Buku setebal 193 halaman ini sudah beberapa bulan sampai di rumah dan menumpuk diantara banyak buku baru lainnya. Saya sengaja mengurutkan tumpukan tersebut berdasarkan waktu ketibaan agar runut membaca sesuai urutan waktu. Tapi ada kalanya sistem ini buyar karena rasa penasaran yang sering muncul tiba-tiba karena membaca blurb atau beberapa lembar awal buku. Atau ada komunikasi dan request sang penulis agar saya bisa melakukan review atas buku mereka.
Opsi terakhir inilah yang kemudian terbangun antara saya dan sang penulis buku Curhatan Bunda Milenial, Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu, Laila Dzuhria (Laila).
Saya dan Laila sudah saling mengenal cukup lama karena kebetulan kami berada di komunitas yang sama. Komunitas yang mewadahi para blogger Indonesia. Kami pun lumayan sering berkomunikasi via online. Terlibat dalam rangkaian obrolan seru. Pembahasannya gak jauh-jauh dari dunia tulis menulis. Sama-sama berprofesi sebagai blogger, kami sering terhubung pada ide, dunia diksi, mengulas artikel dan membahas tentang anak-anak.
Lewat blog pribadinya www.lailadzuhria.com, Laila banyak menulis tentang banyak hal yang dia hadapi saat mengasuh dan mendidik anak-anak di usia keemasan. Banyak juga tulisan tentang parenting lainnya, kesehatan, opini dan lain-lain. Diksi ala Laila tidak berpanjang-panjang tapi sarat isi. Banyak dari opini yang diuraikannya, mengajak pembaca untuk lebih aware akan tema yang sedang dibahas pada tulisan tersebut.
Jadi ketika Laila berbicara tentang buku solo perdana yang membahas tentang pengalaman pribadi menjadi ibu rumah tangga dengan lika likunya, saya langsung antusias. Satu area keahlian yang menemukan wadah yang tepat dengan orang yang tepat juga.
Kisah Di Balik Lahirnya Buku Curhatan Bunda Milenial
Laila, ibu dari 2 orang anak lelaki kelahiran 1990 ini, selalu lugas dan terbuka saat membangun obrolan dengan saya. Berbicara apa adanya seperti yang tersurat di dalam hati. Bertemu dengan saya yang seorang empath, kami tak butuh waktu lama untuk saling dekat. Langsung terasa seperti sudah mengenal akrab sebelumnya, padahal kami tak pernah sama sekali bersua secara langsung. Saya seperti menemukan seorang teman diskusi baru meski usia kami terpaut jauh. Karena saat Laila lahir, saya sudah bekerja alias jadi mbak-mbak kantoran (nulisnya sambil senyum-senyum).
Laila yang saya kenal, sangat mencintai kedua anaknya tanpa terkecuali. Sama seperti apa yang dirasakan oleh semua ibu-ibu di dunia. Keputusan untuk menjadi ibu rumah tangga dan membesarkan anak-anak sendiri tentulah berangkat dari kesepakatan yang mendalam dengan suami. Mengalah untuk tidak mengejar karir, menabung pundi-pundi dari keringat sendiri, pastinya tidak mudah bagi para perempuan yang bermimpi membangun karir. Apalagi yang sudah atau sempat mengenyam pendidikan tinggi. Semua asa yang dulu terjalin akhirnya bermuara pada kepentingan anak-anak dan keluarga. Tentu saja karena patuh pada suami sebagai kepala rumah tangga.
Semua itu membutuhkan hati yang lapang dan kesabaran seluas samudra. Apalagi untuk ibu-ibu muda seperti Laila yang baru membangun rumah tangga dan minim pengalaman tentang up and down gejolak dalam sebuah keluarga. Semua berangkat dari 0 (nol). Dari titik awal, tanpa pengalaman. Samalah ya dengan ibu-ibu di generasi milenial lainnya