Lihat ke Halaman Asli

Annisa Dwi Rahma Gissela

Mahasiswi Sekolah Vokasi IPB University Prodi Komunikasi Digital dan Media

"Waktunya Perubahan" adalah Awal Mula Kesetaraan dalam Berkomunikasi

Diperbarui: 16 Februari 2024   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan Dalam Debat Pilpres Terakhir 2024 - Mengisyaratkan "Waktunya Perubahan". Foto : tangkapan layar siaran langsung

Bahasa isyarat pada umumnya mempunyai kedudukan sebagai cara berkomunikasi yang   dikhususkan untuk kaum disabilitas yang mempunyai keterbatasan untuk mendengar   ataupun berbicara. Namun, kedudukan bahasa isyarat tergolong rendah karena kemampuan masyarakat kita di Indonesia mayoritas tidak menguasai bahasa isyarat. Hal   tersebut menjadi isu yang menyebabkan ketimpangan dalam kluster sosial dalam cara   penyampaian komunikasi yang adil dan setara kepada kaum disabilitas.   

Mengutip dari pernyataan Anies Baswedan pada debat capres (Calon Presiden) terakhir pada 4/2/2024 yang menyatakan "Membantu disabilitas itu bukan charity, tapi   pemenuhan hak asasinya", cara komunikasi yang mereka gunakan tentunya adalah cara   mereka untuk mengakses informasi dengan satu sama lain. Penggunaan bahasa isyarat ini   pun berkorelasi dengan pemenuhan hak asasi yang sepantasnya mereka dapatkan bisa kita   mulai dari memahami cara berkomunikasi yang mereka gunakan. 

Urgensi Bahasa Isyarat Di Indonesia

Sesuai dengan pernyataan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, No.19 Tahun 2011 Pasal 24 ayat 3, Perserikatan Bangsa Bangsa, menyatakan bahwa negara-negara wajib mengambil langkah-langkah yang tepat dan layak, termasuk menyediakan pembelajaran bahasa isyarat dan kemajuan identitas linguistik masyarakat disabilitas (Zulpicha, 2017).   Indonesia sepantasnya merealisasikan hal tersebut untuk kemajuan sumber daya manusia   bangsa, terutama dalam pemenuhan haknya.   

Kenyataan yang ada di lapangan justru berbeda dengan apa yang seharusnya dipenuhi   oleh kita semua sebagai masyarakat yang hidup berdampingan dengan teman-teman   disabilitas. Walaupun sekolah inklusif tetap diadakan, namun secara umum untuk   berkomunikasi pada kegiatan sehari-hari, bahasa isyarat yang tergolong sangat penting   untuk kaum disabilitas sangatlah dibutuhkan tetapi masyarakat yang sebagai mayoritas   masih belum mampu menggunakannya.   

Masyarakat memiliki stigma yang masih asing terhadap bahasa isyarat sehingga bahasa isyarat seringkali dianggap  sebagai penghambat ataupun hal yang terlalu sulit untuk dipelajari. Tetapi, solusi yang  bisa diambil adalah edukasi yang diberikan kepada masyarakat tentang bahasa isyarat   sejak dini dapat meningkatkan elektabilitas penggunaannya karena masyarakat dapat   tumbuh dan terbiasa dengan adanya pembelajaran tentang bahasa isyarat.  

Edukasi sejak dini yang interaktif tentang bahasa isyarat dapat diimplementasikan dengan melibatkan sahabat disabilitas ke dalam pembelajarannya agar masyarakat bisa mendapatkan perspektif dalam cara berinteraksi dan menumbuhkan rasa menghargai yang tinggi. 

Menjunjung Hak Asasi Dan Komunikasi Yang Adil Dan Setara

Pembelajaran atau edukasi tentang penggunaan bahasa isyarat sejak dini kepada   masyarakat akan menjadi sebuah langkah besar untuk menghilangkan rasa ketimpangan   terhadap kaum disabilitas dalam berkomunikasi. Tak hanya itu, masyarakat dapat lebih   memahami bahwa kaum disabilitas pun berhak untuk diberikan sebuah wadah pengertian agar mereka tak merasa seolah-olah dibedakan dengan adanya kekurangan yang mereka miliki. 

Dorongan masyarakat pun dapat membantu menaikkan penggunaan bahasa isyarat   sebagai salah satu cara pertukaran informasi yang dapat dipakai di kehidupan sehari-hari,   terutama untuk berkomunikasi kepada kaum disabilitas. Tentunya, kaum disabilitas   mempunyai hak yang sama dan setara seperti masyarakat yang lainnya.

Hubungan antara hak asasi dan keadilan dalam berkomunikasi harus ditekankan kembali, terutama di dalam keseharian masyarakat. Terkadang contoh yang ada di dala  masyarakat ada di kalangan anak-anak, sahabat disabilitas yang ditandai sebagai orang yang 'dibedakan' dikarenakan kekurangannya, dicap minoritas karena perbedaan yang signifikan dari yang lainnya. Contoh tersebut memberikan perspektif tentang diskriminasi yang seringkali dialami oleh sahabat disabilitas, bahkan jika kita melihat dari sudut pandang lain pun banyak sekali hal tentang diskriminasi yang sering mereka alami di kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan, masyarakat yang sekiranya hanya mengetahui bahsa seseorang itu adalah kaum disabilitas, perpektif masyarakat langsung menekankan bahwa seseorang itu adalah manusia yang 'berbeda'. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline