Lihat ke Halaman Asli

Annisaa Ganesha

Kumpulan Mahasiswi Ideologis

Menolak Upaya Pembungkaman

Diperbarui: 16 November 2019   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, M. Nasir, menyayangkan terjadinya demo mahasiswa terkait Rancangan Undang Undang (RUU) yang dianggap mahasiswa bermasalah beberapa hari lalu. Menristekdikti mengancam akan memberikan sanksi bagi perguruan tinggi yang mengizinkan mahasiswanya untuk berdemo. Beliau menyarankan harusnya dosen mengajak dialog mahasiswa terkait penyelesaian masalah dan meminta mahasiswa sebagai insan akademik untuk menyampaikan kritik dengan baik.

Tindakan yang diambil oleh menristekdikti dianggap sebagai upaya pembungkaman terhadap kritik mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan bagian dari masyarakat juga memiliki hak untuk menyampaikan pendapat sebagaimana yang telah dijamin oleh UUD 1945 pasal 28E ayat 3. Adapun demonstrasi adalah hak asasi manusia dan salah satu metode yang sah untuk menyampaikan pendapat, sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Tindakan pembungkaman juga terlihat dari adanya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berpotensi memiliki pasal multitafsir. UU ITE ini dapat menjerat siapun yang dinilai menghina orang menggunakan teknologi informasi. Ketidakjelasan batasan dari kata 'menghina' akan dapat dijadikan alat untuk membungkam kritik yang tidak bersesuaian dengan pemerintah. Hal ini akan sangat berbahaya karena dapat menghilangkan kontrol masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Mahasiswa sebagai insan akademik harusnya berperan sebagai garda terdepan dalam kontrol terhadap kinerja pemerintah. Hal itu dikarenakan kondisi mahasiswa yang tidak memiliki kepentingan pribadi dengan pemerintah, diharapkan akan menghasilkan analisis yang lebih objektif. Hal ini akan semakin kuat karena mahasiswa dapat mendiskusikan masalah yang terjadi kepada dosen ahli sehingga dapat menghasilkan solusi yang tepat. Peran kontrol dan kritik ini juga diajarkan dalam Islam sebagai kegiatan mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah.

Adapun poin lain yang harus diperhatikan adalah penyampaian kritik haruslah didasari oleh kesadaran, sehingga tidak hanya dilakukan karena mengikuti suasana ataupun membebek dengan yang lain. Selain itu, solusi yang ditawarkan haruslah menuju kepada akar dari permasalahan sehingga dapat menghasilkan perubahan yang signifikan. Hal ini penting karena jika permasalahan yang diselesaikan pada permukaannya, hanya akan menunda sebentar sebelum akhirnya timbul masalah serupa karena akar permasalahan masih belum diselesaikan.

Hal ini dapat kita amati dari peristiwa reformasi 1998 yang tercatat dalam sejarah sebagai aksi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru saat itu. Akan tetapi, nyatanya 11 tahun berselang dari peristiwa itu, kinerja pemerintah seakan menunjukkan persamaan dengan pemerintah zaman orde baru yang melakukan tidakan represif untuk membungkam kritik yang tidak sesuai dengan pemerintah. Hal ini menujukkan bahwa akar permasalahan masih belum terselesaikan.

Sistem pemertintahan kapitalisme yang masih dianut oleh Indonesia saat ini menunjukkan adanya ketidakmampuan untuk mengatur masyarakat dan membawa kepada perubahaan hakiki. Oleh karena itu, idealisme dan semangat mahasiswa perlu dikawal dan diarahkan pada solusi yang benar (shahih) dan mendasar agar dapat membawa kepada perubahan yang hakiki, yaitu dengan Islam rahmatan lil 'alamin. // rr

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline