Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Kuliah Subuh

Diperbarui: 23 Juli 2023   00:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi "Kuliah Subuh" (Sumber: unsplash.com/@jplenio)

Seperti biasa, sebelum adzan Subuh berkumandang selimut Andri sudah ditarik paksa oleh kakeknya. Usaha yang sia-sia seperti biasanya juga. Andri semakin meringkuk, memeluk lutut. Matanya enggan terbuka. Hanya badannya yang aktif merespon udara dingin. Ia seperti ulat kaki seribu yang kena ujung sapu: mengunci posisi tak peduli perlakuan yang didapat.

Kakeknya mengumbar beberapa kalimat sambil bersungut-sungut. Lalu beranjak pergi ke masjid. Andri lega sesaat. Ia terlelap lagi sebelum terbangun mendengar pintu rumah terbuka. Kakeknya sudah pulang dari masjid. Pertanda matahari sudah hampir terbit. Andri melompat dari tempat tidur, mengambil wudhu dan segera menggelar sajadah. Kakeknya batal marah-marah karena ia sudah dalam posisi takbiratul ihram.

Tapi si kakek tidak segera pergi. Baru selesai membaca Al Fatihah, Andri mendengar pergerakan di belakangnya. Suara berderit dari pegas ranjang tua yang diduduki. Andri menelan ludah. Selesai sholat ia pasti akan diceramahi.

"Percuma kamu ikut perayaan kalau sholatmu masih telat begini," sang kakek membuka kalimat pertama kuliah subuhnya yang agak kesiangan. Setelah jeda seusai salam dengan dzikir yang tidak khusyuk, Andri berbalik menghadap kakeknya dengan posisi siap mendengarkan. Menerima nasib. Hanya perlu tarikan nafas di awal dan mengangguk-angguk patuh. Setelah itu ia akan bisa melanjutkan tidur nyenyaknya. Demikian pikir Andri.

"Kamu cuma ikut-ikutan saja, memangnya kamu paham esensi sebenarnya dari apa yang kamu rayakan kemarin?"

Bibir Andri bergetar demi menahan diri agar tidak menguap. Tadi malam setelah acara pawai obor resmi ditutup panitia, ia dan teman-temannya tidak langsung pulang. Mereka ngobrol 'sebentar'. Istilah kerennya: nongkrong. Tapi rasanya tidak pas disandingkan dengan agenda Tahun Baru Islam. Sebut saja 'bersilaturrahmi'. Mereka baru ketemu kasur di rumah masing-masing ketika tengah malam.

"Orang-orang bersuka cita dan saling bertukar sapa 'Selamat Tahun Baru Hijriyah!'. Kamu dan kawan-kawanmu itu pasti juga begitu, kan?"

Andri mengangguk khidmat, tidak berani menatap langsung kakeknya. Ia bisa membayangkan status medsos kawan-kawannya sekarang. Hampir dipastikan ucapan selamat dengan berbagai desain memenuhinya. Sebenarnya sudah dimulai dari kemarin, tapi hari ini pasti lebih masif lagi.

"Bah! Yang berganti hanya bilangan tahun. Coba kau perhatikan, berapa banyak yang benar-benar bisa 'mengganti' kelakuan jeleknya setelah doa-doa baik itu?"

Andri mulai tidak yakin kakeknya sedang menceramahinya atau orang-orang di luar sana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline