Lihat ke Halaman Asli

Kisah di balik Seni Bebenjangan

Diperbarui: 26 Februari 2024   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster Bebenjangan - FTV UPI

Bebenjangan adalah salah satu budaya dari daerah Ujung Berung, Bandung Timur, Jawa Barat. Ada tiga jenis bebenjangan, yaitu topeng benjang, lengser, dan jaran kepang. Bebenjangan biasanya dilakukan untuk merayakan khitanan, yaitu berupa arak-arakan mengelilingi desa dengan sisingaan atau rajawali. Bebenjanggan ini diiringi dengan musik khas serta tak luput dari kuda lumping yang terkenal dengan atraksi “kesurupan”. Persiapan yang dilakukan untuk melakukan atraksi ini umumnya adalah sesajen yang berupa kopi, teh, susu, telur dan ayam mentah, minyak wangi, dan lain lain. Selain khitanan, bebenjangan juga bisa dilakukan untuk acara pernikahan namun hal ini jarang terjadi.

Bebenjangan ini merupakan film dokumenter karya mahasiswa FTV Fakultas Seni dan Desain di Universitas Pendidikan Indonesia yang disutradarai oleh Belva Atsil Rismayandi. Film ini mengangkat cerita bagaimana bebenjangan di daerah asalnya berdasarkan informasi terpercaya dari beberapa narasumber, mulai dari sejarah berkembangnya, pelaksanaannya, bahkan penyimpangan yang terjadi dimana seni dimanfaatkan sebagai peluang melakukan aksi pelecehan seksual, khusunya pada para wanita.

Penghargaan

Film dokumenter pendek “Bebenjangan” juga sudah memenangkan beberapa nominasi, diantaranya adalah 5 besar nominasi Film Dokumenter Pendek dalam gelaran Piala Maya ke-11 dan menjadi pemenang kategori “Best Film Documentary” pada LSPR Film Festival 2023.

Tentang Film

Film ini dimulai dengan informasi oleh berbagai narasumber tentang bebenjangan dan juga kesaksian dari pemain kuda lumping yang selalu “kesurupan”. Warisan budaya bebenjangan yang masih dilestarikan hingga saat ini oleh banyak sanggar budaya diperkirakan sudah ada sejak abad ke-20. Dibalik acara arak-arakan yang meriah untuk merayakan anak khitanan, ada atraksi kuda lumping yang “kesurupan” dimana sepertinya selalu membuat kotor para pemain maupun penonton dengan lumpur ataupun kotoran sapi. Selain itu, ada juga atraksi berbahaya seperti memakan piring atau gelas kaca, menggunakan cambuk, bahkan memakan telur dan ayam mentah dengan beringas diabadikan oleh film ini. Atraksi seperti ini kerap mengganggu aktivitas hingga sampai melukai warga sekitar. Hal ini memunculkan anggapan “mengotori” seni bebenjangan karena sangat meresahkan. Terlebih lagi, menurut kesaksian pemain kuda lumping, mereka melakukan hal seperti itu dalam keadaan sedang mabuk karena minuman keras yang dikonsumsi sebelum atraksi. Film ini juga memperlihatkan sisi negatifnya, dengan dalih “mabuk” ini para pemain yang “kesurupan” melakukan pelecehan seksual dengan target para wanita ketika berkeliling di sekitar. Film ini memperlihatkan bagaimana pelecehan yang terjadi dapat berupa memeluk paksa, memukul daerah sensitif, bahkan menahan tubuh dengan waktu yang agak lama secara bergantian kepada banyak wanita dengan pola yang sama. Aksi seperti inii sangat disayangkan karena pada sejatinya, seni bebenjangan adalah hal positif melestarikan budaya, bukan dimanfaatkan sebagai “modus” untuk melakukan hal tercela seperti itu.

Berikut video singkat ketika menonton Bebenjangan :

https://www.instagram.com/reel/C3z4-xVPf-O/?igsh=MTd2a245eGkyNGJtMQ==

PMM 4 Inbound UPI - Kel.13 R1 Nobar "Bebenjangan"/dok. pri

Reporter              : Annisa Nurfadhilah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline