[caption id="attachment_332037" align="aligncenter" width="491" caption="Inspirational quote! (dok. AFR)"][/caption]
SUDAH sejak lama saya mengamati kiprah penulis ini di dunia fotografi, terutama sejak aktif di social media Instagram. Foto-foto yang diunggahnya ke media tersebut sungguh tak biasa. Kalau biasanya kita hanya akan berpose berdiri atau duduk sambil tersenyum menghadap kamera, atau sesekali memasang ekspresi muka yang lucu atau aneh, maka penulis yang bernama Junanto Herdiawan ini menambahkan satu pose lagi sebagai pelengkapnya; levitasi.
Bisa dikatakan, levitasi sudah menjadi spesialisasinya di bidang fotografi. Hmmm...seperti apa sih levitasi itu? Saya sendiri baru tahu kalau levitasi itu berbeda dengan jump shot, pose meloncat. Kalau di pose jump shot, objek yang difoto meloncat dan juga memasang ekspresi wajah meloncat. Tapi di levitasi tidak. Objek memasang ekspresi wajah biasa, natural, rileks, sambil meloncat, melompat, sehingga hasil foto menunjukkan pose seperti melayang, terbang, atau mengambang. Awalnya saya mengira teknik fotografi seperti itu hanya cukup diedit dengan aplikasi edit foto yang mulai menjamur di era digital ini. Ternyata, berlevitasi itu sama dengan mewujudkan impian manusia untuk terbang melawan gravitasi dengan memanfaatkan speed mode pada kamera. Ya, perlu kecepatan sepersekian detik untuk menangkap momen mengambang itu.
Setelah akun instagramnya dinobatkan sebagai salah satu dari 21 akun yang dipilih situs populer Buzzfeed sebagai akun yang paling kreatif sepanjang tahun 2013, Pak Iwan -begitu biasa ia disapa- lalu menyebarkan virus levitasinya melalui buku yang terbit pada Maret 2014 silam. Flying Traveler, Berburu Momen Anti-Mainstream, mengisahkan tentang perjalanannya ke berbagai negara di Asia; Jepang, Tiongkok (dulu China), Mongolia, Korea Selatan, sampai ke beberapa daerah di nusantara. Saya termasuk yang antusias untuk dapat memiliki buku itu. Buku tentang perjalanan seru berkeliling ke tempat-tempat yang menarik selalu memikat, bukan?
[caption id="attachment_332038" align="aligncenter" width="553" caption="Salah satu halaman bukunya yang menarik (dok. AFR)"]
[/caption]
Tak hanya ingin memilikinya, saya juga ingin sang penulis menggoreskan tanda tangan di halaman pertama bukunya. Yah, ini sudah menyangkut hobi saya yang suka berburu tanda tangan penulis. Hehehe... Karena bagi saya, tanda tangan yang para penulis goreskan di buku mereka itu bisa menjadi motivasi bagi saya pribadi untuk terus berkarya lewat tulisan. Saya pun mengutarakan keinginan saya itu kepada beliau lewat Twitter, dan Alhamdulillah...beliau berkenan mengirimkan bukunya yang sudah ditandatangani ke alamat saya di Medan. Girangnya! Apalagi ada pesan motivasi yang tertera di situ. Woow!
Daann...bersiaplah berpetualang sambil berlevitasi saat membaca bukunya. Perjalanan tentang Jepang adalah yang paling banyak, mengingat sang penulis sempat bermukim selama 3 tahun di sana. Banyak cerita tentang objek wisata menarik yang ia rangkum dalam buku itu. Tak lupa juga sejarahnya. Beberapa adalah objek wisata mainstream, yang sudah banyak diketahui orang. Tapi banyak juga tempat-tempat wisata yang baru diketahui setelah membaca buku itu. Jelas, banyak pengetahuan dan wawasan baru yang didapat. Membacanya sambil membayangkan berada di sana. Gaya penulisan khas Pak Iwan yang terstruktur, padat dan dengan takaran yang pas, menjadikan halaman-halamannya menarik untuk dibaca. Tapi kadangkala saya tak cukup sekali saja membaca suatu kalimatnya, karena tidak familiar dengan nama-nama tempat dan istilah-istilahnya yang asing. Bayangkan saja, kosa kata Jepang, China, Korea, dan Mongolia bertebaran di buku ini. Sepintas, buku ini terasa semacam Wikipedia yang sarat pengetahuan dan mesti dibaca lagi bila ingin mengingat kembali informasi tentang objek wisata yang dituliskan. Bisa memang dijadikan panduan untuk para traveller.
Yang paling menarik adalah tampilan fisik buku itu sendiri. Layaknya buku-buku travelling, buku ini pun sarat dengan foto-foto tentang objek wisata yang diceritakan. Kertasnya tebal dan foto-fotonya berwarna. Aiihh...saya paling suka. Desain lay-out nya memang sangat menarik. Seperti sedang membaca majalah-majalah saku semacam Intisari. Dua atau tiga kesalahan kata dan adanya satu kata yang kurang di dalam teksnya, tak mengurangi "kesempurnaan" buku ini. Foto-foto levitasi yang disajikan lebih membetot perhatian, sambil mengira-ngira, bagaimana sang penulis melakukannya? Ah, saya jadi penasaran!
[caption id="attachment_332039" align="aligncenter" width="553" caption="Foto levitasi pertama saya. Haha! Lumayan..hehehe.. (dok. AFR)"]
[/caption]
Untuk anda yang juga ingin tahu bagaimana caranya berlevitasi, sang penulis berbaik hati membagikan trik dan tipsnya untuk kita, para pembaca, di lembar akhir buku ini. Tampaknya asyik sekali. Maka dalam satu kesempatan ketika saya berkunjung De Ranch, dan saya sedang membawa buku ini, saya meminta sepupu saya untuk mengambil foto levitasi pertama saya. Ternyata memang tak cukup sekali take. Perlu beberapa kali hingga didapatkan foto levitasi yang...ummmm...lumayanlah, daripada tidak ada. Hahaha... Dan memang benar kata Pak Iwan di dalam bukunya itu. Pose levitasi ini bisa membikin kecanduan. Ingin mencoba, mencoba lagi, mencoba lagi, sampai didapat foto yang dirasa pas. Yang paling membuat takjub memang pose levitasi gaya horizontalnya itu. Woow! Dalam benak saya, pastilah itu membutuhkan stamina dan postur tubuh ideal. Apa lagi kalau biar tidak segera jatuh ditarik oleh gravitasi. Haha!
Maka membaca ini, bagaikan membaca sebuah filosofi yang bermakna dalam, namun disampaikan dengan cara yang indah dan ringan.