Lihat ke Halaman Asli

Produksi Gula Cair dan Kantong Plastik dari Singkong

Diperbarui: 14 Juni 2024   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Seperti kita tahu bahwa Indonesia adalah negara agraris karena memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan subur. Sebagian besar tanahnya cocok untuk pertanian, baik tanaman pangan maupun tanaman hortikultura. Sebagai contoh singkong bahwa luas panen singkong tahun 2023 diperkirakan 611 ribu hektar dengan produksi 18,28 juta. 

Ketersediaan singkong di Indonesia cukup melimpah akan tetapi konsumsi per kapita masih tergolong rendah, sehingga diperlukan upaya untuk mendukung singkong dalam usaha penganekaragaman konsumsi pangan.

 Singkong dikenal dengan sebutan ketela pohon atau ubi kayu yang termasuk dalam kelompok umbi-umbian. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. 

Oleh sebab itu singkong memberikan efek cepat kenyang pada perut. Sebagai salah satu sumber karbohidrat yang baik bagi tubuh, singkong kerap dijadikan berbagai macam olahan makanan seperti singkong rebus atau singkong goreng. Selain kedua olahan tersebut, masih banyak kreasi olahan dari bahan dasar singkong yang memiliki manfaat dan dapat dijadikan sebagai subsitusi pengganti gula seperti gula cair, tepung terigu dan beras.

 Dalam memproduksi gula cair yang dimanfaatkan adalah kulit singkong. Mengapa harus kulit singkong? Karena kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat tinggi yang dapat dikonsumsi pula oleh manusia. Presentase jumlah limbah kulit singkong sendiri untuk bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. 

Kulit bagian dalam inilah yang digunakan untuk dijadikan gula cair. Limbah kulit singkong ini dapat menjadi alternatif lain sehingga kulit singkong tidak hanya untuk pakan ternak saja. Tetapi mendukung usaha penganekaragaman pangan di Indonesia.

Di Indonesia juga menghasilkan timbunan sampah plastik 35,93 juta ton pada tahun 2022. Jumlah tersebut naik 22,04% secara tahunan dari 2021 yang sebanyak 29,44 juta ton. Dan pada 2023 ada sekitar 19,56 juta ton sampah yang dihasilkan Indonesia. Namun, sampah tersebut baru berasal dari 96 kabupaten/kota belum nasional. 

Sampah plastik yang tidak dikelola ini biasanya akan tertimbun di tanah atau mengalir ke lautan. Dengan sifatnya yang sulit terurai, sampah plastik ini tentunya akan merusak ekosistem daratan maupun lautan. 

Oleh karena itu beberapa pengusaha di Indonesia telah berhasil memproduksi sebuah plastik ramah lingkungan atau biodegradable plastic yang terbuat dari singkong. Plastik tersebut lebih dikenal dengan istilah cassava bags.

Berbeda dengan kantong plastik biasa, plastik singkong ini hanya memerlukan waktu sekitar 180 hari untuk dapat terurai secara menyeluruh dan menyatu dengan tanah. Selain itu, plastik singkong juga dapat dilarutkan di dalam air bersuhu di atas 80 derajat celcius hanya dalam beberapa menit. Dibandingkan kantong plastik yang terbuat dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui. 

Plastik dari singkong juga sudah menyerupai plastik biasa Cuma harganya masih lebih mahal dari harga plastik biasa. Penggunaan singkong sebagai bahan dasar cassava bags juga akan membantu ekonomi petani-petani singkong sekaligus meningkatkan semangat membudidayakan singkong yang sempat merosot. Serta meningkatkan pendapatan negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline