Lihat ke Halaman Asli

Menuding Asing di Balik Amandemen

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Proses amandemen UUD 1945 ditengarai ada campur tangan Asing. Kecolongan di UU Referendum.

Semangat Sutoyo NK meletup-letup saat berbicara soal riwayat amandemen Undang undang Dasar 1945. Mantan anggota dewan dari Fraksi Golongan Karya itu menilai penambahan pasal dalam amandemen UUD telah menjadikan pasal tersebut tak jelas dan debatable.

Ia menuding kekisruhan dalam amandemen itu akibat adanya campur tangan asing. Sutoyo menyebut ada kucuran dana dalam jumlah besar dari lembaga asing guna mengawal proses amandemen UUD 1945 sepanjang 1999–2000.

Meski tak menyebut angka pasti pada setiap tahapan, hingga tahap 4 pengesahan pada Agustus 2002, setidaknya ada USD 45 juta dikucurkan untuk membiayai amandemen tersebut.

Menurutnya itu tak sekadar sumbangan, melainkan ada kepentingan di dalamnya. “Di pembukaan disebut menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tapi di batang tubuhnya semua kepentingan asing yang diakomodir,” kata Sekretaris Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat ini.

Ia mencontohkan UU Nomor 25 Tahun 2010 tentang Penanaman Modal Asing. Melalui instrumen itu asing bisa memiliki saham dan menguasai tanah di Indonesia sampai 200 tahun. Menandatangani kontrak pertama 95 tahun, dan pada saat menandatangani kontrak bisa menambah sampai 65 tahun yang artinya bisa sampai 160 tahun. Pada saat berakhir bisa diperpanjang lagi 35 tahun, berarti 195 tahun. “UU ini sudah sempat di sahkan oleh DPR dan pemerintah. Untungnya, dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.”

Direktur Institute for Global Justice Salamuddin Daeng juga menggarisbawahi amandemen memiliki dampak besar pada perubahan. Pasal 33 tentang ekonomi misalnya menurut dia mencerminkan perlawanan negara terhadap dominasi. Sebab, pada dasarnya Pancasila memiliki asas-asas yang melawan dominasi, karena dalam neoliberalisme penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting harus dihilangkan. Sehingga jika pasal ini diubah, tak ada perlawanan negara terhadap dominasi.

Menurut dia proses amandemen telah memasukkan banyak hal yang secara filosofis berbeda. Ia mencontohkan adanya perubahan dari kata ‘setiap warga negara’ menjadi ‘setiap orang’. “Orang ini siapa? Bisa berarti bukan hanya warga negara, tetapi juga orang asing? Itu gila,” katanya.

Dengan perubahan ini akan berdampak besar pada hak kepemilikan tanah. “Setiap orang berhak mendapatkan tanah. Itu berat loh. Ini mempermudah orang memperoleh kewarganegaraan,” terang Salamudin.

Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat, Kiky Syahnakrie, juga sepakat bahwa ada campur tangan asing dalam produk amandemen UUD 1945. Ia menyebut lembaga swadaya asing, National Democratic Institute (NDI), telah menggelontorkan tak kurang USD 45 juta untuk mengawal amandemen konstitusi sejak 1999–2002. Menurut dia mereka berkepentingan agar undang- undang bisa memberikan kemudahan bagi terlaksananya kepentingan-kepentingan mereka, terutama di bidang ekonomi.

Pintu masuk dari semua kepentingan asing, menurut Salamudin adalah Letter of Intent (LoI). Sejak 1998–2003 ada ba nyak LoI yang ditandangani dan itu merugikan bangsa ini, mulai dari perubahan sejumlah UU hingga institusi mana yg harus direformasi. Secara garis besar, dari proses amandemen sampai pembuatan UU, banyak lembaga keuangan internasional yang terlibat. “Semua masuk dengan berbagai macam program,” katanya, Jumat pekan lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline