Lihat ke Halaman Asli

Anom Bagaskoro

Politik Tidak Rumit

Politik Identitas dalam Kontestasi Politik

Diperbarui: 10 Agustus 2021   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu presiden merupakan kontestasi politik yang selalu ditunggu tunggu tiap lima tahun sekali. Namun ditahun 2019 terasa berbeda dengan tahun tahun sebelumnya. Hal ini ditulis didalam artikel Indonesia  dalam Konflik Politik Identitas. Dalam artikel tersebut terdapat dua faktor penyebab politik identitas menjadi perbincangan publik akhir akhir ini; pertama, absennya kontestasi ideologi menyebabkan seluruh kekuatan politik ini mengandalkan identitas sebagai daya tarik dan daya ikat konstituennya. Kedua, politik identitas ini juga terfasilitasi oleh perkembangan kelembagaan politik pasca Soeharto, khususnya  dengan maraknya pemekaran daerah- daerah baru hasil dari kebijakan otonomi daerah.

Saya sangat setuju dengan artikel tersebut khususnya mengenai dua faktor penyebab politik identitas menjadi perbincangan publik akhir akhir ini. Opini ini tentunya tak hanya sekedar opini pribadi. Faktor adanya kontestasi ideologi yang disebutkan dalam artikel tersebut sejalan dengan pernyataan Buchari (19;2014) politik  

Identitas  secara  teoritis  adalah sesuatu yang bersifat hidup atau ada dalam setiap etnis  serta  agama  sebagai  suatu  tanda  maupun ciri khas dari setiap individu yang bersifat latendan potensial,  serta sewaktu - waktu dapat muncul ke  permukaan  sebagai  kekuatan  politik  yang dominan. Secara empiris, politik identitas adalah aktualisasi partisipasi politik, yang terkonstruksi dari  akar  budaya  masyarakat  setempat,  danmengalami  proses  internalisasi  secara  terus menerus  di  dalam  kebudayaan  masyarakatnya dalam  suatu  jalinan  interaksi  sosial. 

Dalam hal ini dapat diambil contoh kasus Penistaan Agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ahok. Kasus tersebut tiba tiba muncul ke permukaan dan menjadi konsumsi publik. 

Saya menganggap bahwa kasus tersebut menjadi awal bangkitnya kembali politik identitas di Indonesia. Ahok yang dikatakan  sebagai penista agama kala itu, menjadi bahan amukan kaum yang merasa agamanya dihina, dan kasus tersebut merupakan momentum bagi golongan tertentu untuk memantapkan langkahnya dalam kontestasi politik. Momentum ini tidak dapat dilewatkan karena kesadaran umat muslim kala itu sedang benar benar terbuka.

Dilain sisi sifat kedaerahan juga muncul akibat dari kebijakan otonomi daerah. Menurut Setyaningrum (2015), politik identitas  memang  sangat  identik  kaitannya dengan  etnis,  identitas  serta  agama  yang  selalu diperjuangkan  untuk  mencapai  tujuan  politik yang diinginkan, karena politik identitas muncul adanya kesamaan nasib yang dirasakan oleh para etnis.

Namun politik identitas tak semerta merta hanya menyebabkan hal positif saja, dilain sisi politik identitas bisa dianggap pisau bermata dua yang kapanpun bisa melukai penggunanya. Indonesia yang memiliki asas persatuan yang tercantum pada Sila ke- 3 Pancasila bisa saja hancur akibat politik identitas. Politik identitas memicu keterbelahan sosial dimasyarakat, dan penggolongan terhadap pilihan politik masyarakat yang akhirnya memicu perpecahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline