Lihat ke Halaman Asli

Anniq Matussholikhah

Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang

Opini: Ekonomi Masyarakat Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 15 November 2021   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah hampir dua tahun lamanya pandemi covid-19 mengguncang dunia termasuk Indonesia. Berbagai dampak mulai dirasakan dari krisisnya kesehatan hingga terganggunya aktivitas ekonomi. Kenaikan secara signifikan terus terjadi sejak awal kemunculannya bahkan hingga detik ini masih terus saja mengalami kenaikan. Oleh karena itu pemerintah gencar membuat dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi semakin luasnya penyebaran virus covid-19.

Beberapa kebijakan telah diluncurkan, bahkan Presiden Joko Widodo meminta agar seluruh pihak untuk melakukan Social Distancing termasuk Work From Home (WFH) dan beberapa Kepala Daerah memutuskan untuk sementara meniadakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka, yang digantikan dengan belajar mengajar melalui daring. Kebijakan ini lah yang nyatanya menjadi boomerang bagi negara, bagaikan memakan buah simalakama. Memutuskan sebuah kebijakan memanglah tidak semudah membalikkan telapak tangan, begitu juga pemerintah, merelakan suatu hal yang lain untuk kebaikan hal lain. Pilihan yang cukup sulit antara menerapkan kebijakan social distancing atau membiarkan keadaan seperti biasa namun terancam penyebaran virus yang semakin parah.

Dari kebijakan inilah banyak masyarakat yang harus kehilangan pekerjaannya, pendapatan yang semakin hari semakin mencekik. Sungguh, ini bukanlan keadaan yang diharapkan semua orang, banyak para tulang punggung keluarga yang kehilangan matapencaharian. Akhirnya mereka harus memutar otak agar dapat bertahan hidup dengan situasi dan kondisi yang seperti ini. Kekhawatiran akan keberlangsungan hidup terus menghantui, bayang-bayang kehidupan esok hari terus menerus menjadi beban pikiran yang semakin larut dalam kebingungan. Dampak yang tentunya sangat besar bagi sebagian masyarakat, terlebih masyarakat menengah ke bawah. Usaha demi usaha terus dilakukan agar bisa menyambung hidup. Tidak hanya masyarakat kalangan bawah yang merasakan dampaknya, perusahanan-perusahaan baik yang besar maupun yang kecil juga merasakan dampak yang cukup sulit diterima. Cukup banyak perusahaan yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan akibat dari pandemi ini. Mereka terpaksa melakukan kebijakan ini karena mereka kesulitan untuk bertahan di situasi seperti ini yang tidak tahu kapan akan  berakhirnya. Berkurangnya pendapatan yang masuk memperkuat alasan perusahaan untuk mem-PHK karyawannya.

Sektor ekonomi mengalami ketidakstabilan di lingkungan bisnis maupun perekonomian lain dimasa pandemi seperti ini yang mengakibatkan beberapa perusahaan ataupun pebisnis UMKM berusaha untuk memutar otak agar perusahaan dan bisnis yang dijalankan tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti gulung tikar (bangkrut). Dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) semakin mempersulit dunia perekonomian dan bisnis yang mengalami ketidakstabilan  dan penurunan omset yang cukup tinggi, tidak jarang banyak yang mengalami kerugian. Pemecatan atau PHK dirasa menjadi satu langkah yang cukup tepat untuk mengurangi permasalahan yang terjadi, sebab jika pemertahanan karyawan terus dilakukan bisa jadi perusahaan tersebut akan mengalami kebangkrutan.

Hingga saat ini kasus covid-19 masih terus terjadi meskipun peningkatannya tidak tinggi seperti di awal-awal. Data menunjukkan pada tanggal 09 November 2021 terdapat 434 kasus tambahan baru. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada tanggal 08 November 2021 yang mencapai 244 pasien. Jumlah kasus sembuh dari covid-19 turun menjadi 585 orang bila dibandingkan dengan hari sebelumnya yang mencapai 1283 orang.

Data di atas menunjukkan bahwa penambahan kasus masih terus meningkat dari hari ke hari. Meskipun saat ini vaksinasi covid-19 telah digalakkan secara besar-besaran akan tetapi tidak menutup kemungkinan penyebaran covid-19 tidak terjadi lagi. Hal ini pastinya memberikan kerugian yang besar bagi masyarakat dan Indonesia.

Dalam upaya membantu masyarakat yang terdampak covid-19, pemerintah mengeluarkan berbagai jenis bantuan. Diantaranya  bantuan diskon listrik PLN, Kartu Prakerja, Bansos Kemensos, Bantuan kuota internet Kemendikbud, Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan bantuan BLT untuk para pelaku usaha UMKM agar tetap bertahan selama pandemi covid-19. Selain itu, Pemerintah juga menyiapkan berbagai program lainnya untuk mendukung UMKM, seperti subsidi bunga, penempatan dana pemerintah pada bank umum mitra untuk mendukung perluasan kredit modal kerja dan restrukturisasi kredit UMKM, penjaminan kredit modal kerja UMKM, Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), Bantuan Tunai untuk PKL dan Warung (BT-PKLW), dan insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, sekitar 69,02 persen UMKM mengalami kesulitan permodalan di saat pandemi Covid-19. Sementara, menurut Laporan Pengaduan ke KemenkopUKM per Oktober 2020, sebanyak 39,22 persen UMKM mengalami kendala sulitnya permodalan selama pandemi Covid-19. Data ini menunjukan bahwa bantuan permodalan bagi UMKM menjadi hal yang penting. Maka dari itu, pemerintah memberikan dukungan bagi UMKM dari sisi permodalan melalui program restrukturisasi kredit. Per 31 Juli 2021, tercatat terdapat lebih dari 3,59 juta UMKM telah memanfaatkan program ini dengan nilai sebesar Rp285,17 triliun.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline