Lihat ke Halaman Asli

Annisa Nurul Koesmarini

Do Good, Feel Good

Mengulik Beberapa Faktor yang Menyebabkan Orang Berat Berasuransi

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai asuransi jiwa dan asuransi kesehatan, saya kebetulan pernah menjadi nasabah dan pernah menjadi agen asuransi di salah satu perusahaan asuransi asing ternama. Jadi, saya mencoba senetral mungkin mengupas sekelumit perihal beratnya berasuransi yang dialami masyarakat Indonesia. Mendengar kata asuransi, rata-rata orang Indonesia yang dulu pernah saya temui (ketika saya masih menjadi agen) mengatakan bahwa mereka paham bahwa asuransi penting bagi mereka, namun ketika beranjak ke bagian pembayaran premi, terlihat jelas di raut wajah mereka bahwa mereka kelihatan enggan untuk menyisihkan sedikit penghasilan mereka untuk membayar premi.

Keberatan lainnya yang saya lihat adalah beberapa dari mereka (termasuk saya) kurang senang dengan pendekatan agen yang cenderung terlalu memaksa dan kurang profesional dalam melakukan pendekatan ke konsumen/nasabah. Mereka juga tidak senang dengan prosedur yang bertele-tele dan klaim yang susah bin ribet. Puncaknya, mereka akan lebih tidak senang lagi jika uang yang mereka bayarkan sebagai premi, hangus begitu saja (ketika mereka mengalami bencana finansial sehingga tidak bisa lagi mengangsur premi tiap bulannya atau tiap tahunnya), sementara mereka belum pernah merasakan manfaat asuransinya alias belum pernah klaim (karena mereka masih hidup, sehat wal’afiat dan tidak pernah sakit berat yang mengharuskan pergi ke rumah sakit). Dan seperti yang anda ketahui, perkataan negatif (contoh: komplain nasabah) mengenai suatu hal, produk atau peristiwa berdaya 8 kali lebih kuat daripada perkataan positif (contoh: kepuasan nasabah). Itulah kekuatan dari kata-kata negatif. Maka jangan heran dengan ungkapan lumrah di masyarakat bahwa “bad news is a good news”.

Saya kira, jika ada produk asuransi yang punya terobosan baru dalam melakukan pendekatan dengan konsumen, prosedurnya sederhana dan mudah dipahami, klaimnya mudah, dan dengan konsep premi yang tidak hangus jika kita belum pernah klaim sama sekali (misalnya dengan mengadopsi sambil memodifikasi dari konsep klinik asuransi sampah yang diterapkan oleh Gamal Albinsaid dan kawan-kawan di Malang-Jawa Timur, yaitu mereka yang membayar premi-dengan sampah- tetap mendapat manfaat yang terasa -walaupun mereka belum pernah klaim- dengan mendapatkan penyuluhan kesehatan gratis dari klinik setempat ataupun program penguatan kesehatan lainnya), tentu akan menjadi pilihan yang baik dan membahagiakan bagi masyarakat Indonesia untuk berasuransi.

Karena sejatinya, semua yang kita lakukan adalah untuk menghindari kepedihan dan merasakan kesenangan/kebahagiaan. Dengan tersedianya beragam pilihan produk asuransi yang memberikan kebahagiaan dan manfaat yang dapat dirasakan (walaupun mereka belum pernah klaim sama sekali), saya kira perlahan tapi pasti, masyarakat Indonesia akan teredukasi dengan baik akan pentingnya berasuransi, merasakan langsung manfaat asuransi dan menyebarkan virus positif betapa bahagianya berasuransi. Semoga...



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline