[caption id="attachment_339485" align="aligncenter" width="560" caption="dok. AFR"][/caption]
Saya penyuka pasta. Bila sedang tak ingin makan pizza, saya pasti akan memesan pasta; spaghetti, lasagna, fussili atau fettuccine di restoran Italia. Saus Bolognese -rasa standar- yang paling saya suka. Saya kira penulis yang satu ini pun menyukai pasta. Kemungkinan besar saya tak akan salah, karena ia meramu karya anyarnya tentang cinta ini dengan kelezatan pasta.
Adalah Cynara Pratita, seorang dokter gigi berkepribadian periang nan cantik. Dipertemukan -tepatnya, dijodohkan- dengan Benjamin Farid, seorang pegawai BUMN yang juga merupakan abang dari sahabatnya, Anindita. Cynara dan Ben sebenarnya sudah saling kenal sejak kecil. Persahabatan Cynara dengan Anindita adalah buah manis persahabatan kedua ayah mereka sejak lama. Persahabatan dua keluarga, yang pada akhirnya ingin semakin dieratkan dengan sebuah tali pernikahan.
Cynara sempat menolak perjodohan itu. Bukan hanya karena Ben sudah ia anggap seperti abangnya sendiri, tetapi juga karena sifat mereka yang ia anggap sangat bertolak belakang. Cynara suka bercerita tentang apa saja -sampai-sampai Ben menyebutnya si bawel- sementara Ben adalah sosok pendiam dan penyendiri yang sangat mencintai buku. Cynara tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan pernikahan mereka kelak dengan perbedaan sifat yang menyolok itu. Apalagi di dalam hatinya masih tersimpan nama Elbert, lelaki cerdas, energik, tampan, yang sudah ia kagumi sejak mereka sama-sama menjadi anggota salah satu unit kegiatan mahasiswa di kampus. Elbert, sang lelaki impian.
Persahabatan manis antara Cynara dan Elbert ternyata tak berujung apa-apa. Bahkan tak ada ucapan selamat apapun dari Elbert meskipun Cynara sudah mengabarkan kelulusannya sebagai dokter gigi via e-mail. Lama tak ada kabar sejak Elbert sibuk melanjutkan kuliah hukum di Harvard Law School, Cynara perlahan-lahan mengubur impiannya untuk membangun cinta dengan Elbert. Sempat kecewa, ia lalu memilih untuk mempertimbangkan perjodohan itu dan mulai belajar mencintai Ben.
Tak mudah untuk belajar mencintai seseorang yang sejak awal tidak pernah diimpikan sebagai pasangan hidup. Itulah kenyataan yang dihadapi Cynara sejak awal pernikahannya. Belum lagi cinta itu tumbuh sempurna, sebuah persoalan yang menguji kekuatan cinta mereka muncul. Kenangan akan bulan madu nan romantis di Lombok seketika runtuh ketika Cynara mengetahui kalau Ben ternyata juga punya cinta masa lalu. Emilia, nama perempuan itu. Sebuah nama yang ia temukan di tumpukan kotak kenangan Ben, yang turut Ben bawa ke apartemen, tempatnya menjalani hidup baru dengan Cynara. Ben memang mengaku tak lagi cinta, hanya menganggap Milly -panggilan Emilia- sebagai sahabat karena minat yang sama-sama besar terhadap dunia literasi. Goresan tangan Milly yang terasa spesial di sebuah novel karyanya untuk Ben, mengobarkan api cemburu di dalam hati Cynara. Ia tak terima. Kalau begitu, ia pun merasa berhak untuk bercinta lagi dengan masa lalunya.
[caption id="attachment_339486" align="aligncenter" width="560" caption="dok. AFR"]
[/caption]
Sebenarnya Cynara tak berharap lebih bahkan ingin mengubur dalam-dalam masa lalunya. Tapi sosok Elbert yang tiba-tiba muncul di hadapannya di saat hatinya gundah akan kehadiran Emilia di kehidupan Ben, membangkitkan lagi kenangan-kenangan indah yang sudah berusaha ia kunci rapat-rapat di dalam lubuk hatinya. Elbert hadir dengan pesonanya yang tak pudar dimakan waktu. Ia tetap sesosok lelaki impian bagi Cynara. Ditambah lagi persoalannya dengan Ben -yang ia anggap masih mencintai Milly- cinta lama itu pun bersemi kembali.
Tak dinyana, Elbert kembali ke Indonesia hanya untuk menjemput cintanya; Cynara. Satu hal yang kemudian disesali Cynara karena Elbert datang terlambat, sebulan setelah pernikahannya dengan Ben. Janji suci telah terikrar, namun godaan masa lalu begitu kuat mencengkeram akal sehatnya. Ada sebuah perasaan cinta yang tak terungkapkan selama ini, yang begitu menghantui hari-harinya. Tak kuasa menahan gejolak cinta, Cynara terjebak di dalam pusaran cinta memabukkan yang membuatnya lupa akan kehadiran Ben, suami yang berusaha untuk tetap bertahan di dalam ikatan pernikahan mereka yang mulai goyah. Ben, di tengah konflik asmara yang semakin kompleks, berusaha tetap memenuhi janjinya untuk memasakkan Cynara seporsi pasta di setiap awal bulan, sesuai janjinya saat bulan madu. Seporsi pasta yang ia harapkan mendapat pujian "Al dente!" dari Cynara. Sebentuk usaha Ben untuk memupuk cinta buat Cynara.
Pernikahan yang hampir di ujung tanduk, ayah Cynara yang sakit parah, menjadi konflik-konflik besar yang diusung novel ini. Kehidupan yang bagaikan tak berpihak pada keinginan dan harapan seorang perempuan bernama Cynara. Membacanya begitu asyik. Tak butuh waktu lama bagi saya untuk rampung membaca novel ini. Konflik-konflik dan dialog-dialog yang dibangun begitu mengalir, bahkan terkadang mengejutkan. Pada bab tertentu, kita akan disuguhi adegan yang tak masuk akal dari Cynara, yang begitu terang-terangan menjalin cinta dengan Elbert, di depan Ben. Mungkin ada perasaan benci atau aneh dengan sikap Cynara itu.
Belum lagi sikap Ben yang tulus, tetap mencintai dan bersikap lembut pada istrinya itu -yang jelas-jelas jarang kita dapati di kehidupan nyata- membuat geram akan sikap cuek Cynara dan lemahnya sikap Ben. Sekilas memang terkesan absurd, namun mungkin itu pula nilai-nilai positif yang ingin disampaikan penulis pada pembacanya lewat karakter tokoh-tokohnya. Bahwa pernikahan tetap harus diperjuangkan, sedahsyat apapun cobaannya.