Lihat ke Halaman Asli

Annika Fathma

Mahasiswa Universitas Pelita Harapan

Peran Film dalam Mendorong Fungsi Media Massa Penyampaian Warisan Sosial

Diperbarui: 23 Oktober 2021   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang dinilai efektif dalam menyampaikan informasi kepada khalayak. Melalui film, pesan dapat disampaikan dalam waktu yang singkat menggunakan gambar bergerak dan suara (audio visual), yang kemudian mampu menyentuh perasaan dan mempengaruhi pemahaman penonton terhadap maksud, pesan, dan tujuan dari film yang ditonton. Menurut Panuju (2019 dikutip dalam Asri, 2020), “film dapat menjadi media pembelajaran yang baik bagi penontonnya, tidak semata menghibur, film juga mampu menyampaikan pesan langsung lewat gambar, dialog, dan lakon sehingga menjadi medium yang paling efektif untuk menyebarkan misi, gagasan, dan kampanye, apapun itu”. Sejalan dengan ini, dapat dipahami bahwa selain dapat membentuk pemahaman penonton, media massa juga memiliki fungsi edukasi dan hiburan.


Tidak hanya terbatas pada fungsi edukasi dan hiburan, media massa juga berfungsi sebagai pengawasan, korelasi, dan penyampaian warisan sosial (“Functions of Mass Communication,” 2020). Sebagai fungsi pengawasan, media massa berguna untuk menjaga ketertiban sosial dengan mengawasi dan menginformasikan kejadian yang ada disekitar masyarakat, sementara fungsi korelasi adalah untuk menginterpretasi dan menerjemahkan peristiwa tertentu di mana interpretasinya dapat mempengaruhi dan mengiring khalayak kedalam pemahaman tertentu. Lebih lanjut, fungsi penyampaian warisan sosial mengacu pada kemampuan media massa dalam menyampaikan nilai dan norma dari satu generasi ke generasi selanjutnya atau dari masyarakat kepada pendatang.


Dari beberapa fungsi media massa yang dipaparkan, fungsi pewarisan sosial menjadi salah satu fungsi yang kerap terlihat dalam film, karena digunakan untuk mendidik, mempromosikan, dan menanamkan pemahaman tentang nilai dan norma sosial kepada penonton. Hal ini terbukti dari bagaimana film mampu mengkonstruksi kehidupan khalayak dari pesan tersirat dalam cerita pada film yang menampilkan gambaran realitas kehidupan riil yang ada di masyarakat (Nur, 2013). Adapun contoh film yang dapat menjelaskan fungsi penyampaian warisan sosial ini adalah film Kartini dan Habibie & Ainun.


Film Kartini (2017) karya sutradara Hanung Bramantyo merupakan salah satu film Indonesia yang lekat dalam mendidik dan meneruskan ilmu pengetahuan, nilai, dan norma terutama mengenai salah satu tokoh pejuang emansipasi perempuan Indonesia. Film Kartini ini mengeksplorasi berbagai nilai dan norma sosial dan menjadi salah satu contoh dari terealisasikannya fungsi media massa penyampaian warisan sosial melalui media massa film.


RA Kartini sebagai seorang pahlawan nasional diketahui sebagai pejuang emansipasi perempuan dan hak-hak perempuan terutama dalam pendidikan. Namun, hal ini hanya segelintir dari kisah perjuangannya. Film ini secara khusus mengambil sudut pandang yang biasa tidak diceritakan. Dalam sebuah wawancara, sutradara Hanung Bramantyo menjelaskan bahwa filmnya mengambil bagian cerita perjuangan Kartini di masa kecil yang melihat perlakuan diskriminatif di lingkungannya (Yuristiawan, 2017). Salah satunya dikisahkan pada film merupakan saat Kartini kecil  harus dipisahkan kamarnya dengan ibu kandungnya MA Ngasirah. Ibunya yang bukan bangsawan seperti Kartini harus tinggal di luar dengan abdi dalem (pegawai keraton) yang lain sementara Kartini tinggal di Pendopo. Awal cerita dari film Kartini ini, menggambarkan Kartini sebagai penentang terhadap tindak diskriminatif yang ada di lingkungannya. Bahkan, ibunya juga diharuskan memanggilnya dengan panggilan “Ndoro Ayu” meskipun beliau merupakan ibunya sendiri. Awal cerita ini juga menentukan alur cerita dan karakter Kartini kedepannya, bahwa perjuangannya terhadap emansipasi perempuan juga berdasarkan penentangannya terhadap patriarki dalam kebudayaan lingkungannya dan diskriminasi dan ketidakadilan sosial yang dialami ibunya.


