Lihat ke Halaman Asli

Annisa Nurul Koesmarini

Do Good, Feel Good

Bergeraklah Lebih Cepat untuk Kebaikan, Karena Diam Sama Saja dengan Mati

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417651282751137838

[caption id="attachment_380479" align="aligncenter" width="300" caption="Berlari Identik Dengan Bergerak Lebih Cepat (Sumber Gambar: informasitips.com)"][/caption]

Mungkin dalam benak Anda sering terlintas pertanyaan, mengapa bisa ada orang di satu sisi yang merasa senang dan ikhlas ketika harus bekerja dengan disiplin, namun di sisi lain ada yang merasa terbebani dan merasa kesenangannya terampas ketika harus berdisiplin kerja. Ada orang yang bisa konsisten rajin menggali potensi diri dan memaksimalkannya, namun ada pula orang yang menyia-nyiakan potensi dalam dirinya dan konsisten malasnya. Apa yang menentukan perbedaan dalam tindakan manusia? Bagaimana cara merubah perilaku buruk yang sudah mendarah daging menjadi perilaku baik yang bisa terus dibiasakan? Dahulu pertanyaan-pertanyaan ini sungguh membuat rasa penasaran saya bangkit dan ingin segera mencari tahu jawabannya. Dari beberapa buku yang pernah saya baca, kenudian dari beberapa teman yang saya ajak ngobrol dan saling curah gagasan (brainstorming), dipadukan dengan beberapa pengalaman yang saya alami, akhirnya saya menemukan satu hal yang pasti, yaitu semua yang kita lakukan, kita lakukan karena sebuah alasan. Entah kita sadar atau tidak menyadari alasan tersebut, tak diragukan lagi alasan itulah yang menjadi kekuatan motivasi buat kita dan menjadi trigger atau pemicu dibalik semua perilaku kita. Kekuatan inilah yang memengaruhi setiap aspek kehidupan kita. Apakah Anda ingin tahu, kekuatan apakah itu?

Itu adalah kekuatan untuk menghindari kepedihan dan merasakan kesenangan. Semua yang kita lakukan, pasti kita melakukannya baik untuk menghindari kepedihan atau keinginan untuk merasakan kesenangan. Kenyataannya manusia dapat belajar mengondisikan tubuh (body), pikiran (mind), dan perasaannya (soul) untuk menghubungkan kepedihan dan kesenangan dengan apa pun yang mereka pilih. Dengan mengubah apa yang kita hubungkan dengan kepedihan dan kesenangan, maka kita akan dengan cepat mengubah perilaku kita. Saya akan berikan contoh yang bisa dengan mudah kita amati dengan seksama, misalnya merokok. Untuk mengubah dari kebiasaan pecandu rokok menjadi stop merokok, yang perlu dilakukan adalah menghubungkan kepedihan yang cukup besar dengan merokok dan kesenangan yang cukup besar dengan berhenti merokok. Setiap perokok pasti memiliki kemampuan untuk melakukan hal ini sekarang, tetapi perokok ini tidak menggunakan kemampuan itu karena mereka telah melatih tubuh mereka untuk menghubungkan kesenangan dengan merokok atau mereka takut berhenti merokok karena menganggap rasanya akan sangat menyakitkan jika mereka hidup tanpa rokok (misalnya mulutnya terasa pahit atau asam, badan lemas, stress, tidak bisa berpikir, dan alasan lainnya yang membenarkan rasa menyakitkan yang dialami perokok rata-rata). Namun, jika Anda bertemu dengan seseorang yang telah berhenti merokok, Anda akan mengetahui kalau perilaku ini berubah dalam satu hari ketika mereka benar-benar mengubah apa arti merokok bagi mereka. Di tingkat yang lebih pribadi dalam kehidupan sehari-hari, kita juga bisa melihat orang-orang yang mengikuti program olahraga yang sangat ketat untuk membentuk tubuh mereka telah belajar untuk menghubungkan kesenangan yang sangat besar dengan ‘kepedihan’ ketika memeras tenaga. Mereka telah mampu mengubah disiplin yang tidak menyenangkan menjadi kepuasan karena dirinya berkembang.

[caption id="attachment_380481" align="aligncenter" width="300" caption="Belajar Untuk Menghubungkan Kesenangan Yang Sangat Besar Dengan Kepedihan Ketika Memeras Tenaga (Sumber Gambar: jibonkrocksite.blogspot.com)"]

14176523091715939325

[/caption]

Kemudian muncul pertanyaan tambahan lainnya, mengapa banyak orang yang tidak melakukan beberapa hal yang mereka tahu harus mereka lakukan? Mengapa mereka lebih senang menundanya? Jawabannya pun sangat berhubungan dengan pernyataan yang saya saya sebutkan di paragraf sebelumnya, yaitu karena pada tingkatan tertentu, kita percaya bahwa bertindak pada saat ini akan lebih menyakitkan daripada menundanya. Apakah anda pernah menunda sesuatu hal yang penting harus dilakukan dan anda menunda itu sangat lama sekali hingga mendadak anda merasakan ada tekanan untuk melakukannya dan menyelesaikannya? Apa yang terjadi? Mendadak, tidak bertindak menjadi lebih menyakitkan daripada menundanya. Hal ini pernah saya rasakan ketika saya menunda hampir setahun pengerjaan bab pembahasan skripsi saya dengan alasan menunggu data penting yang saya harapkan bisa saya dapatkan dan sampai di suatu titik, desakan dari lingkungan mengharuskan saya untuk menyelesaikan skripsi itu sehingga membuat menunda menjadi lebih menyakitkan daripada bertindak dan pilihan bertindak saat itu terasa lebih menyenangkan daripada menundanya. Jika pelajaran dari studi kasus di atas kita analogikan dan selaraskan dengan fenomena kenapa banyak orang menunda untuk memaksimalkan potensi diri, menunda untuk bergerak lebih cepat demi berbuat kebaikan, padahal mereka tahu hal itu penting dan sangat banyak manfaatnya, maka kitapun akan mendapatkan jawaban yang sama dengan kasus di atas,yaitu karena pada tingkatan tertentu, kita percaya bahwa bertindak pada saat ini akan lebih menyakitkan daripada menundanya.

Pesan saya, jangan sampai kita harus merasakan hal-hal yang menyedihkan dahulu, baru kita sadar bahwa menggali dan memaksimalkan potensi diri itu penting. Jangan sampai kita menghindari peluang demi waktu luang yang semu. Jangan sampai kita menunda kerja, menunda berbuat baik untuk diri dan lingkungan, kemudian kita menyesal ketika hari sudah senja, menyesal kenapa sedari muda kita tidak membiasakan hal-hal baik tersebut. Pada intinya, agar perubahan bisa abadi, kita harus menghubungkan kepedihan dengan perilaku lama kita, dan kesenangan dengan perilaku baru kita, serta mempertahankannya sampai tidak berubah. Ingatlah bahwa kita semua akan lebih berusaha menghindari kepedihan daripada yang kita lakukan untuk mendapatkan kesenangan. Kepedihan adalah pendorong yang sangat kuat dalam membentuk perilaku manusia. Agar perubahan perilaku ini menjadi jangka panjang, kita harus menghubungkan kepedihan (misalkan ketika kondisi keuangan kita sedang tidak kondusif, bisnis sedang bangkrut atau kondisi krisis yang menyebabkan pemecatan karyawan besar-besaran, kita sedang tidak punya simpanan/tabungan sama sekali atau kepedihan lainnya ketika orangtua atau anak kita sakit parah kemudian harus dilarikan ke rumah sakit, dan ternyata kita tidak bisa membiayainya karena tidak mempunyai tabungan maupun asuransi untuk meng-cover-nya) terhadap perilaku yang ingin kita hentikan dengan tingkat emosional yang tinggi sehingga kita tidak akan pernah mempertimbangkan untuk melakukan perilaku tersebut dan kemudian menghubungkan kesenangan dengan perilaku yang baru yang Anda inginkan. Misalkan perilaku baru yang ingin Anda bentuk adalah menabung, maka hubungkanlah menabung dengan kondisi saat Anda bisa mewujudkan impian Anda jalan-jalan keliling Indonesia bahkan dunia, bisa memberangkat kedua orang tua Anda umrah/haji, ataupun membelikan mainan terbaik yang anak Anda inginkan. Contoh lainnya misalkan perilaku yang Anda inginkan adalah disiplin dalam bekerja dan sigap dalam menyambut tantangan, maka hubungkanlah perilaku yang Anda inginkan tersebut dengan kesenangan karena pekerjaan Anda selesai tepat waktu, bos dan klien Anda senang dengan hasil pekerjaan Anda, kenaikan karier dan bonus Anda di tahun ini menjadi lebih cepat dari yang Anda duga, ataupun kebahagiaan anak istri/suami dan orang tua Anda karena memiliki pahlawan keluarga seperti Anda. Saya yakin, mereka yang terbiasa membentuk kebiasaan baik dan konsisten menjalankannya, maka kesuksesan hanya tinggal masalah waktu saja untuk menghampiri mereka. Saya yakin mereka yang menabur kebaikan, pada ujungnya akan menuai kebaikan pula. Saya yakin, tindakan yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Seperti slogan LA Lights, Lets Do It!

[caption id="attachment_380480" align="aligncenter" width="180" caption="Bekerja Lebih Disiplin, Lebih Sigap, Tidak Menunda-nunda (Sumber Gambar: mxan.wordpress.com)"]

1417651603284666580

[/caption]

[caption id="attachment_380482" align="aligncenter" width="300" caption="Gerak Lebih Cepat, Lets Do It (Sumber Gambar: la-lights.com)"]

1417652689598059093

[/caption]

Quote of The Day,

“Saya tahu tidak ada fakta yang lebih menarik dibandingkan kemampuan manusia untuk memperbaiki hidupnya dengan berusaha secara sadar”. – Henry David Thoreau

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline