Lihat ke Halaman Asli

Hormati Tulang Punggung, Muliakan Tulang Rusuk

Diperbarui: 11 Maret 2020   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selain politik, ekonomi menempati pilar kedua terpenting dalam pembangunan sebuah negara. Dalam mengatur tentang perekonomian maka pemerintah mengeluarkan kebijakan kebijakan yang memang buah dari aktivitas politik. Lalu pelaku ekomoninya tak lain tak bukan adalah rakyat itu sendiri. Rakyat yang bekerja dalam badan usaha negara maupun badan usaha swasta. Dan pemerintah menjadi penyelenggara dan penjaga ekonomi terkontrol dengan baik. Tapi, akhir akhir ini isu mengenai perekonomian negara semakin panas. Mulai dari  penjanjian ekonomi dengan negara lain, ekspor impor, membuka lebih banyak investasi asing, pemberlakuan pajak, hingga aktivitas pasar dalam negeri, semua merupakan wujud perekonomian yang terealisasi dari kebijakan.

Melihat fakta yang terjadi, justru jauh dari untung. Ekonomi negeri ini justru jauh dari angka aman.  Dengan penduduk yang begitu banyak, angka 7% seharusnya dapat di capai Indonesia, tapi sebaliknya justru paling maksimal tercapai hingga 5% sebelum terdampak virus Covid 19 yang membuat Indonesia kesulitan dan maksimal mencapai 4,8% (money.kompas.com 10/03/2020)

Pembangungan infrastruktur yang menggurita dan penyediaan ruang investasi yang luas justru berdampak diluar harapan. 99% kekayaan negeri yang dimiliki segelintir orang para pemilik modal memperkeruh pergulatan ekonomi di pasar rakyat biasa. Belum juga terpotong dengan pajak dan kewajiban membayar BPJS. Semua rakyat yang paling merasakan.  

Hari ini Bukanlah sebuah hal asing ketika para perempuan terpaksa ikut bekerja karena memahami mencari uang hari ini sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Bukanlah hal asing juga bagi para laki-laki ketika ditolak lamaran berkali-kali. Atau berusaha membuka perwirausahaan sendiri yang terus jatuh bangun, modal tak kunjung kembali atau meratapi jualan yang sepi pembeli. Hal yang sama juga dirasakan para fresh graduate, mencari kerja lebih sulit dari pada menyelesaikan skripsi. Tapi pola pendidikan terus menerus berubah, dan semakin mahal. Pendidikan yang bagus mengisaratkan harga tinggi. Tak heran banyak yang putus kuliah, atau memang merasa pesimis, toh lulus kuliah tak menjamin punya pekerjaan bergaji ideal. Semuanya merasakan jatuh bangun.

Dunia perekonomian memiliki dampak yang begitu besar bagi terselenggaranya sosial kemasyarakatan. Isu tentang omnibus law cipta kerja, kartu prakerja, invasi para investor asing, atau kekerasan yang terjadi dalam pabrik. Semua nyata berat terasa. Dari pada mendukung omnibus law cipta kerja, rakyat justru beramai ramai menggagalkan pengesahannya, bukan tanpa alasan. Justru RUU tersebut dinilai memangkas hak-hak para pekerja sebagai manusia.

Setidaknya ada 6 alasan mengapa omnibus law harus di tolak; merugikan pekerja, merugikan bidang pertanian, monopoli tanah untuk kepentingan investasi, memangkas dan mengubah konsep administrasi, pendidikan yang berorientasi pasan (komersialisasi pendidikan), tidak transparan (tidak diketahui siapa yang bertanggung jawab atas pengajuan RUU ini dan unit mana yang mengkajinya) (dikutip dari kompas.com 09/03/2020)

Melihat faktanya hari ini saja, tanpa ada aturan omnibus law dunia pekerja kita berjalan buruk. Salah satu contohnya adalah penyelenggaraan produksi pabrik Aice yang memakan korban beberapa kali #BoikotAice menjadi trending topik dengan 22 alasan pelanggaran hukum. Atau fakta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar besaran yang terjadi di akhir 2019 dan 2020 awal  oelh perusahaan-perusahaan besar seperti Indosat, pabrik Aice, Buka Lapak, Krakatau Steel, Nissan, industri Rittel, hingga perbankan.

Ini baru kasus yang terangkat di media, bagaimana dengan yang tak terlihat. Hidup ini begitu sulit. Menjadi tulang punggung begitu berat, menjadi tulang rusuk memangku tugas ganda.

Bila dicermati sumber dari berbagai permasalah ekonomi negeri ini  adalah berlakunya sistem ekonomi hutan rimba.

Siapa yang kuat dia yang menang. Siapa yang memiliki banyak uang dia yang berkuasa dan dikenal dengan kapitalisme. Pada faktanya, untuk memangku jabatan di pemerintahan itu memerlukan modal yang begitu besar, hingga sangat wajar sekarang bila yang menduduki kursi panas tersebut seorang pembisnis atau pengusaha. Maka pola yang terjadi adalak kebijakan yang ditentukan oleh pola pikir bisnis, bukan pola pikir pengayoman ala seorang ibu yang mengorbankan apapun untuk buah hatinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline