Akhir-akhir ini, bumi Nusantara ramai dengan suara khas "tek-tek-tek. . ." bukan merupakan tanda penjual mi ayam lewat. Sebagian besar wilayah Indonesia sedang mengalami 'demam lato-lato' katanya. Semarang, Magelang, Pekalongan, Pemalang bahkan Cirebon sampai Jakarta tidak sepi dengan alunan mainan khas masa lampau yang kini telah dipopulerkan kembali.
Permainan bersahaja yang tidak menguras banyak biaya untuk mendapatkannya. Kondangnya mainan ini disambut hangat bukan hanya dari kalangan bocah kecil saja, beberapa orang dewasa turut memeriahkannya. Dampak positif dari masyhurnya permainan satu ini mendapat sambutan baik dari beberapa orang tua yang kerap kali mengkhawatirkan generasi z kali ini yang lebih akrab dengan permainan teknologi dari gawai yang setiap kepala tentu saja memiliki.
Lato-lato meramaikan hari meskipun ada pula yang berpendapat bahwa terlalu berisik sebab setiap waktu terngiang suara-suara lato-lato ini. Sambutan baik lato-lato membawa hikmah dengan beberapa analogi. Jika kita melihat dari sudut pandang yang sedikit berbeda tentu kita akan mendapatkan pelajaran dari permainan satu ini. Lato-lato mengajarkan kita untuk tidak mudah dibentur-benturkan sebagai salah satu senjata untuk bertahan hidup pada abad 4.o saat ini.
Berdasarkan kaca mata seorang pendidik, tentu kita memiliki tugas untuk mengawasi, menemani serta mengarahkan tumbuh kembang peserta didik kita dalam mencerna dan menyaring informasi. Bagaimana mengajarkan peserta didik untuk kritis dalam mengolah informasi serta belajar untuk berpikir lebih kreatif lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H