereka jatuh pada virology Lab, Stem Cell Lab, Medical Genetic Lab yang memang selalu menjadi Primadona dari waktu ke waktu.

Dan bukan berarti kami tidak menguasai bidang spesialisasi itu, kita semua sama-sama belajar ilmu yang sama dan dari Maha Guru yang sama pula. Hanya saja, kadang dalam canda kami selalu jadi bahan sindiran teman Lab Primadona dengan karya yang bisa kami hasilkan.

Semua canda yang segar dan baik akan selalu menjadi Canda, tapi sebaliknya canda akan menjadi Horor atau tragedy bila berlebihan. Seperti tempo hari, yang mana saya tidak bisa lagi menganggap bahwa yang disampaikan adalah canda.

Ini tentang Biological Weapon, sebelumsaya lanjutkan akan saya jabarkan sedikit tentang biological weapon atau anda bisa dapatkan pengayaan dari internet.

Dalam difinisi umum, adalah segala sesuatu yang menggunakan mahluk hidup dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi sebagai alat untuk membunuh, melemahkan, atau memutus rantai keturunan.

Dalam difinisi Molecular Biology adalah Modifikasi materi genetik baik DNA atau RNA pada organisme yang dijadikan agen senjata biologi. Jadi dari dua difinisi ini terlihat sekali perbedaan baik dari sisi keilmuan, penciptaan atau pemanfaatannya.

Saya lanjutkan tentang canda berlebihan itu.

Seorang kandidat Ph.D juga kawan sekelas dulunya, dia tergabung dalam Virology Lab memberi pengantar perbincangan antara kami, bahwa saat ini dia dalam puncak pemahaman dalam merekayasa/memodifikasi virus. “saat ini saya sudah mampu dan cakap dalammembuat varian baru dari virus awal” begitu kata kawan saya.

Kawan saya sedang mempelajari HCV/Hepatitis C sebagai riset Ph.D-nya, saya tidak tahu persis, apa-apa yang dilakukannya dan juga keterkaitan dengan kalimat pengantar itu. Kawan itu bercerita panjang lebar dan pada akhirnya saya dibuat terkejut “Beruntunglah saya, dan sangat mungkin menjadi kaya raya, cukup dengan membuat satu variant baru yang dapat dikontrol. itulah jalan menjadi sukses”.

Segera saya tanggapi “canda yang kurang bagus”

“saya serius dan tidak naïf masalah uang, lihat itu antrax, ebola, swanflu, apa kamu pikir itu kerja ALAM, itu kerja orang-orang seperti kita.Apa yang kamu lakukan pada tanaman-tanaman itu? bukankah kamu sedang belajar jadi KAPITALIS juga” saya langsung batuk-batuk dan segera buang rokok yang masih panjang, juga merasa sebagai orang JAHAT seketika

Saya yakin sekarang anda paham maksud saya, ”Pergeseran BIOLOGICAL WEAPON sebagai senjata perang, menjadi alat pengeruk DOLAR” ini maksud yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini, seperti kita ketahui penggunaan Senjata Biologi tidak diperkenankan dalam kondisi perang sesuai Konvensi Senjata Biologi1972 yang ditandatangani oleh lebih dari 100 negara.

Saya tidak sedang mengajak anda sekalian berspekulatif atau mengajak berfikir konspiratif, bukankah benar adanya tentang ebola dan antrax, semua adalah hasil kreasi manusia didalam Lab.

Lupakan teman saya yang jumawahitu dan silahkan anda bayangkan Doktor-Doktor Molecular Biology yang lulusan Eropa, Amerika dan lain-lain, bila saja mereka semua tunduk dalam system Kapitalis. Saya rasa pasti tiap sebulan sekali akan muncul virus variant atau bahkan virus baru. Saya tidak bisa bayangkan bilamana kemudian mereka menawarkan vaksin dengan harga sekian-sekian. Anggap saja seperti kasus pada computer.

Satu kasus seperti flu burung atau manuk pilek dalam bahasa jawa sudah membuat gaduh banyak Negara, sudah berapa banyak uang yang dianggarkan. Oya saya kagum dengan menteri kesehatan kita dulu itu, Ibu Fadillah kalau tidak salah nama beliau. Dengan berani dan gagah melawan system yang tidak terlihat oleh mata untuk tidak memberikan sample virus flu burung, seakan-akan beliau benar-benar nyata melihat korporasi sebagai lawan tanding disini, kekuatan-kekuatan ekonomi yang siap memangsa.

