Lihat ke Halaman Asli

Puisi: Yang Terhormat, Perantaraku Menemu Malaikat

Diperbarui: 9 Juli 2023   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (unsplash.com/@sstoppo)

Kepada yang terhormat, Tuan yang sedang meringkuk di pojok sana.
Kata-kata terakhir yang kudengar dari mulutmu telah memanggilku kemari.
Lirih yang menggema dari balik daun telingaku.
Belulang rapuh yang telah ditinggal ruh.

Pada malam yang dengan ambisi kau biarkan aku merasa.
Pisau yang rindu batang napasku.
Satu-satu darah membeku lalu nyawa melayang menjadi abu.
Abuku abu jiwamu dari masa lampau beterbangan dibawa risau.
Tanganmu telah lebih dingin dari kosong ragaku.
Pun otakmu tidak lebih waras dari jiwaku yang meranggas.

Kubertamu malam ini dalam ruang bayang pelarianmu atas ketiadaanku.
Dan akan kukisahkan balada orang terdahulu yang telah kujumpa di bawah tanah.
Prosa biasa yang tak tertulis dalam buku sajak bahasa.
Dari jiwa-jiwa yang tertatih merangkak dari bawah bumi mencari para perantara mereka.

Tak bermaksud menakuti.
Aku pasang telinga dengan alasanmu.
Aku mengepal dendam agar tak berserakan menguburmu.
Aku membawa batu untuk menyumpal mulutmu bilamana kau berteriak.
Aku membawa gumpalan kapas untuk menutup hidungmu bilamana kau tak tahan dengan aroma lukaku.

Kata maut, aku boleh membawamu.
Wahai Tuan yang mengantarku pada batas dunia.
Sepanjang malam yang romantis atas pertemuan kita.
Aku akan membantumu mengukir nama di atas pusara.

Demikian janjiku malam ini.
Menemani hatimu yang telah lebih dulu mati.

-

Baca puisi Annisa A lainnya: Ada MalamDitelan Tanah Rantau
Cerpen lainnya: 
Memutus SiklusLubang Hitamdan lain-lain.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline