Karya sastra merupakan hasil imajinasi dan kreativitas pengarang. Penulis menulis tentang segala sesuatu yang membangkitkan indera batinnya dan membuatnya berpikir, mencerna dan menyublimkan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dialami dan akhirnya diciptakan (Lubis, 1996:37).
Karya sastra dapat didefinisikan secara luas sebagai karya seni yang terpisah, independen, bebas didefinisikan oleh pengarang, realitas, dan pembaca (Abrams, 1981).
Karya sastra mengungkapkan hal yang tak terlukiskan karena karya sastra dapat menyampaikan konotasi berbeda yang jarang ditemukan dalam bahasa kita sehari-hari.
Teks-teks yang digunakan dalam sebuah karya sastra hanya melayani tujuan komunikasi praktis dan tetap berumur pendek dalam situasi komunikasi antara penulis dan pembaca.
Pada umumnya pendekatan pragmatik adalah kritik sastra yang bertujuan untuk menunjukkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Pendekatan pragmatik adalah sastra yang dipandang sebagai cara untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral agama, atau tujuan lainnya (Apriliana, Meisya, & Susilowati, 2016).
Sengsara Membawa Nikmat adalah sebuah novel karya Sutan Sati. Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1929 oleh Balai Pustaka. Pada tahun 2008, novel Sengsara Membawa Nikmat mencapai edisi kesepuluh dan masuk dalam jajaran sastra klasik. Kisah tokoh utama novel ini, Midun, diceritakan dalam 15 bab atau 206 halaman.
Dalam 15 bab tersebut, Tulis Sutan Sati mengisahkan kehidupan Midun, seorang pemuda dari kota Minangkabau. Midun disukai dan dicintai oleh masyarakat desanya karena ia santun, berani, penyayang, sabar, pandai bela diri serta ikhlas dan ikhlas dalam segala hal. Berbeda halnya dengan Kacak, keponakan kepala desa.
Dia sombong, angkuh, kasar dalam ucapannya dan tidak memiliki sopan santun. Karena itu, warga desa membenci Kacak. Orang memperlakukan Midun dan Kacak sangat berbeda. Kacak cemburu pada Midun karena menganggap dirinya, keponakan kepala desa, lebih pantas dicintai daripada Midun yang hanya anak seorang petani biasa.
Kacak selalu mencari cara agar Midun terlihat buruk. Ada kalanya Midun dituduh mencelakai Pak Inuh yang menderita gangguan jiwa dan termasuk keluarga Kacak. Lalu ada juga saat Midun dituduh ingin berbuat jahat pada istri Kacak. Selain itu, Kacak beberapa kali berkonspirasi untuk membunuh Midun. Dia bahkan membayar Lenggang, penjahat yang dulunya pencuri. Upaya Lenggang untuk membunuh Midun di arena pacuan kuda gagal. Saat itu terjadi perkelahian sengit, darah berceceran dimana-mana. Polisi yang bertugas mengakhiri perkelahian tersebut. Lenggang, Midun dan Maun, teman dekat Midun, ditangkap. Midun divonis enam bulan penjara Padang, Lenggang divonis satu tahun penjara dan dideportasi ke Bangkahulu, sedangkan Maun tidak dihukum.
Saat menjalankan tugas tawanannya, Midun bertemu dengan seorang gadis bernama Halimah. Setelah keluar dari penjara, Midun tinggal bersama Halimah. Singkat cerita: Midun kebetulan membantu seorang Belanda di pasar baru saat dia sedang makan. Tak menyangka bahwa Sinyo dari Belanda ternyata adalah anak seorang pejabat terkenal. Sebagai tanda terima kasih, Midun mendapat pekerjaan. Akhirnya, Midun menikahi Halimah dan Kacak ditangkap karena penggelapan uang, dipenjara dan dideportasi ke Padang.
Novel Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis Sutan Sati banyak mengandung nilai dan pesan moral yang baik bagi para pecinta karya-karyanya. Inilah mengapa novel ini cocok menggunakan pendekatan pragmatik. Nilai-nilai moral baik yang dapat dipetik dari novel "Sengsara Membawa Nikmat" masih relevan hingga saat ini. Karakter Midun dikenal dengan sikapnya yang santun, berani, penyayang, sabar, memiliki bakat bela diri, ketulusan dan kejujuran dalam segala hal. Dengan kemampuannya, Midun selalu berusaha membantu orang-orang di sekitarnya, meski terkadang orang menganggap perbuatannya jahat. Disini penulis ingin menyampaikan bahwa kita harus selalu berbuat baik, baik itu membantu orang lain maupun selalu bersikap sopan kepada orang lain, karena itu akan selalu bermanfaat bagi kita di kemudian hari. Hal ini dibuktikan dengan kutipan yang terdapat pada bagian awal novel:
Memang Midun seorang muda yang sangat digemari orang di kampungnya. Budi pekertinya amat baik dan tertib sopan santun kepada siapa jua pun. Tertawanya manis, sedap didengar; tutur katanya lemah lembut. Ia gagah berani lagi baik hati, penyayang dan pengasih, jarang orang yang sebaik dia hatinya. Sabar dan tak lekas marah, serta tulus ikhlas dalam segala hal. Hati tetap dan kemauannya keras; apa yang dimaksudnya jika tidak sampai, belum ia bersenang hati. Adalah pula padanya suatu sifat yang baik, yakni barang siapa yang berdekatan atau bercampur dengan dia, tak dapat tiada senang hatinya, hilang sedih hati olehnya. Karena itu, tua muda, kecil besar di kampung itu kasih dan sayang kepada Midun. Hampir semua orang di kampungnya kenal akan dia. Sebab itu namanya tergantung di bibir orang banyak, dan budi pekertinya diambil orang jadi teladan. (Sati, 1928, hal. 4)
Menganalisis novel Sengsara Membawa Nikmat dengan Pendekatan Pragmatis ini kita jadi mengetahui bahwa selama kita hidup, harus memiliki budi pekerti yang baik agar orang lain dapat disukai banyak orang dan menjadi teladan untuk yang lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H