Lihat ke Halaman Asli

Annisa Dwi Rahayu

Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang

Sabuk Gunung Sindoro sebagai Upaya Pelestarian Alam

Diperbarui: 19 Desember 2022   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Rikmaya Nur Izzah | #MahasiswaSejarahUM

Kearifan lokal adalah sebuah pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat pada suatu wilayah tertentu, yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan serta keharmonisan antar individu. Salah satu contoh kearifan lokal yang akan dibahas kali ini adalah tradisi Sabuk Gunung di Gunung Sindoro yang merupakan sebuah tradisi lokal dan telah ada sejak lama di wilayah tersebut.

Mulanya tradisi ini tumbuh ketika masyarakat tengah marak membuka lahan pertanian di lahan yang seharusnya merupakan kawasan hutan lebat di lereng gunung. Tentunya kondisi ini berpotensi mengakibatkan erosi pada lahan karena ketiadaan tanaman tahunan sebagai pengikat permukaan tanah dan lapisan permukaan bumi. Hal ini lambat laun mengakibatkan terjadinya pengikisan dan juga berpotensi untuk menghilangkan lapisan tanah tersebut. Dengan inisiatif nya, masyarakat di sekitar lereng Gunung Sindoro mulai mengadakan kegiatan Nyabuk Gunung, yang mana di dalamnya terdapat kegiatan bercocok tanam dengan menerapkan teknik terasering yang dibentuk dengan menyesuaikan garis kontur.

Persepsi masyarakat mengenai sabuk gunung merupakan kearifan lokal di bidang pertanian dan dapat dikenali dengan berbagai istilah seperti bedengan, ledokan, larikan, nggalengi, kotakan, dan banjaran. Upaya masyarakat untuk menggemburkan tanah sangat erat kaitannya dengan pengendalian erosi tanah yaitu sebesar 439,57 ton/ha/tahun. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan arahan konservasi lahan berupa pengelolaan hutan alam dengan teras penutup lahan, kemudian penanaman tanaman perkebunan seperti kopi, terong belanda, dan teh disisipkan dalam tanaman berumur pendek dengan menggunakan sistem tumpangsari.

Ringkasnya, Sabuk Gunung merupakan kearifan lokal masyarakat yang terdapat di lereng Sindoro dan bergerak dalam bidang pertanian. Pada kegiatan ini terdapat berbagai istilah dan makna yang terkait dengan sistem pertanian tradisional. Pertama, tahap pengelolaan tanah dengan membuat gundukan-gundukan tanah yang berupa undakan dan teras teras horisontal searah dengan kontur yang biasa disebut Larikan. Kedua, tahap pengelolaan tanah dengan cara memberi pemetakan pada suatu lahan, tahap ini biasa disebut dengan istilah Kotakan. Ketiga tahap pembuatan gundukan tanah berbentuk vertikal dan tegak memanjang serta lurus dengan kontur lereng, tahap ini biasa disebut sebagai Banjaran. Ledokan adalah pengelolaan lahan dengan membuat cekungan penadah air di dasar lahan pertanian. Yang kelima adalah Ngalengi, yang berasal dari kata Galengan, memiliki arti seperti tanggul. Sedangkan nggalengi sendiri dipahami sebagai upaya pengelolaan lahan masyarakat dengan pembentukan beberapa pemantang yang dipatok oleh tanaman keras seperti kopi, pinus, dan the yang dimanfaatkan pula sebagai pembatas antara ladang dan ladang, serta sebagai pelindung bagi tanaman lain yang tidak tahan panas.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tradisi sabuk gunung ini sangat erat hubungannya dengan upaya konservasi hutan yang dilaksanakan oleh masyarakat sekitar Gunung Sindoro guna mencegak terjadinya erosi tanah dan bencana-bencana lain. Sabuk Gunung menjadi sebuah komitmen bersama untuk selalu menjaga alam yang akan terus diwariskan kepada generasi muda yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline