Lihat ke Halaman Asli

Annisa F Rangkuti

TERVERIFIKASI

🧕

Cerita Kalong

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_199892" align="alignright" width="300" caption="(http://dalmuji.wordpress.com/)"][/caption] Sungguh, saya rindu menulis lagi. Sudah lebih dari seminggu saya tidak menuangkan ide-ide yang acap kali berseliweran tapi harus begitu saja dilewatkan karena suatu alasan pekerjaan. Akhirnya, ide-ide itu terbang lagi, tak hinggap lama di kepala saya. Kalaupun masih hinggap, bayang wujudnya tak lagi seindah ketika ide itu pertama kali muncul. Pada akhirnya, menyesal juga mengapa ide itu tidak segera ditulis. Menyesal juga mengapa hal-hal lain menjadi alasan saya tidak menulis. Padahal, sejatinya menulis itu bagai mengalirkan air yang jernih. Kalau tidak dialirkan, niscaya akan mampat di kepala saja. Tergenang. Lalu karena tersimpan lama, jadilah ia keruh dan kotor. Lalu ketika ingin dialirkan karena wadahnya sudah berlumut, air itu sudah berubah warna, tak lagi jernih dan menyegarkan. Hmm...ya begitulah ide...kalau saya pikir-pikir. Ini analogi menurut saya. Dan itulah yang mungkin sedang terjadi pada saya. Karena keinginan menulis yang tak tersalurkan, ide-ide itu menumpuk saja di kepala. Karena sudah penuh, akhirnya malah tak bisa tidur. Ide-ide itu bersusun tak beraturan di kepala. Menghasilkan loncatan-loncatan yang mendesak keluar. Semua sudah di ambang pintu. Entah yang mana yang mesti didahulukan. Akhirnya malah jadi buntu. Tak tahu menulis apa. Ah, saya jadi rindu saat-saat otak saya aktif sampai jauh malam. Memikirkan ide apa yang akan saya tulis untuk esok hari. Bahkan terkadang sampai terbawa mimpi. Mungkin terkesan berlebihan, tapi itu pulalah yang akhirnya membuat saya paham mengapa penulis sejati itu terbiasa ngalong, insomnia. Apalagi saat ide-ide mengalir deras dari kepalanya yang tak jauh beda besarnya dari sebutir kelapa itu. Mungkin bisa-bisa tak tidur berhari-hari. Hanya memikirkan si ide itu saja. Kata-kata telah menjadi darahnya. Tapi setelah dipikir-pikir, tak perlu juga harus sampai insomnia begitu. Menulislah kapan saja selagi sempat. Tak perlu menunggu saat yang tepat, suasana yang tenang dan damai, serta menunggu suasana hati nyaman. Mungkin itu saja. Ini nasehat untuk diri saya sendiri sebagai orang yang masih dan terus belajar menulis. Maka biarkanlah saya ngalong, kali ini saja. Semoga... ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline