Dahulu persoalan mengenai riba di masa pra-Islam dikaitkan dengan bentuk-bentuk jual beli.
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa semua bentuk kegiatan transaksi yang mengandung unsur riba sebelum datangnya Islam sudah dilarang dan tidak dipergunakan lagi. Sebelum turun ayat-ayat yang berkenaan dengan larangan riba bahwa transaksi riba telah terbiasa dilakukan oleh masyarakat arab, baik yang berada di kota Mekah maupun di Madinah. Dalam Islam ketika seseorang sedang kesusahan, maka seorang muslim yang lain sebaiknya membantu bukan malah sebaliknya memberatkan dan memberikan beban baru dengan meminta tambahan dari uang yang dipinjamkan.
Riba dalam bahasa artinya tambah, tumbuh dan membesar sedangkan menurut istilah riba diartikan sebagai tambahan dari harta pokok secara batil, baik dalam kegiatan transaksi jual-beli, pinjam meminjam maupun dalam bentuk lainnya. Batil tersebut merupakan perbuatan ketidakadilan (zalim) atau diam menerima ketidakadilan. Sikap pengambilan tambahan secara batil akan menimbulkan kezaliman di antara para pelaku ekonomi.
Pelarangan riba (prohibition of riba) dalam Islam secara tegas dinyatakan baik dalam Alquran maupun Hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur seperti pengharaman khamar pada Q.S. Ali Imran ayat 130 merupakan ayat pertama yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang Islam. Larangan ini merujuk kepada apa yang dipraktikkan oleh orang-orang Arab pada masa itu, dengan cara menambah bayaran jika hutang tidak bisa dibayar ketika jatuh tempo. Adapun perkataan berlipat ganda dalam ayat ini merupakan ciri hutang zaman jahiliah yang senantiasa bertambah sehingga menjadi berlipat ganda.
Dengan demikian pelarangan riba ini adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan dalam perekonomian.
Menurut pengertianya bunga adalah suatu tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Kemudian bunga termasuk riba atau tidak, ada dua pendapat yang mengatakan:
1. menurut pendapat ijma ulama di kalangan semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk kategori riba.
2. adapun pendapat yang menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori riba.
Adapun hal yang menjadi masalah kontroversial seputar bunga yang terjadi di kalangan para tokoh Islam antara argumen dengan pembenaran konsep bunga yang bersifat ilmiah dan argument sebagai kritikan terhadap teori-teori yang dikemukan oleh kalangan yang membenarkan adanya bunga.
Pertama persoalan tingkat bunga,
Pada tingkat yang wajar maka bunga dibolehkan. Namun tingkat bunga wajar ini tergantung pada waktu, tempat, jangka waktu, jenis usaha dan skala usaha. Aspek ini juga terdapat pada ayat pelarangan riba tahap ketiga yaitu pada Q.S. Ali Imran ayat 130 merupakan ayat pertama yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang Islam. Larangan ini menuju kepada apa yang di praktikkan oleh orang arab pada masa itu dengan cara menambah bayaran utang jika tidak bisa membayar utang yang sudah jatuh tempo.