Nilai dan norma sosial yang dikisahkan dalam film ini juga menantang patriarki dan tindak diskriminatif yang hidup dalam budaya dan tradisi Jawa pada masa tersebut. Seperti salah satu tradisi jawa yang disoroti dalam film ini yaitu, tradisi “pingit”. Film Kartini memperlihatkan pergolakan batin yang tidak hanya dialami Kartini namun juga adik-adik perempuannya, dimana sesaat memasuki masa pubertas mereka harus terus tinggal di rumah dan mempelajari tata krama, sampai seseorang laki-laki meminangnya (Pers UPN, 2020). Disinilah penonton juga mengetahui saat dimana Kartini merasakan ketidakadilan yang perempuan alami terutama bagi perempuan seperti dirinya yang ingin mendapatkan pendidikan, sama seperti laki-laki. Film ini tidak hanya mewariskan dan meneruskan ilmu pengetahuan, nilai, norma, dan etika dari satu generasi ke generasi berikutnya, tetapi juga mendidik penonton dan generasi sekarang untuk menyadari norma dan tradisi tertentu yang sudah semestinya ditinggalkan dan apa yang patut untuk terus diperjuangkan.


Film Indonesia lainnya dan yang menurut Gandhi (2013) sukses “meraup 4 juta penonton di seluruh Indonesia dalam 40 hari”, Habibie & Ainun (2012) merupakan adaptasi dari buku yang ditulis Bapak BJ Habibie dengan judul sama. Dalam konteks ini, film Habibie & Ainun memberikan impresi yang berbeda dengan film Kartini dan tentunya juga dengan pewarisan sosial yang berbeda. Habibie & Ainun menginspirasi dan meneruskan ideal karakter anak bangsa yang patut untuk dicontoh terutama oleh anak muda atau mereka yang sedang atau ingin menempuh pendidikan tinggi. Dari film ini kita tidak hanya belajar kisah Presiden ke-3 Republik Indonesia, namun juga perjuangannya dan semangatnya untuk menempuh pendidikan. Film ini juga turut membentuk sosok role model untuk generasi berikutnya, bahwa siapapun bisa memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan di luar negeri untuk membangun masa depan Indonesia, terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.


Film yang merupakan media massa yang dapat ditonton sepanjang waktu, efektif dalam mendorong dan menjalankan fungsi penyampaian warisan sosial seperti yang dilakukan oleh film-film ini. Ilmu pengetahuan, nilai yang terkandung dalam budaya, norma yang dahulu mengatur nenek moyang kita, hingga etika yang membentuk karakter figur anak bangsa dapat dengan mudah diwariskan dari generasi ke generasi melalui film. Dengan film Kartini maupun Habibie & Ainun, media massa secara nyata berfungsi mewariskan ide dan gagasan tokoh-tokoh berpengaruh di Indonesia. Melalui film-film seperti ini, generasi-generasi selanjutnya dapat terus belajar mengenai aspek-aspek penting dalam sejarah dan budaya yang telah membentuk Indonesia, karena film tidak lekang oleh waktu.


Teks oleh: Annika Fathma & Angela Adriyanti Yang / Universitas Pelita Harapan


Referensi:
Asri, R. (2020). Membaca Film Sebagai Sebuah Teks : Analisis Isi Film. Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Ilmu Sosial, 1(2), 74–86. https://media.neliti.com/media/publications/327015-membaca-film-sebagai-sebuah-teks-analisi-0fcef4fb.pdf


Functions of Mass Communication. (2020). In Communication Theory. https://www.communicationtheory.org/functions-of-mass-communication/

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline