Lihat ke Halaman Asli

Annie Nugraha

Crafter, Blogger, Photography Enthusiast

Tetangga kok Gitu, Buku Solo Perdana yang Sarat Perjuangan dan Kenangan

Diperbarui: 12 November 2021   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Melahirkan buku solo sudah jadi impian saya sejak 4-5 tahun yang lalu.  Impian bercampur harapan bahwa dengan menerbitkan sebuah buku, kenangan akan kehadiran saya di dunia bisa terus ada.  

Khususnya menjejak legacy bahwa sejak 2017 saat saya aktif sebagai blogger, menulis sudah menjadi bagian penting dalam hidup saya.  Satu catatan kecil untuk diingat, setidaknya oleh anak cucu dan generasi penerus, darah dan daging saya.

Di dalam rentang waktu di atas, saya terlibat dengan banyak peristiwa yang menyebabkan proses kelahiran buku berjalan pelan bagai kura-kura.  Atau mirip boneka tentara kecil dengan batere di belakang badan tapi harus diputar supaya bisa jalan lagi.  Sebagai penulis pemula, tanpa disangka, banyak kejadian menerpa dan datang silih berganti. 

Sungguh rangkaian cobaan yang betul-betul menguji mental.  Mulai dari galau memilih tema, mengurai dan mengingat kembali rangkaian cerita, file tulisan yang hilang karena berganti laptop, kondisi fisik yang kerap menurun (sakit berulangkali), hingga mencari dan memilih publisher yang mau menerima lonjakan ide yang sudah bersemayam di dalam otak saya.  Setumpuk keinginan yang inginnya terejawantahkan dengan baik tanpa cela.  

Hasilnya, proyek pribadi inipun akhirnya mangkrak tanpa jejak yang jelas.  Semrawut.

Sedih? Pasti.  Kecewa? Tentu.  Kesel? Banget.  Dan akhirnya sayapun menyalahkan diri sendiri.

Energi yang Tidak Terduga

Tapi di satu waktu.  Saat keinginan tersebut di atas semakin terpojok dan saya terserang Covid-19 dalam jangka waktu yang cukup lama, mendadak energi yang tidak terduga itu lahir.

Disaat isoman di kamar anak yang berada di lantai atas dan minim kegiatan, saya mendadak rindu dengan laptop, membaca dan menulis.  Saya yang biasa pencilak'an, sarat aktivitas, ternyata tak mampu menerima keadaan bahwa seharusnya diam, beristirahat, minum obat, makan banyak dan beribadah dengan lebih sering lagi.  I was actually dying there!!

Meski tubuh sesungguhnya loyo tapi nyatanya otak ingin kembali bekerja seperti semula.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline