Pada Kamis malam, 3 Mei 2018, sekitar 300 warga negara asing, terutama dari Arab Saudi, berkumpul di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh untuk menikmati pertunjukan musik angklung dan kesenian thilung. Acara ini berjudul "Indonesia Night Bamboo Harmony" diselenggarakan oleh KBRI Arab Saudi sebagai bagian dari diplomasi budaya. Pertunjukan ini dibawakan oleh komunitas Saung Angklung Udjo dari Bandung dan Thilung dari Yogyakarta. Melalui acara ini, Indonesia menunjukkan bagaimana soft power dapat digunakan untuk mempererat hubungan internasional dan mempromosikan kebudayaan.
Soft power adalah kemampuan untuk membujuk orang lain melakukan apa yang kita inginkan melalui daya tarik budaya, nilai-nilai, dan kebijakan (Nye, 2004). Seni persuasi ini mempengaruhi keyakinan, sikap, niat, motivasi, atau perilaku seseorang. Dalam era informasi, kompetisi tidak lagi hanya tentang kekuatan militer, tetapi tentang siapa yang memiliki "cerita" yang paling menarik.
Oleh karena itu, memperoleh soft power adalah proses menyunting cerita dan menyampaikannya dengan cara yang menarik untuk mendapatkan dukungan dari negara sasaran. Diplomasi budaya adalah bentuk diplomasi publik yang membantu negara memperoleh soft power.
Melalui pengaruh budaya jangka panjang, negara yang melaksanakan diplomasi budaya akan mendapatkan banyak pendukung dari berbagai kelas dan profesi di negara lain. Meskipun membutuhkan waktu dan kesabaran, diplomasi budaya menawarkan keuntungan besar bagi kepentingan jangka panjang negara (Nye, 2011).
Budaya adalah seperangkat praktik yang menciptakan makna bagi suatu masyarakat, mencakup seni, pendidikan, ide, sejarah, sains, teknologi, agama, adat istiadat, bahasa, dan lain-lain (Waller, 2009). Melalui grand theory tersebut, Waller merumuskan tiga poin utama dari diplomasi budaya.
Pertama, melalui cara yang efektif untuk mempublikasikan apa yang ingin ditunjukkan kepada orang lain, membuat orang asing memiliki pandangan positif atau kesan baik terhadap citra masyarakat, budaya, dan kebijakan negara tempat diplomasi budaya dilakukan. Kedua, menarik organisasi atau individu tingkat pemerintah atau sipil dari negara target untuk melakukan kerja sama yang baik dengan negara yang melakukan diplomasi budaya dengan pola pikir atau cara yang lebih inklusif. Ketiga, elemen diplomasi budaya mencakup seluruh karakteristik dalam suatu budaya: termasuk seni, pendidikan, ide, sejarah, sains, teknologi, agama, adat istiadat, bahasa, dan lain-lain.
Dalam konteks diplomasi budaya Indonesia di Arab Saudi, penggunaan musik angklung dan kesenian thilung menjadi alat yang efektif untuk mempromosikan budaya Indonesia. Angklung, alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dan telah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 2010, serta thilung, seni pertunjukan khas Yogyakarta, menawarkan pengalaman budaya yang unik dan mendalam bagi penonton di Arab Saudi.
Kegiatan ini juga mencerminkan tiga poin utama yang dijelaskan oleh Waller. Pertama, Indonesia mempublikasikan elemen budayanya yang unik melalui pertunjukan angklung dan thilung sehingga memberikan citra positif tentang budaya Indonesia. Pertunjukan ini memberikan wawasan mendalam tentang kekayaan budaya Indonesia yang tidak hanya dikenal melalui tenaga kerja atau jemaah haji, tetapi juga melalui seni dan budaya yang kaya dan beragam. Dengan menunjukkan keindahan dan kompleksitas budaya Indonesia, acara ini berhasil menciptakan pandangan positif dan apresiasi terhadap Indonesia di mata masyarakat Arab Saudi.
Kedua, acara ini menarik berbagai kalangan masyarakat Arab Saudi, termasuk pejabat dan mahasiswa, untuk berpartisipasi aktif dan berkolaborasi dalam menikmati dan mempelajari seni budaya Indonesia. Antusiasme yang ditunjukkan oleh masyarakat Arab Saudi sangat tinggi, mereka tidak hanya menonton, tetapi juga berpartisipasi aktif dengan memainkan alat musik angklung. Ini menunjukkan potensi besar dari diplomasi budaya sebagai alat komunikasi yang efektif antar masyarakat kedua negara.
Pengalaman langsung seperti ini dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap budaya Indonesia, sekaligus membuka peluang kerjasama di masa depan. Dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat, diplomasi budaya ini mendorong inklusivitas dan kerjasama yang lebih luas, sesuai dengan poin kedua Waller.
Ketiga, melalui kegiatan ini, Indonesia menunjukkan berbagai aspek budayanya, seperti musik, seni pertunjukan, dan kerajinan tangan, yang semuanya adalah bagian dari warisan budaya Indonesia. Dengan menampilkan elemen-elemen ini, Indonesia tidak hanya mempromosikan seni dan budaya, tetapi juga memperkenalkan nilai-nilai, adat istiadat, dan sejarahnya.