Lihat ke Halaman Asli

Tidak Harus Beuty Standar

Diperbarui: 25 Oktober 2024   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Standard kecantikan hanyalah acuan masyarakat yang berkeinginan dari diri sendiri untuk mengikuti suatu trend yang ada di media sosial, ingin terlihat cantik, ingin dipandang indah dengan orang lain. Tanpa disadari, standar kecantikan selalu menjadi hal yang mendegradasi jati diri dan menggerus rasa percaya diri perempuan. Tidak sedikit perempuan menilai dirinya tidak cantik karena berkulit gelap atau cokelat. Tidak sedikit perempuan menilai dirinya jelek karena memiliki rambut ikal dan keriting. Tidak sedikit perempuan merendahkan diri karena memiliki tubuh yang gemuk dan tidak langsing.

 Fenomena ini dikuatkan dengan hasil survei ZAP Beauty Index tahun 2018, sebanyak 73.1 persen, perempuan Indonesia menganggap cantik adalah memiliki kulit yang bersih, cerah, dan glowing. Terlebih, bukan laki-laki yang mempelopori hegemoni ini, tetapi kaum perempuan sendirilah yang sesungguhnya melabeli diri sampai melabeli perempuan lain, dari kejadian tersebut banyak perempuan yang merasa insecure dengan diri nya sendiri, dibalik kecantikan fisiknya, kecantikan yang sebenarnya adalah cantik hatinya, cantik akhlaknya, itu lebih baik dari kecantikan fisik sehingga perempuan sulit untuk bersyukur dengan apa yang dia miliki.

Saya tidak setuju jika ada penilaian masyarakat sering merasa harus memenuhi standard kecanikan yang telah ditetapkan dimedia sosial. Kecantikan memang menjadi salah satu indikator kecenderungan atau daya tarik seseorang dimedia sosial. Tapi itu semua bakal tolak ukur akhir. Menurut saya, penggunaan media sosial kini lebih luas manfaatnya, baik itu sebagai marketing, portal berita, hingga menginfluence khalayak. 

Dari sekian banyak penggunaan media sosial tersebut, keputusan akhir khalayak berada pada tingkat kebutuhannya. Jadi pada kelompok masyarakat yang sadar akan nilai kebutuhan tersebut, mereka seharusnya tidak perlu merasa harus meemnuhi satndard keantikan di media sosial. Justru, nilai -- nilai informasi dan konten berkualitas selayaknya yang diprioritaskan, itu yang lebih bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline