Lihat ke Halaman Asli

Cahaya Senja di Hati Alysa

Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alysa selalu percaya bahwa cinta adalah sesuatu yang datang tanpa diduga-duga. Bukan soal tampang, status, atau kata-kata manis yang menawan hati, melainkan perasaan nyaman yang sulit dijelaskan. Itulah yang terjadi padanya ketika ia bertemu Wira, seorang pria yang tampak sederhana namun memiliki pesona yang berbeda.

Pertemuan pertama mereka terjadi di sebuah perpustakaan kecil di kota, tempat Alysa sering berkunjung untuk mencari ketenangan. Siang itu, ia sedang asyik membaca buku di pojokan ruangan ketika tiba-tiba terdengar suara berat yang mengganggunya. Ia mendongak, menemukan seorang pria sedang sibuk mencari buku di rak sebelahnya. Wira.

Awalnya, Alysa hanya menganggapnya seperti orang asing lain yang tak sengaja lewat di hidupnya. Tapi, setelah beberapa kali bertemu di tempat yang sama, tanpa sadar Alysa mulai memperhatikan Wira lebih dekat. Ada sesuatu tentang pria itu yang menariknya, bukan dari caranya berpakaian atau gaya bicaranya, melainkan dari sikap tenangnya.

Wira bukan tipe pria yang banyak bicara. Namun, ketika mereka mulai berbicara, setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu membuat Alysa merasa nyaman. Tidak ada tekanan, tidak ada keinginan untuk mengesankan. Wira berbicara dengan sederhana, tapi kehadirannya terasa menenangkan. Ia selalu mendengarkan dengan seksama, tanpa memotong, tanpa menghakimi.

Suatu sore, ketika senja mulai turun di langit, Alysa dan Wira duduk di sebuah bangku taman dekat perpustakaan. Angin sepoi-sepoi meniup lembut, membuat dedaunan berbisik di antara mereka. Alysa merasa ada sesuatu yang berbeda. Ini lebih dari sekedar obrolan biasa. Ia merasakan ketenangan yang tak pernah ia temukan sebelumnya.

"Wira," kata Alysa pelan, mencoba membuka percakapan yang lebih dalam, "kenapa kamu selalu terlihat tenang, seperti nggak ada yang bisa mengganggumu?"

Wira tersenyum tipis, menatap langit yang mulai memerah. "Mungkin karena aku lebih memilih menikmati hal-hal kecil, Alysa. Aku percaya bahwa kebahagiaan itu ada di sekitar kita, di setiap momen sederhana. Kadang kita terlalu sibuk mencari sesuatu yang besar, padahal yang kita butuhkan sudah ada di depan mata."

Jawaban itu membuat Alysa tersentak. Bukan jawaban yang spektakuler, tapi justru itulah yang membuat hatinya tersentuh. Ia mengangguk pelan, seolah memahami sesuatu yang baru. Selama ini ia selalu mencari cinta yang penuh gairah dan drama, padahal mungkin yang ia butuhkan hanyalah seseorang yang bisa membuatnya merasa tenang dan nyaman---seperti Wira.

Hari demi hari, perasaan itu tumbuh semakin kuat. Alysa merasa setiap detik bersama Wira adalah momen yang penuh arti. Ia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu berpura-pura. Wira tak pernah menuntut lebih, tapi justru kehadirannya memberikan segalanya. Setiap senyum, setiap tatapan, setiap kata yang diucapkan Wira terasa seperti pelukan hangat yang tak kasat mata.

Pada akhirnya, Alysa menyadari sesuatu. Cinta bukan hanya tentang perasaan yang menggebu-gebu, tapi juga tentang kenyamanan, kepercayaan, dan rasa aman yang diberikan seseorang. Dan itulah yang ia temukan pada Wira---sebuah tempat yang membuatnya merasa pulang.

Di bawah langit senja yang perlahan berubah menjadi malam, Alysa menatap Wira sekali lagi. Ia tersenyum, kali ini dengan perasaan yang penuh kepastian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline