Lihat ke Halaman Asli

Annisa UlianaSari

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Kontroversi Willow Project Sebagai Bentuk Keingkaran Janji Joe Biden

Diperbarui: 23 Juni 2023   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : www.newsweek.com

Belum lama ini, dunia internasional dihebohkan dengan willow project. Proyek ini sangat kontroversial karena mendapat kecaman dari para aktivis lingkungan dan masyarakat internasional. Willow project merupakan proyek pengeboran minyak atas usulan dari perusahaan raksasa energi Amerika Serikat yang bernama Conocophillips. Proyek ini menjanjikan 180.000 barel minyak setiap harinya dan akan mencapai 600 juta barel selama 40 tahun. Proyek ini diperkirakan akan meraup keuntungan ekonomi sebesar 17 miliar dolar untuk keperluan negara federal serta komunitas lokal Alaska. 

Lokasi pengeboran minyak dilakukan di Alaska, tepatnya di sebelah lereng utara sekitar 30 mil dari Samudra Arktik yang merupakan wilayah National Petroleum Reserve-Alaska atau NPR-A. Penambangan minyak dan gas di wilayah NPR-A sudah diatur dalam Undang-Undang Produksi Cadangan Minyak Angkatan Laut pada tahun 1976 tentang pengaturan khusus ekstraksi minyak dan gas serta pelarangan penambangan di beberapa area untuk kepentingan lingkungan (Pat Davis Szymczak, 2021). Perusahaan Conocophillips telah memiliki perizinan atas akses penambangan di wilayah NPR-A dan bermaksud memperbesar pengeboran untuk mendapat keuntungan yang maksimal. 

Willow project menuai kontroversi di kalangan masyarakat karena pengeboran yang dilakukan di wilayah Alaska Utara telah menyebabkan polusi dan kerusakan lingkungan. Apabila aktivitas ini dilakukan terus menerus, secara tidak langsung, akan berdampak pada krisis iklim dunia dan masalah ketidakaturan biodiversitas. Hal ini tidak lepas dari ancaman kepunahan flora dan fauna karena wilayah NPR-A merupakan habitat utama bagi beruang kutub dan puluhan ribu satwa endemik lainnya. Maka dari itu, para aktivis lingkungan berusaha menggugat pengeboran ini melalui petisi “Stop Willow Project” di situs website change.org yang sempat viral di media sosial. Gugatan penolakan terhadap willow project sudah ditandatangani oleh jutaan masyarakat dunia. Petisi ini dibuat atas pertimbangan aspek sustainability yang memfokuskan pada kebermanfaatan lingkungan jangka panjang.

Namun dalam dinamikanya, terdapat perdebatan besar mengenai willow project, yaitu pertentangan antara kaum ekologi yang cenderung menolak (kontra) dan kaum ekonomi yang menyetujui (pro). Perdebatan di antara keduanya berkisar pada rekomendasi atas solusi efektif yang mempengaruhi keputusan para stakeholder. Kaum ekologi menentang segala bentuk proyek pengeboran minyak karena akan mendorong terjadinya pemanasan global. Para aktivis lingkungan melihat willow project sebagai permasalahan krusial yang mendorong terjadinya krisis iklim dunia. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan pengeboran yang dilakukan selama 30 tahun akan melepaskan sekitar 239 juta metrik ton karbondioksida ke atmosfer atau setara dengan mengendarai 1,7 juta mobil bertenaga mesin dalam setahun. Hal ini berakibat pada kenaikan suhu bumi, pemanasan global, dan parahnya sampai pada krisis iklim.

Sedangkan kaum ekonomi melihat willow project sebagai kebijakan yang menguntungkan. Kaum ekonomi didominasi oleh kelompok pengusaha dan elit politik yang mengesampingkan environmental security. Mereka melihat willow project sebagai solusi atas perekonomian yang lesu karena menghasilkan sebanyak 17 miliar dolar setiap tahunnya. Willow project dapat mengatasi permasalahan struktural seperti kemiskinan dan pengangguran karena proyek ini menyediakan banyak lowongan pekerjaan bagi masyarakat. Tidak hanya itu, willow project memastikan Amerika Serikat memiliki pasokan energi yang andal dan berkecukupan sehingga akan mengurangi ketergantungan impor energi dari negara lain.

Perdebatan kaum ekologi dengan kaum ekonomi tentang keberlangsungan willow project mempengaruhi keputusan para stakeholder. Pada awalnya, proyek ini telah mendapat persetujuan Donald Trump pada tahun 2020. Kemudian menuai kontroversi kembali setelah disetujui kedua kalinya oleh Joe Biden pada 13 Maret 2023. Persetujuan Joe Biden dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap janji lingkungannya. 

Biden telah menyetujui willow project dan mengabaikan suara dari kaum ekologi. Keputusan ini mendapat banyak kecaman dari kelompok aktivis lingkungan yang menuduh Biden mengingkari janji kampanyenya untuk memerangi perubahan iklim dan mengakhiri pengeboran di lahan publik. Sebelum pemilu, Biden sempat berjanji kepada pemilihnya bahwa akan melawan harga minyak dan bensin yang melambung tinggi, serta membangun kebijakan iklim yang berfokus pada pengurangan bahan bakar fosil. Namun, pada kenyataannya Biden malah memberikan peluang kepada perusahaan minyak dalam melakukan produksi sehingga mendorong konsumen untuk memperbesar penggunaan bahan bakar fosil yang dinilai berdampak buruk bagi perubahan iklim.

Ada asumsi yang menyatakan bahwa Biden telah dipengaruhi oleh para pejabat Alaska dengan iming-iming keuntungan ekonomi maksimal selama menjadi presiden. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat menganggap Biden memberikan lampu hijau kepada Conocophillips semata-mata hanya alasan kepentingan ekonomi yang potensial. Willow project merusak segala upaya Amerika Serikat dalam menghentikan penggunaan bahan bakar fosil di seluruh dunia. Akibatnya, Amerika Serikat telah kehilangan kepercayaan dan kewibawaannya sebagai negara superpower yang peduli terhadap lingkungan. Proyek yang memakan biaya sebesar 8 miliar dolar tersebut akan menjadi agenda prioritas para aktivis iklim dalam memperjuangkan keamanan lingkungan dan menghindari krisis iklim dunia.

Selama kontroversi berlangsung, kredibilitas presiden mulai dipertanyakan. Bentuk ingkar janji yang dilakukan menjadi kritik terhadap gaya kepemimpinan Joe Biden yang pragmatis dan demokratis. Secara faktual, aksi, suara, dan protes masyarakat internasional tidak mampu mengubah keputusan Biden. Upaya yang dilakukan oleh para aktivis melalui berbagai platform di media sosial dalam menggagalkan willow project dinilai mubazir. Hal ini dikarenakan pemerintah pusat dibatasi oleh undang-undang yang mengatur NPR-A dan sewa yang telah dipegang oleh Conocophillips jauh sebelum rezim Biden dimulai. Undang-undang itu memberi hak penuh kepada perusahaan untuk memperbesar pengeboran selama perusahaan itu membayar sewa. Aturan tersebut menjadikan perusahaan Conocophillips memiliki kedudukan hukum yang kuat dan mampu untuk melawan pemerintah Amerika Serikat jika mencoba memblokir proyek pengeboran itu. Jika pemerintah menolak, perusahaan dapat menggugat dan berpotensi memenangkan miliaran dolar atas biaya pembayar pajak serta dapat mengembangkan willow project dengan ekspansi besar-besaran.

Kemudian, apakah keputusan ingkar janji Biden merupakan solusi terbaik? Biden menjelaskan argumentasinya bahwa dia terdesak dan tidak punya banyak pilihan hukum selain menyetujui willow project. Biden menambahkan bahwa dia tidak menyetujui proyek ini secara keseluruhan, karena persetujuan yang dia berikan akan diimbangi dengan langkah-langkah konservasi dan pengawasan oleh Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat. Misalnya, dengan mengecilkan skala usulan proyek pengeboran perusahaan Conocophillips dari yang awalnya sejumlah lima lokasi menjadi tiga lokasi pengeboran dengan 199 sumur (Tyler Kruse, 2023). Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa keputusan persetujuan willow project tetap menjadi bentuk ingkar janji Biden terhadap environmental security. Karena proyek ini secara tidak langsung mempercepat adanya proses perubahan iklim serta merusak ekosistem dan habitat hewan-hewan endemik di sekitar kutub.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline