Dalam lanskap perfilman horor Indonesia yang semakin kompetitif, Santet Segoro Pitu hadir dengan menawarkan premis menarik berupa eksplorasi tradisi mistis nusantara, yaitu santet, yang dikaitkan dengan mitos Segoro Pitu. Disutradarai oleh Tommy Dewo dan diproduksi oleh Hitmaker Studio, film ini menggabungkan nuansa kearifan lokal dengan sentuhan sinematografi modern untuk menciptakan atmosfer horor yang otentik.
Dengan tema yang kental akan budaya Jawa, film ini berhasil menarik perhatian luas, terbukti dari jumlah penontonnya yang sudah melampaui 800.000 orang. Namun, di balik antusiasme tersebut, muncul pertanyaan besar apakah film ini mampu menyampaikan cerita kompleks yang memikat, atau justru hanya mengulang formula horor yang sudah sering kita lihat? Perdebatan ini membuat Santet Segoro Pitu menjadi salah satu film yang layak dibahas secara kritis.
Selama satu setengah jam, penonton akan diajak menyusuri teror yang dialami Sucipto (Christian Sugiono) dan keluarganya setelah menemukan bungkusan misterius dan mendengar suara menakutkan dari sekelompok suku pedalaman. Ancaman gaib ini segera berubah menjadi bahaya nyata yang mengancam nyawa mereka.
Dalam perjuangan untuk menyelamatkan keluarga, kedua anak Sucipto, Ardi (Ari Irham) dan Syifa (Sandrinna Michelle), harus melaksanakan misi berbahaya yaitu mengambil air dari tujuh laut di pulau Jawa sebagai bagian dari ritual penyelamatan. Teror ini bukan sekadar santet biasa, melainkan bentuk ilmu hitam tingkat tinggi yang dikenal sebagai Santet Segoro Pitu, kekuatan gaib yang berasal dari luar tanah Jawa.
Film Santet Segoro Pitu memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya layak mendapat perhatian sebagai salah satu karya horor yang menonjol di tahun 2024. Salah satu daya tarik utama film ini adalah keberaniannya mengangkat mitologi santet, sebuah tema yang jarang dieksplorasi dalam sinema Indonesia.
Penggunaan mitologi ini tidak hanya memberikan nuansa baru, tetapi juga menciptakan cerita yang dramatis dan penuh ketegangan. Fokus cerita pada keluarga Sucipto, yang diteror oleh santet kuat dari luar Pulau Jawa, menjadi kunci yang sukses membangun atmosfer misteri dan horor yang mencekam.
Hal ini semakin menarik karena cerita tersebut diklaim berdasarkan kisah nyata, yang awalnya dibagikan dalam thread viral oleh @BETZILLUSTRATION. Klaim ini menambah daya tarik film karena penonton cenderung tertarik pada cerita yang memiliki hubungan dengan pengalaman nyata, meskipun terbungkus dalam nuansa mistis.
Selain itu, keunggulan visual dan desain produksi juga memberikan kontribusi besar terhadap kekuatan film ini. Tata artistik yang detail dan akurat berhasil membawa penonton ke era tahun 70-80an, terutama melalui penggambaran lokasi seperti pasar dan rumah, yang terasa sangat autentik.
Tidak hanya itu, pemandangan pantai dan perjalanan yang menjadi bagian dari narasi menambah elemen visual yang memukau, memberikan keseimbangan antara kengerian dan keindahan. Elemen-elemen ini tidak hanya meningkatkan kualitas estetika film, tetapi juga memperkuat immersi penonton dalam cerita yang disajikan.
Kualitas akting para pemeran juga menjadi salah satu faktor yang mendukung keberhasilan film ini. Christian Sugiono dan Ari Irham, sebagai pemeran utama, menunjukkan peningkatan performa yang signifikan, meskipun dialog dalam beberapa bagian terasa kurang natural.
Meski demikian, emosi yang ditampilkan oleh para aktor tetap mampu menghidupkan konflik dan ketegangan dalam cerita. Akting yang solid ini diperkuat oleh efek visual yang realistis dan penggunaan elemen gore yang seimbang, menciptakan suasana horor yang intens namun tidak berlebihan.