Lihat ke Halaman Asli

Annisa Nabila

Mahasiswi Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Refleksi terhadap Sikap Beragama Masyarakat Muslim Indonesia, Pernikahan di Bawah Umur oleh Oknum Pesantren

Diperbarui: 11 Juli 2024   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menanggapi isu yang sedang ramai di tengah masyarakat saat ini tentang kasus oknum pengasuh pondok pesantren di lumajang menikahi anak dibawah umur, tidak sedikit dari kalangan masyarakat terutama dari beberapa pihak orang tua yang merasa khawatir dan takut ketika mendengar berita tersebut. Mantan ketua umum pengurus besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyampaikan pesan dalam wawancara nya di Jakarta, Selasa (2/7/2024) "Siapapun yang berbuat begitu, ya salah. Bukan karena pesantren yang begitu, maka kita bela, Bukan." tegasnya. Dinyatakan bahwa pesantren yang berada di daerah lumajang tersebut ternyata tidak terdaftar di dalam sistem resmi Kemenag. 

Sadar atau tidak, kita sebagai masyarakat umum hendaknya lebih memperhatikan lagi beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah lembaga baik itu pesantren, sekolah, atau sejenisnya. Misalnya seperti yayasan, kurikulum pembelajarannya, lalu setelah itu kita cek apakah lembaga ini sudah termasuk lembaga yang resmi dan terdaftar di sistem atau belum. Untuk itu, sebagai alumni dari pondok pesantren yang sedang melanjutkan pendidikan berstatus mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Arab, saya harap melalui tulisan ini dapat membawa dampak positif sekecil apapun untuk orang sekitar.

Nama saya Annisa Nabila, terlahir di salah satu wilayah di tengah kota jakarta. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas islam negeri jakarta. Salah satu hal yang saya syukuri ketika saya dapat menempuh pendidikan SMP hingga SMA di salah satu pondok pesantren di Jakarta. Menjadi santri sekaligus anak sekolah pada umunya merupakan suatu kebanggaan bagi saya karna dari sinilah saya dapat banyak  mempelajari banyak hal pastinya selain ilmu agama saya juga mempelajari banyak ilmu dan hal-hal umum lainnya. Dari keberbagai macaman ilmu yang saya maksud disini bukan untuk terlihat seperti orang yang sangat berilmu atau sangat pintar. Namun inilah yang menjadikan diri saya memahami akan keberagaman bersikap sesuai agama dan negara.

Sejak kecil saya tinggal di lingkungan rumah dimana saya sering menyaksikan bagaimana tradisi dan norma agama diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh pernikahan, dalam budaya adat istiadat betawi dimana diperlukan berbagai tahapan tradisi yakni syukuran, lamaran, seserahan, akad nikah, upacara adat, hingga resepsi. Tahapan-tahapan dalam tradisi inilah yang membuat saya tertarik akan tradisi masyarakat dan hubungan nya dengan norma agama terutama islam. 

Alhasil, ketika saya mempelajari salah satu mata kuliah Masyarakat Muslim Indonesia di kampus, saya dapat memahami dan mengerti bagaimana keyakinan ajaran islam dapat diselaraskan dengan kepercayaan yang ada. Namun, ketika saya mengetahui berita bahwa pengurus pesantren yang menikahi anak di bawah umur tanpa sepengetahuan wali atau orang tua, saya sendiri merasa tertegun. Karena seperti yang sama-sama kita ketahui bahwa pernikahan berjalan selain ada mempelai pria dan wanita juga harus ada wali dan saksi yang jelas. Oleh karena itu berita ini menuntun saya untuk mempertanyakan bagaimana penerapan Islam dalam kasus yang seperti ini.

Melihat awal dari permasalahan kasus ini timbul karena adanya ketidakterbukaan seorang anak kepada orang tua mengenai peristiwa tersebut, namun tidak dapat dipungkiri juga kesalahan ini berasal dari oknum pengurus pesantren karna telah memberi ancaman supaya anak ini tidak menceritakan hal yang telah terjadi kepada siapapun. Faktor lainnya adalah ketidaktahuan siswa/santri nya bahwa tindakan ancaman dan kekerasan seksual yang telah dialaminya termasuk bentuk kejahatan. 

Di sisi lain, ada rasa takut dan ketidakberanian untuk melawan, karna lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren mengajarkan wajibnya para santri memiliki rasa hormat terhadap guru sesuai ajaran kaidah agama. Peran pesantren yang seharusnya berfungsi sebagai tempat untuk melindungi anak dan menerapkan ajaran islam justru malah memberikan kesan negatif serta trauma yang mendalam terutama bagi anak tersebut. Jika hal ini tidak diselesaikan, tidak menutup kemungkinan akan adanya peristiwa dan kejadian serupa seperti ini lagi.

Oleh karna itu perlu adanya penyuluhan akan penting nya pencegahan pernikahan di usia dini. Pernikahan dini terutama di indonesia merupakan sebuah fenomena yang sudah tidak asing lagi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor. Pertama, faktor ekonomi yang dimana biasanya ketika sebuah keluarga mengalami kesulitan ekonomi maka ia akan menikahkan anaknya dengan harapan dan tujuan dapat mengurangi beban dalam keluarga. Namun tidak menutup kemungkinan adanya keluarga yang berasal dari kalangan finansial yang cukup pun juga melakukan hal yang sama. 

Kedua kelalaian, ini biasa terjadi karna pergaulan bebas seorang anak dan hilang nya tanggung jawab dan pengawasan orang tua. Akibatnya banyak kasus-kasus terutama di indonesia seorang anak yang hamil di luar nikah mirisnya bahkan sampai ada anak yang masih usia terlalu muda sudah mengandung. Lalu mau tidak mau harus adanya pernikahan sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjadi seorang ayah dan ibu. Sehingga hal itu berdampak bagi kesehatan mental mereka karna belum adanya sikap siap menjadi orang tua.

Untuk mewujudkan kelestarian dan kenyamanan di dalam lingkungan lembaga pendidikan agama seperti pesantren perlu adanya tindakan dan kesadaran bahwa pentingnya peran edukasi, praktik, serta budaya dan tradisi lokal mempengaruhi pandangan dan sikap masyarakat muslim terhadap pernikahan anak di usia dini. Adapun beberapa aksi yang perlu dilakukan pertama, perlu adanya kerja sama antara guru, wali, dan tenaga pendidik profesional untuk mengedukasi hal-hal apa saja yang termasuk kedalam kekerasan seksual, bagaimana upaya pencegahan nya, apa yang harus dilakukan ketika hal itu terjadi kepada diri kita maupun terjadi kepada orang disekitar. 

Serta memberikan ruang aman dan membantu jika ada korban untuk memulihkan dari trauma yang dialaminya. Kedua, penting nya peran orang tua di dalam lingkungan rumah dan masyarakat. Sedari usia dini saya sendiri sering diajak ke acara-acara seperti pernikahan, secara tidak langsung saya telah belajar dan memahami bahwa pernikahan yang benar itu harus dihadiri oleh wali / orang tua dan saksi yang jelas dan jika ada ketidaktahuan saya akan prosesi acara pernikahan maka saya akan bertanya kepada orang yang lebih tahu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline