Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Imam Farisi

Pendidikan IPS

Sindrom Stockholm

Diperbarui: 29 Juni 2022   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Sindrom Stockholm

Ada lagi pengetahuan dari ruang psikologi yg kita peroleh dari serial film tayangan AXN, Chicago Police Departement (Chicago PD) karya produser eksekutif peraih Emmy Award, Dick Wolf. Chicago P.D adalah cerita drama tentanjjjg para polisi laki-laki dan polwan dari unit intelejen elit, Department Kepolisian Chicago, yang memerangi kejahatan kota yang paling keji --pelanggaran terorganisasi, perdagangan narkoba, tinggi pembunuhan tingkat tinggi dan sebagainya.

Kali ini ceritanya tentang pembunuhan & perdagangan beberapa orang gadis yang dilakukan oleh seorang mucikari Damien Soto. Berbagai ikhtiar dilakukan oleh unit detektif CPD dibawah pimpinan seorang aktor gaek Sersan Hank Voight (diperankan oleh Jason Beghe) untuk mengungkap keterlibatan Damien (yang kemudian diketahui adalah Juan Martinez, pemilik tempat penampungan, Jenny's Haven) tak juga kunjung berhasil. Upaya mereka dengan merayu pacar Damien, yaitu Isabel Perez (Izzy) juga tak membuahkan hasil. 

Izzy (pacar, dan juga salah seorang penghuni Jenny's Haven milik Damien) sama sekali tak mau memberitahu keberadaan Damien, dan tempat para gadis dikurung. Izzy sangat mencintai Damien, walaupun ia tahu kalau sang pacar adalah seorang pembunuh dan terlibat dalam praktik perdagangan para gadis. Saat Damien akhirnya berhasil ditangkap dan ditembak oleh detektif CPD, Izzy sang pacar sempat menangis menghiba, memohon agar mereka tidak menyakitinya. Bahkan, pasca penembakan tersebut  dia harus masuk klinik karena kondisinya memburuk.

Dalam dunia psikologi, fenomena kejiwaan seperti itu dikenal sebagai "Sindrom Stockholm", yaitu anomali respons psikologis pada korban penculikan, tawanan, dan sejenisnya. Dikatakan anomali karena korban menunjukkan respons psikologis 'tidak biasa' yakni empati kepada sang pelaku. Pada sejumlah kasus, korban penculikan bahkan merasa jatuh cinta dan setia kepada orang yang telah menculiknya dan tidak senang jika sang pelaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang lain, tanpa memperdulikan bahaya atau risiko yang telah dialami oleh sandera itu. 

Lambat laun, fenomena Stockholm syndrome konteksnya semakin meluas tak hanya  pada korban penculikan namun juga mereka---terutama wanita---yang tetap 'bertahan' dengan pasangan yang kerap melakukan tindak kekerasan baik kekerasan verbal maupun kekerasan fisik.

Istilah sindrom Stockholm pertama kali dicetuskan oleh kriminolog dan psikiater Nils Bejerot, yang membantu polisi saat perampokan. Sindrom ini dinamai berdasarkan kejadian perampokan Sveriges Kreditbank di Stockholm pada tahun 1973. Perampok bank tersebut, Jan-Erik Olsson dan Clark Olofsson, memiliki senjata dan menyandera karyawan bank dari 23 Agustus sampai 28 Agustus pada tahun 1973. Ketika akhirnya korban dapat dibebaskan, reaksi mereka malah memeluk dan mencium para perampok yang telah menyandera mereka. Mereka secara emosional menjadi menyayangi penyandera, bahkan membela mereka. Sandera yang bernama Kristin bahkan jatuh cinta dengan salah seorang perampok dan membatalkan pertunangan dengan pacarnya setelah dibebaskan. 

Tautan
https://sl.ut.ac.id/hm4
https://sl.ut.ac.id/hm5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline