Lihat ke Halaman Asli

Annisa Sholiha

Mahasiswi Program studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pentingnya Ilmu bagi Seorang Dai

Diperbarui: 27 Mei 2024   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Pribadi

Oleh: Syamsul Yakin & Annisa Sholiha (Dosen & Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Jika ditinjau dari tiga pokok ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak, maka keilmuwan seorang dai harus mencakup ketiga aspek tersebut. Dalam dakwah, ketiga aspek ini sering disebut sebagai pilar utamanya.

Aspek pertama, yaitu keilmuwan yang berkaitan dengan akidah atau keimanan. Akidah berbeda dari tauhid (mengesakan Allah) karena tauhid merupakan bagian dari akidah.Dengan kata lain, akidah memiliki cakupan yang lebih luas daripada tauhid. Tidak hanya menyangkut iman kepada Allah, akidah juga mencakup iman kepada Rasul-Nya, kitab-Nya, malaikat, hari kiamat, takdir, dan lain-lain.

Dalam Islam dikenal berbagai aliran seperti Khawarij, Mu'tazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah, Wahabiyah, dan lain-lain. Dari segi tauhid, aliran-aliran ini sama-sama mengesakan Allah. Namun, dari segi akidah, mereka memiliki perbedaan pandangan.

Penting bagi seorang dai untuk memahami setidaknya aliran yang dianutnya, termasuk tokoh-tokoh serta pandangan-pandangannya. Contohnya, pemahaman mengenai tindakan Allah dan manusia, serta konsep tentang alam, surga, neraka, dan lainnya, beserta argumen-argumennya. Sebaiknya, seorang dai juga mengetahui perbedaan dan persamaan di antara setiap aliran.

Oleh karena itu, seorang dai perlu mempelajari al-Qur'an dan ilmu tafsir, hadits dan ilmu hadits, sejarah, serta pertumbuhan dan perkembangan teologi dalam Islam. Selain itu, dai juga harus memiliki pengetahuan tentang manhaj, madzhab, organisasi, dan partai, serta memahami persamaan dan perbedaan di antara mereka.

Aspek kedua, keilmuwan tentang syariah. Dalam hal ini, syariah berbeda dari fikih. Syariah adalah hukum Islam yang diambil langsung dari al-Quran dan Sunah yang masih murni (bukan hasil ijtihad), sedangkan fikih merupakan hasil ijtihad para ulama mengenai hukum Islam yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Oleh karena itu, seorang dai harus menguasai al-Qur'an, hadits Nabi, dan literatur fikih, baik yang klasik, pertengahan, maupun kontemporer.

Dalam konteks ini, syariah, fikih, dan ibadah memiliki perbedaan. Ibadah merupakan bagian dari fikih. Sehingga, dalam literatur dikenal istilah fikih ibadah, fikih muamalah, fikih politik, dan sebagainya.

Aspek ketiga adalah keilmuwan tentang akhlak. Akhlak memiliki perbedaan dengan tasawuf. Akhlak lebih berkaitan dengan perilaku yang tampak, sementara tasawuf menyangkut perilaku yang lebih dalam secara batiniah. Seorang dai harus mampu membedakan antara akhlak yang baik (mahmudah) dan akhlak yang tercela (mazmumah). Idealnya, akhlak seorang dai seharusnya mencapai tingkat tasawuf. Hal ini karena seorang dai merupakan contoh teladan bagi para mad'u.

Sebaiknya seorang dai dapat mengidentifikasi dirinya dalam hal akidah (aliran kalam), syariah (madzhab fikih), dan akhlak (tasawuf). Sebagai contoh, seorang dai mungkin memiliki pemikiran kalam yang dinamis karena terpengaruh oleh teologi Asy'ariyah, kecenderungan mistik yang aktif karena mendalami tasawuf al-Ghazali, dan pendekatan hukum yang rasional-juristik karena mengikuti madzhab fikih Syafi'i.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline