Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merambah di setiap sisi kehidupan mengantarkan kita pada sebuah peluang dan juga ancaman. Seiring berjalannya waktu, dunia dipenuhi dengan berbagai macam teknologi dan kecerdasan buatan yang berkembang dengan sangat signifikan. Era inilah yang disebut-sebut sebagai globalisasi dimana kemudahan akses digital dapat dijumpai diseluruh penjuru dunia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat wajah baru pada fase peradaban manusia, Hal ini dibuktikan dengan integrasi kehidupan masyarakat yang beralih pada proses digital. Inilah kecanggihan teknologi yang dapat kita rasakan sekarang, sebuah terobosan yang menjadi inti dalam konsep modernisasi.
Perkembangan teknologi kini sudah memasuki setiap ruang kehidupan manusia, mulai dari informasi dan komunikasi, perekonomian, pendidikan, industri dan lain sebagainya. hadirnya teknologi memberikan kemudahan-kemudahan dalam hidup masyarakat. Inilah peluang bagi kita untuk mencapai kehidupan yang modern, praktis, dan efisien. Tak perlu lagi proses manual yang memakan waktu dan tenaga karena di era ini digitalisasi telah diaplikasikan secara fundamental. Masyarakat dengan mudah berkomunikasi dan memiliki koneksi yang sangat luas. Info-info terbaru nasional, regional maupun internasional juga tidak sulit untuk didapatkan. Kemajuan ini memberikan peluang baik terhadap perkembangan sosial budaya masyarakat. Tapi apa jadinya jika era yang semakin maju ini juga menjadi ancaman terhadap eksistensi moral dan nilai kehidupan?
Saat ini, siapa yang tidak kenal dengan internet, salah satu kecanggihan teknologi yang dapat dinikmati oleh semua orang di dunia. Perkembangannya melahirkan berbagai macam platform media sosial berupa Instagram, facebook, tik tok, twitter dan sejenisnya. Semua orang dari berbagai macam usia pun sudah tak asing dengan keberadaan jejaring sosial yang satu ini. Berbagai macam informasi dengan sumber dari berlatang belakang yang berbeda hadir didalamnya. Setiap orang memiliki kebebasan untuk mencari, menyebarkan informasi dan berinteraksi melalui dunia maya dengan siapapun dan kapanpun. Tapi yang mejadi masalah sekarang adalah tidak semua orang memahami aspek-aspek mendasar serta etika dalam penggunaan sosial media sendiri.
Terlepas dari dampak positif yang didapatkan dari penggunaan media sosial, terdapat pula efek negatif yang sudah menjalar dalam tubuh penggunanya. Ibarat racun yang tidak bisa dikeluarkan dari tubuh manusia, sosial media rasanya sudah menjadi opium dan kebutuhan yang sangat primer bagi manusia. Tidak bisa dipungkiri, penggunaan sosial media memberi efek ketergantungan terutama pada generasi muda. Ketergantungan ini merupakan sebuah sindrom yang disebut sebagai Social Media Anxiety Disorder, dimana pengguna sosial media akan merasa khawatir jika dalam 24 jam sama sekali tidak membuka akun sosial medianya.
Dalam fenomena ini, terdapat sebuah fakta yang cukup menarik yaitu mayoritas pengguna sosial adalah perempuan. Dilansir dari laman Databoks.katadata.co.id, pada Mei 2021, 52,6% pengguna sosial media berupa Instagram adalah perempuan sedangkan 47,4% pengguna Instagram adalah laki-laki. Rata-rata usia mereka berkisar antara umur 18-34 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa minat perempuan terhadap penggunaan media sosial lebih besar dibanding laki-laki. Ironisnya, fenomena immoral yang muncul akibat penggunaan media sosial tersebut didominasi oleh kaum hawa. Banyak sekali perempuan yang dengan mudah mengumbar auratnya, mencuri perhatian publik untuk mendapat notifikasi like, comment, atau DM. Ciptaan yang Allah muliakan kini banyak bertebaran diantara pandangan lelaki yang bukan muhrimnya, berjoget memperlihatkan keelokan tubuhnya sebagai konsumsi publik. Mereka lebih condong kepada hal-hal yang memuaskan nafsu kesenangan semata tanpa berpikir panjang tentang akibat yang akan diterima.
Banyak perempuan yang kehilangan mahkota sebagai identitas. Rasa malu sudah ditukar dengan ketenaran. Jika sudah seperti ini, marwah dalam dirinya berkurang dan kualitas keimanannya menurun. Benteng yang menjaga dirinya sudah runtuh dan mudah ditembus oleh musuh. Hal yang sangat berharga itu sedikit demi sedikit menghilang, rasa malu. Apabila rasa malu itu tercabut dari dirinya, secara bertahap perilakunya memburuk lalu meluncur ke yang lebih buruk lagi dan berlabuh pada kehinaan dengan derajat yang paling rendah. Tenggelamnya akhlak, tenggelam pula nilai-nilai islami. Pada akhirnya, dirinya dihampiri oleh kesesatan lalu dengan mudah terbawa oleh keindahan dunia yang faktanya adalah fana. Integrasi ilmu dan teknologi diagungkan namun moralitas masih dipertanyakan. Kacaunya separuh perempuan masa kini padahal mereka adalah pondasi generasi masa depan.
Jika kita melebarkan pandangan terhadap masalah yang terjadi, perempuan menjadi sasaran utama dalam pengaruh media sosial. Sebuah tren aplikasi TikTok yang belakangan ini sangat terkenal membawa perempuan menjadi penikmat hiburan yang satu ini. Dilansir dari data statistik penggunaan aplikasi TikTok di Indonesia, Pada awal tahun 2022, 66,0 persen audiens TikTok di Indonesia adalah perempuan, sementara 34,0 persen adalah laki-laki. Fenomena yang memprihatinkan ini sudah menjadi masalah krusial apalagi jika dilihat dalam perspektif Islam. Para perempuan yang dengan lihai berjoget dan mengupload dirinya di sosial media lalu menjadi viral menurut mereka adalah sebuah kesuksesan. Namun, bukannya hal ini malah merambah pada hilangnya kehormatan? Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW bersabda:
“Jika Allah SWT ingin menghancurkan sebuah kaum, dicabutlah dari mereka rasa malu. Bila rasa malu telah hilang maka yang muncul adalah sikap keras hati. Bila sikap keras hati membudaya, Allah mencabut dari mereka sikap amanah (kejujuran dan tangung jawab). Bila sikap amanah telah hilang maka yang muncul adalah para pengkhianat. Bila para mengkhianat merajalela Allah mencabut rahmat-Nya. Bila rahmat Allah telah hilang maka yang muncul adalah manusia laknat. Bila manusia laknat merajalela Allah akan mencabut dari mereka tali-tali Islam.” (HR Ibnu Majah)
Sebagian dari perempuan mengalami krisis identitas yang begitu memprihatinkan. Bagaimana tidak? Mereka telah kehilangan jati diri dengan memilih hidup dalam kebebasan, sebebas-bebasnya dan bahkan jauh dari ajaran agama. Sekedar untuk hiburan tapi yang terjadi waktu terbuang percuma, ibadah dilalaikan, terjerumus dalam gaya hidup barat yang sekuler, yang penting trendi dan meraih eksistensi diri. Sama sekali tidak membawa maslahat bagi dirinya sendiri apalagi untuk umat. Lebih ironis lagi ketika mereka hilang kendali karena ajaran agama tidak menjadi sandaran. Mereka dengan mudah berhubungan dengan lawan jenis dan pada akhirnya tenggelam dalam berbagai kemaksiatan salah satunya praktik seks bebas yang berujung pada hamil di luar nikah. Betapa rusaknya perempuan masa kini, kehormatan hilang tinggalah penyesalan.
Dari sekian permasalahan yang telah dijelaskan diatas, era globalisasi ibarat dua sisi mata pisau, didalamnya tersimpan dampak positif yang mempermudah kehidupan manusia, tapi disisi lain terdapat pula dampak negatif yang mencekam apabila masyarakat tidak bijak dalam menghadapinya. Seorang perempuan sudah seharusnya menjaga kehormatan diri dengan sebaik-baiknya. Ajaran agama harus menjadi standar dalam memilah-memilih hal positif dan negatif dari globalisasi. Moralitas tidak boleh runtuh dan keimanan harus senantiasa dikuatkan agar bisa menjadi sosok muslimah yang mampu menjadi pondasi yang baik untuk generasi masa depan.
Perempuan yang dulu dianggap lemah, tidak berdaya, berdosa, dan tidak bermanfaat pada hakikatnya memiliki peran besar dalam suatu peradaban. Betapa tidak, orang-orang besar dari zaman dahulu hingga sekarang nyatanya terlahir dari rahim seorang perempuan. Mari kita lihat sosok Trimurti K.H Ahmad Sahal, K.H Zainuddin Fananie, K.H Imam Zarkasyi ketiganya menjadi pejuang yang dikenang hingga saat ini. Beliau berhasil mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang melahirkan pemimpin-pemimpin umat dan menyebar ke seluruh penjuru negeri. Tentu dapat kita simpulkan bahwa sosok perempuan yang mendidik beliau adalah perempuan tangguh sehingga menghasilkan generasi penerus yang luarbiasa. Seorang ibu yang menjadikan anak-anaknya orang yang hebat, taat dan juga bermanfaat. Setidaknya agar dunia ini terisi oleh orang-orang baik yang menyatakan kebenaran bukan membenarkan kenyataan.