Selintas di beberapa minggu kemarin, saya membaca buku yang cukup unik yaitu "Manusia Indonesia" karangan Mochtar Lubis. Di buku yang terbilang tidak terlalu tebal ini, beliau dengan gamblang menjelaskan perihal sifat manusia indonesia secara umum yaitu :
- Munafik
- Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya
- Bersikap dan berprilaku feodal
- Percaya takhayul
- Artistik atau berbakat seni
- Lemah watak atau karakternya
Keenam sifat manusia indonesia yang dikemukakan oleh beliau amat menarik untuk diargumenkan. Tentu amat susah menggeneralisir sifat manusia Indonesia dari sabang sampai merauke menjadi garis besar ke sifatan yang saya rasa cenderung jatuh ke subyektifitas.
Tentu dalam beberapa hal kita tidak menampik adanya sifat munafik dan enggan atau segan bertanggung jawab atas segala perbuatannya dalam perilaku kita. Misal dari hal yang cukup sederhana, seperti kurangnya sportifitas manusia Indonesia dalam mengakui kesalahan yang telah dilakukan dan alih-alih melakukan tindakan minta maaf malah membuka kesalahan orang lain dan membeberkanya di muka umum. Namun, hal ini (semoga) hanya terjadi pada beberapa kalangan yang diharapkan semakin berkurang dengan adanya perkembangan jaman yang menghargai sportifitas dan kejujuran bersikap.
Perilaku sikap feodal juga susah dihilangkan dari sifat kita. Dalam beberapa kasus, hal ini merujuk pada kesopanan dan keberadaban dalam lingkungan sehari-hari. Misalnya saja menghormati yang tua dan menghormati tindakan unggah-ungguh kepada pimpinan. Namun beberapa sikap feodal ini akan jatuh kepada dalam hal yang negatif berkenaan dengan sikap menyembunyikan hal yang tidak sepatutnya didengar pimpinan dan bahkan sampai "menjilat" pimpinan untuk mencapai posisi yang diinginkan. Misal saja, sifat-sifat tersebut mulai diminimalisir dan bersikap layaknya partner kerja yang saling membutuhkan dengan pimpinan atau berani menyatakan hal-hal aib di depannya. Tentu ada beberapa pandangan "miring" dari beberapa kaum konservatif yang menyatakan tindakan tersebut "tidak sopan" atau "tidak tahu malu". Hal ini yang saya rasa, perlu dilakukan adanya perubahan "mindset" dalam berpikir bahwa seberapa jauh kefeodalan itu penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Percaya takhayul dan artistik adalah sifat yang sebenarnya dapat dilihat dari segi positif maupun negatif. Lihat betapa berkembangnya dunia hiburan kita, atau betapa indahnya budaya kita yang diturunkan dari nenek moyang kita seperti budaya batik yang mulai diakui di seluruh dunia. hal ini tentu menguntungkan bila kita dapat memeliharanya dan adanya keuletan dalam menjaga kualitasnya. Bahkan takhayul atau semacamnya yang ada pada budaya kita jaman dulu hingga meninggalkan jejak akulturasi unik dapat melahirkan budaya-budaya yang dapat dilirik oleh wisatawan luar. Saya yakin (mungkin juga anda) dari segi ini kita dapat berinvestasi lebih pada keberhasilan negara kita di kancah dunia. Bahkan, saya berharap juga dengan sifat artistik ini akan mendatangkan kekreatifitas berpikir tidak hanya dari segi seni, bahkan mencakup juga ke sains dan teknologi yang selama ini kita hanya bergantung pada negara lain.
Sifat yang paling terakhir yaitu lemah watak atau karakternya. Hal ini yang membuat kita terkadang jatuh dalam budaya instan. Ingin cepat selesai terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan. Kebanyakan dari kita selalu memiliki sifat yang kurang sabar dan tukang gerutu. Padahal, keuletan adalah hal yang paling tinggi peranannya dalam keberhasilan pengerjaan sesuatu baik itu pekerjaan jasa maupun produk. Seringkali, karena sifat ini hasil sumber daya bumi kita yang masih mentah digunakan oleh negara lain untuk menghasilkan produk hilir yang akan dijual kembali ke negara kita. Kita selalu merendahkan proses dan hanya ingin menikmati hasil secara instan. Hal ini membuat kita semakin terpuruk dalam kebodohan dan malas berusaha.
Sebenarnya, dalam relung hati, saya juga ingin menampik dan bersifat munafik melihat keenam sifat yang dikemukakan oleh Mochtar Lubistersebut. Namun, apa daya hal ini sepertinya semakin mendekati kebenaran melihat fenomena yang terjadi di negara kita.
Mari di awal tahun 2011, kita dan saya tentunya berani menunjukkan siapa "manusia indonesia" yang sebenarnya. Tentu saja dengan mengangkat sisi positif yang dimiliki dan mulai meminimalisir sisi negatif yang dimiliki. Saya yakin perlahan tapi pasti Indonesia akan bergerak ke arah yang benar sesuai dengan "Pancasila" yang kita gadang-gadangkan sebagai acuan kita bersikap. Mari kita buktikan kawan!
Salam hangat,
Annisa Paramita, 12.39 WIB . 03.01.11