Sebagai negara maritim dengan luas laut (3.544.744 km2) yang adalah 2/3 dari total luas Indonesia (5.455.675 km2), menyimpan sejarah tentang kekuatan dan penguasaan perairan tentunya meninggalkan jejak tersendiri.
Mengajak masyarakat untuk lebih dekat dengan edukasi maritim adalah satu satu di antaranya. Dan dengan menjadikan salah satu unit konservasi sebagai pengingat akan kejayaan sejarah perairan, akan semakin melengkapi makna dari edukasi tersebut.
Begitulah kira-kira alasan kuat pemerintah kota Surabaya ketika mendirikan Monumen Kapal Selam atau yang lebih dikenal dengan nama Monkasel, pada 15 Juli 1998.
Sekilas Tentang Monkasel Surabaya dan KRI PASOPATI 410
Menilik official website www.monkasel.id, saya menemukan beberapa fakta menarik tentang Monkasel dan tentu saja KRI PASOPATI dengan nomor lambung 410 yang menjadi bintang dari wisata edukasi ini.
Monkasel terletak di Jl. Pemuda No. 39 yang padat dengan lalu lintas kendaraan. Di salah satu sisinya ada Sungai Kalimas yang sering menjadi tuan rumah berbagai kegiatan air untuk warga Surabaya.
Sementara di sisi lain adalah Mall Surabaya. Konstruksi pertama dikerjakan pada Juli 1995 hingga selesai pada 1998. Semua proses hingga peresmian ini berada di bawah instruksi dan koordinasi Gubernur Jawa Timur ke-11, Bpk. Basofi Soedirman, yang menjabat selama periode 1993-1998.
Membayar tiket masuk seharga Rp 15.000,-/orang, Monkasel tidak hanya menampilkan KRI PASOPATI 410 secara fisik, tapi juga menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Semuanya terletak saling berdekatan. Jadi kita tidak perlu berjalan jauh untuk mencapai berbagai fasilitas ini.
Hanya ada lahan parkir motor di bagian depan. Yang membawa mobil, bisa parkir di Mall Surabaya terus sambung dengan berjalan kaki ke Monkasel. Deket banget kok. Bersebelahan.
KRI PASOPATI 410 sendiri adalah salah satu kapal selam milik TNI AL yang pernah terlibat secara langsung dalam misi pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda.
Kapal tipe Whiskey buatan Rusia ini adalah satu dari 12 kapal selam lain yang dimiliki oleh Indonesia pada dekade 60an hingga non aktif pada awal Januari 1990.
Tiba di Indonesia pada 1962, kapal ini sangat ditakuti oleh musuh pada waktu itu karena dilengkapi dengan rudal anti serangan udara, serta peluncur torpedo di buritan dan haluan kapal.