Di era industri 4.0 dewasa ini, teknologi, informasi, dan komunikasi sangat mudah untuk diakses. Berbagai informasi dari mancanegara dengan mudah kita dapatkan hanya melalui sebuah teknologi bernama internet. Karena kemajuan teknologi, kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai demokrasi pun mendapat sarana yang mudah untuk berekspresi di depan umum, misalnya melalui media sosial. Namun, kemudahan tersebut ada kalanya membuat kita menjadi terlena dan tidak bijak dalam menggunakannya sarana yang ada. Misalnya di sosial media banyak sekali ditemui beragam hate speech maupun hoax yang muncul dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sehingga merugikan orang lain atau membuat orang lain yang membacanya menjadi tidak nyaman. Untuk melindungi kepentingan-kepentingan digital, dirumuskanlah UU ITE yang saat ini tengah hangat diperbincangkan. Pasalnya, banyak masyarakat yang mempertanyakan bagaimana eksistensi UU ITE di Indonesia. Apa yang sebenarnya menjadi sasaran dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang sesekali dapat berubah menjadi boomerang yang menyerang pelapornya.
1. Bagaimana mekanisme menyampaikan pendapat atau berekspresi yang bijak di media sosial?
Perlu kita sadari bersama bahwa negara Indonesia merupakan negara yang sangat heterogen, mulai dari suku, agama, ras, bahasa, budaya, hingga pendapat dan kepentingannya. Selain itu, jumlah penduduk Indonesia juga sangat banyak, yaitu 278.752.361 jiwa per 25 April 2022 oleh Worldmeter, total penduduk tersebut merupakan 3,51 persen dari total penduduk dunia. Berdasarkan dua keterangan tersebut, dapat kita bayangkan akan banyak kepentingan yang berbeda-beda dan ada banyak hak yang harus dilindungi. Media sosial menjadi sarana yang mudah menjangkau banyak orang, sehingga sering digunakan sebagai wadah untuk mengekspresikan pendapat atau mengkritik sesuatu. Alasannya sederhana, yaitu agar banyak orang tahu mengenai apa yang sedang dikritik dan mungkin dapat memperoleh banyak dukungan. Namun, tidak jarang juga terdapat sebagian masyarakat yang tidak sepakat dengan kritikan yang dilontarkan di media sosial, atau kritikan tersebut menyinggung sebagian pihak. Pihak-pihak yang merasa dirugikan ini kemudian membuat laporan bahwa kritikan yang tengah ramai itu melanggar ketentuan dalam UU ITE. Untuk menghindari hal-hal semacam ini, kita perlu mengetahui batasan-batasan dalam berekspresi di media sosial, batasan-batasan tersebut meliputi hal berikut:
a. Tidak menyinggung SARA
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia sangat kaya akan suku, agama, ras, budaya, dan bahasa. Hal-hal tersebut merupakan hal yang sangat sensitif bagi bangsa Indonesia karena Indonesia lahir dan terdiri atas perbedaan-perbedaan tersebut. Jika kita menyinggung salah satu saja dari banyaknya kesensitifan itu, maka dapat mengancam perpecahan di kalangan masyarakat.
b. Tidak ditujukan untuk menghina seseorang atau golongan tertentu
Pasal-pasal di dalam UU ITE sangat mudah mengenai subjeknya, terutama mengenai pencemaran nama baik. Jika seseorang atau suatu golongan merasa martabatnya dihina atau dilecehkan melalui sosial media, dengan hanya menggunakan bukti berupa foto, video, rekaman, maupu screenshot saja sudah cukup untuk melaporkan kasus pencemaran nama baik. Untuk itu, netizen yang bijak harus berhati-hati dalam memposting sesuatu.
c. Gunakan kata-kata yang lugas dan hindari kata yang menimbulkan ambigu
Dalam mengkritik atau mengutarakan sesuatu di media sosial, kita juga perlu menghindari kata-kata yang ambigu agar tidak terjadi kesalahpahaman di kalangan netizen yang kemudian bisa menjadi konflik.
2. Sejauh manakah kita dapat menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat?
Sebagai negara demokratis, berekspresi atau kebebasan menyatakan pendapat di depan umum menjadi salah satu ciri-cirinya. Saat ini, karena kemudahan dan kemajuan teknologi kita dapat menyatakan pendapat melalui media sosial yang tentu lebih mudah dan dapat menjangkau lebih banyak orang. Namun, dengan adanya UU ITE dan mengingat bahwa latar belakang negara Indonesia ini sangat heterogen, kita juga perlu menjaga batasan-batasan dalam berekspresi agar tidak ada pihak yang merasa tersinggung. Pada dasarnya, menyatakan pendapat merupakan salah satu cara untuk mencerminkan demokrasi, tetapi perlu diperhatikan pula bahwa kebebasan tersebut bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya karena negara Indonesia bukanlah negara liberal. Artinya, kita sebagai masyarakat harus bijak dalam melontarkan pendapat serta pendapat itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat Indonesia, jangan sampai pendapat itu memojokkan atau merendahkan pihak lainnya. Selain itu, jangan sampai pendapat yang kita lontarkan bertentangan dengan ketentuan di dalam UU ITE, seperti SARA, pornografi, dan terorisme. Selama pendapat kita tidak bertentangan dengan UU ITE atau tidak menyinggung pihak lain, maka pendapat tersebut sah-sah saja dipublikasikan di media sosial.