Pada tanggal 02 November 2023 Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komite NasionalEkonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan Badan WakafIndonesia (BWI) kembali menyelenggarakan Bulan Pembiayaan Syariah (BPS) 2023 untuk memacu peningkatan pembiayaan komersial dan sosial syariah di Indonesia. Karena ekonomi dankeuangan syariah turut serta berkontribusi dalam mengakselerasi momentum pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, dukungan pembiayaan syariah yang mencakup pembiayaan perbankan dan non-perbankan syariah perlu terus didorong dengan skala yang lebih besar utamanya kepada pelaku usaha. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian penyelenggaraan Road to Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2023 di Jakarta. Dalam pembukaan acara Bulan Pembiayaan Syariah (BPS) ini, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menekankan bahwa peran pembiayaan syariah semakin penting untuk mendukung pertumbuhan dan stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global yang meningkat. Terdapat 3 fokus penguatan yang perlu dikembangkan guna meningkatkan pangsa keuangan syariah.
Pertama, inovasi. Khususnya yang menyangkut tentang inovasi kebijakan, maupun instrumen pendanaan, dan pembiayaan syariah. Dari sisi kebijakan yang menyentuh real sector based financing, BI mendorong inovasi kebijakan RasioPembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) dan Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM), baik untuk perbankan konvensional maupun syariah.
Kedua, digitalisasi. Dimana saat ini BI bersama Kemenag, KNEKS, BAZNAS dan BWI menginisiasi platform digital pengelolaan ZISWAF yang terintegrasi sehingga meningkatkan kualitas layanan dan aksesibilitas untuk masyarakat, mampu meningkatkan pengumpulan ZISWAF, dan pada akhirnya mendorong kesejahteraan.
Ketiga, sinergi pengembangan ekonomi syariah bersama otoritas, KNEKS, dan lintas stakeholder diantaranya melalui program Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS).Perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang konsisten pada tahun 2022 sehingga tren market share terhadap total industri perbankan nasional terus meningkat diatas kisaran 7%. Namun demikian, minat nasabah terhadap pembiayaan produktif perbankan syariah termasuk literasi digital masih perlu ditingkatkan untuk mewujudkan transformasi digital inklusi keuangan syariah.
Dapat kita amati dari laporan keuangan Bank Umum Syariah bahwasanya pada tahun 2020 rata-rata pendapatan Bank Umum Syariah (BUS) adalah 1,46. Kemudian pada tahun 2021 pendapatan BUS mengalami peningkatan sebesar 0,20 menjadi 1,66. Dilanjut pada tahun 2022 mengalami peningkatan yang sangat besar sebesar 0,93 menjadi 2,59, dan sampai saat inipendapatan BUS masih terbilang mengalami peningkatan sampai pada bulan Januari 2023 dan mengalami penurunan mulai dari bulan Februari hingga bulan Juni 2023. Namun meskipun mengalami penurunan, pendapatan pada akhir pada bulan Juni masih terbilang melebihi pendapatan pada tahun 2022.
Penurunan pendapatan BUS dari bulan Februari hingga bulan Juni 2023 inilah yang menyebabkan BI inginmendongkrak kembali ekonomi syariah dengan lebih efisien. Walaupun membutuhkan waktu yang lama dan strategi yang tidak mudah, BI beserta OJK dan juga lembaga lainnya harus mengambil tindakan agar pertumbuhan ekonomi syariah tidak mengalami penurunan yang lebih signifikan lagi.
Dengan diadakannya BPS 2023 ini sangat diharapkan untuk masyarakat agar lebih mengetahui dan memahami tentang ekonomi syariah terutama dalam bidang perbankan syariah dan lembaga non-perbankan syariah, dan dapat mengetahui secara mendalam tentang produk-produk syariah yang dapat mendongkrak kembali perekonomian Negara berbasis syariah. Sehingga dengan kesadaran penuh dari masyarakat tentang ekonomi syariah dapat meningkatkan pendapatan Negara melalui ekonomi syariah. Dalam menjalankan system ekonomi syariah dibutuhkan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Adapun maksud dari prinsip-prinsip syariah adalah sejumlah ajaran moral Islam yang menjadi dasar dan orientasi aktivitas ekonomi.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah :1) Tauhid, bahwa aktivitas produksi dan konsumsi harus berpijak kuat pada prinsip penghambaan kepada Allah semata. 2) Isti'mar dan istikhlaf, bahwa amanah kepada manusia untuk mengelola kehidupan di dunia harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral terhadap tuhan dan kemanusiaan. 3) Kemaslahatan, bahwa aktivitas ekonomi dapat dilakukan sejauh mendatangkan kemanfaatan menolak kerusakan terhadap manusia dan alam semesta. 4) Keadilan, bahwa aktivitas ekonomi harus dilakukan dalam kerangka mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh lapisan masyarakat. 5) Kesejahteraan dunia akhirat, lahir dan batin. Maka, aktivitas ekonomi dan produksi dalam perspektifekonomi syariah diukur keberhasilannya dari sejauhmana ia dapat memadukan aktivitas ekonomi danproduksi dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Ekonomi syariah tidak boleh membatasi diri hanya kepada pesoalan transaksi yang bebas riba semata namun juga harus berbicara terkait keadilan sosial, proses dan hubungan industrial yang manusiawi, pemberdayaan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan bahkan tata ekonomi internasional yang lebih berkeadilan. Mengacu kepada prinsip-prinsip ekonomi syariah di atas, maka tujuan dari aktivitas ekonomi dalam pandangan Islam adalah maqoshid syariah, kemaslahatan, dan keberkahan.
Karena berpijak pada nash-nash keagamaan, ekonomi syariah memerlukan penguasaan ushul fiqih sebagai metodologi untuk menentukan hukum-hukum agama terkait konsep danaktivitas ekonomi. Metodologi tersebut diperlukan dalam rangka menentukan mana yang tergolong sebagai hukum tsawabit (prinsip normatif universal yang harus dipertahankan) dan mana hal-hal mutaghayyirat (hal-hal partikular yang terus berubah dan berkembang) dalam persoalan hukum ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H