Untuk memudahkan anda, seperti ini contohnya bila saja saya bisa memodifikasi virus HCV yang ada dialam kemudian saya infeksikan ke Negara afrika sana, untuk melihat sejauh mana dampak kerusakan, keefektifan, kestabilan virus, sebagai data. Berikutnya menguji cobakan vaksin yang sudah saya siapakan, apakah berhasil mengkontrol atau tidak. Bila berhasil ini artinya saya siap menjual dalam jumlah besar vaksin-vaksin ciptaan saya.

Dan apabila dalam kasus awal menginfeksikan virus pada orang afrika, ternyata virus itu tidak stabil dalam artian materi genetiknya mengalami mutasi, ini sama saja artinya vaksin saya tidak bisa dijual. Oleh sebab itu saya butuh sample virus yg bermutasi itu untuk dibuatkan vaksin barunya. Nah sepertinya ini yang terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu, dimana Ibu Menteri Kesehatan sedikit lantang bersuara masalah koporasi kasat mata.

Pemanfaatan teknologi ini juga bisa digunakan untuk dunia Pertanian, hanya beda subyek dan obyek saja tapi prinsip kerjanya sama saja.

Dalam hati kecil, saya sangat yakin Bahwa Ilmuwan-Ilmuwan Indonesia tidak akan bersikap seperti ini, yang saya tahu dari Ilmuan Tanah Tercinta hanya ahli merekayasa anggaran riset dan memodifikasi anggaran. Jadi jangan pernah berburuk sangka dengan kalangan Ilmuwan kita. (hehehe).

Pertanyaan saya pada anda sekalian, apa yang bisa anda lakukan bilamana kenyataan itu benar-benar terjadi saat ini? Mohon dijawab!

Atau anda memiliki jawaban yang sama persis dengan saya “yo wis pancen kudu sabar, lan nerimo”ya sudahlah memang harus sabar dan menerima”.

Saya lanjutkan pertanyaan berikutnya, “Adakah ahli-ahli di Indonesia yang sanggup dengan ke ilmuannya, menjawab tantangan ini”. (Yang mana kita diharuskan siap menjawab tantangan-tantangan itu)

Jawabnya Banyaklah, tapi mereka rata-rata sibuk jadi Dekan, Pembantu Dekan, Rektor, di Birokrat, Dll.

Ilmuwan yang menanggalkan KeIlmuannya. Ini yang terjadi di negeri kita tercinta, tidak dalam jumlah puluhan tapi dalam bilangan ratusan, orang-orang dengan gelar Ph.D di bidang Molecular Biology. Kenapa kita begitu panik dengan Antrax, flu burung, sapi gila....aneh bukan.

Virus-virus itu bukan kategori tanpa kelemahan, tidak seperti HIV yang rumit. saya rasakan kepanikan Pemerintah kita sangat berlebih, bukannya kita memiliki ratusan ahli dibidang Molecular Biology, kenapa tidak memanggil mereka seperti dalam film armagedon, mengumpulkan, mendiskusikan bersama dan tentu saja memfasilitasi riset berkelanjutan.

Apakah Pemerintah tidak yakin dengan kemampuan putra-putri terbaiknya, atau sengaja membiarkan hal itu terjadi karena ada kontrak kerjasama jutaan DOLAR dengan korporasi-korporasi International itu (Lihat Ibu Fadillah tidak digunakan lagi oleh Rezim saat ini, malah memilih profil yang mengabdi pada AMERIKA, jelas terlihat bukan). Rasanya baru kemarin kita bingung dengan susu berbakteri, kenapa harus disembunyikan fakta yang ada (sekali lagi, tunduk pada kekuatan modal asing). Dan akhirnya saya berkesimpulan bahwa kami ini tidak begitu berguna dihadapan Pemerintah, keahlian dan keilmuan kami cukup diajarkan dalam bangku kuliah (titik).

Saya putus disini dulu diskusi tentang Biological Weapon. Dilanjutkan kalau saya ingat dan ingin menulis tema yang sama.

(Janganlah anda sekalian meninggalkan pos jaga itu, tetaplah disana para Moleular Biology)

Lahore/Punjab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline