Lihat ke Halaman Asli

Annisa F Rangkuti

TERVERIFIKASI

🧕

[WPC 5] Pintar Masak ala Mertua

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1337660868400459153

[caption id="attachment_182913" align="alignright" width="291" caption="Gulai bebek cabai hijau, buatan Ibu mertua."][/caption] SIAPA bilang tinggal di rumah mertua itu banyak tak enaknya? Saya pernah tinggal selama lebih dari 2 tahun di rumah mertua. Alhamdulillah tak pernah terjadi masalah yang biasa diributkan antara mertua dengan menantu, khususnya Ibu mertua dengan menantu perempuan. Saya justru belajar banyak dari Ibu mertua saya. Terutama tentang ilmu memasak. Kalau untuk urusan ini, saya acungi banyak jempol buat Ibu mertua saya.

Selain kesibukannya di kantor (sebelum pensiun setahun yang lalu), beliau masih sempat-sempatnya bersibuk-sibuk ria di dapur sebelum atau sesudah pulang kerja. Saya yang saat itu masih bekerja dengan jadwal yang relatif fleksibel, biasanya akan ikut membantu sekalian belajar. Tak jarang saya juga memasak menu hari itu untuk keluarga. Itu karena sudah diajari Ibu mertua, jadi saya tinggal mempraktikkannya saja.

Mungkin yang membuat hubungan saya dan Ibu mertua harmonis karena masing-masing sudah tahu perannya. Tak ada yang merasa lebih dominan. Saya dan Ibu mertua berusaha untuk saling menghargai dan tidak mencampuri urusan masing-masing, meskipun kami tinggal di satu atap. Saya sebagai menantu, yang sejatinya adalah "pendatang baru" di rumah itu juga selayaknya menganggap kedua mertua sebagai orangtua sendiri, namun tetap tahu batasannya. Syukurlah kedua mertua saya adalah pasangan yang berpikiran terbuka, egalitarian, humoris, sehingga tak sulit bagi saya untuk masuk di keluarga baru.

Biasanya hari Sabtu dan Minggu adalah waktu belanja dan masak bersama. Akan banyak menu yang disajikan pada hari itu. Dari kebiasaan itulah, saya menyerap ilmu yang bermanfaat tentang memasak, khususnya masakan Minang. Iya, keluarga suami adalah keluarga Minang tulen, sehingga tak heran kalau siapa saja yang bertandang ke rumah mertua, akan senantiasa disajikan menu masakan seperti di rumah makan Padang. Antara lain ada rendang, udang petai balado, kalio ayam, gajebo, gulai nangka, sayur buncis hati, dan lainnya.

Di antara semua itu, gulai bebek cabai hijau khas Kotogadang (Bukittinggi) adalah menu favorit para tamu yang datang, khususnya saat ada acara arisan keluarga atau lebaran. Memasak menu ini perlu keahlian khusus, karena mengolah daging bebek susah-susah gampang. Jadi saya belum pernah memasaknya sendiri, kecuali dengan bantuan Ibu mertua.

[caption id="attachment_182914" align="alignright" width="277" caption="Gajebo, gulai lemak tanpa santan. Tapi tetep aja cepet bikin gendut (masih buatan mertua). ;D "]

13376609891248185648

[/caption]

Konon, perempuan Minang wajib bisa memasak. Tak ada alasan untuk tak bisa memasak. Filosofinya adalah selain untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, masakan juga berfungsi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Dengan adanya istri yang terampil memasak, suami dan anak-anak akan merasa betah di rumah. Hmmm...menarik! Mungkin itu juga yang membuat Ibu mertua saya merasa perlu mengajari saya benar-benar, karena melalui ikatan pernikahan, secara tak langsung saya sudah terdaftar juga sebagai perempuan "Minang". Filosofi itu sudah terbukti pada saya. Suami saya lebih senang makan di rumah daripada jajan di luar. Kecuali kalau lagi ingin makanan yang saya tak bisa membuatnya. Siomay, martabak, sampai pizza atau sushi. Hehehe...

Kalau sebelum menikah saya paling malas membantu Ibu saya di dapur, kecuali kalau kepepet (hahaha..), sekarang saya malah sudah bisa dikatakan piawai dalam memasak gulai. Gulai! Sulit dibayangkan jika akhirnya saya bisa memasak menu berat itu. Ibu saya sampai takjub sekaligus heran dengan perubahan positif putrinya ini. Hihihi..

Kalau dulu saat masih tinggal bersama Ibu, paling-paling saya bisa memasak air, nasi, goreng-gorengan (termasuk nasi goreng, telur goreng, ikan goreng, ayam goreng. Hahaha...), mie instan, pokoknya yang simpel-simpel. Tapi sekarang saya sudah berani bereksperimen, memadupadankan resep Ibu mertua dan Ibu saya sendiri. Karena sebenarnya masakan khas Mandailing dan Minang itu tak jauh berbeda. Sama-sama ada rendang, sama-sama ada gulai, sama-sama ada balado. Tinggal menambah sedikit kreativitas, jadilah menu baru yang...hmmm..enak! ;D

Berikut disajikan foto-foto hasil masakan saya sendiri. Percaya kan? Harus percaya! ;D

Jangan lupa sediakan ember atau tissue untuk menampung dan mengelap iler.. (Pede kalau fotonya bisa bikin ngiler..hahaha...). Selamat menikmati... ;)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline