Lihat ke Halaman Asli

Annesa Nurul

Pegawai Negeri Sipil BPS Kabupaten Buton

Strategi Membidik Kemiskinan Ekstrem

Diperbarui: 7 September 2022   16:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Kemiskinan didefiniskan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan & bukan makanan). 

Apabila kita mengibaratkan kemiskinan seperti memasak sepanci nasi, sekelompok masyarakat yang berada pada lingkaran kemiskinan yang kronis diumpamakan seperti halnya kerak nasi. Tersisa sedikit, tetapi sangat sulit untuk mengangkatnya.

Penanggulangan kemiskinan kronis atau kemiskinan ekstrem baru-baru ini menjadi masalah yang mendapat perhatian sangat penting oleh presiden. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, pengentasan kemiskinan ekstrem harus dilakukan secara terkonsolidasi, terintegrasi dan tepat sasaran melalui kolaborasi intervensi, sehingga kemiskinan ekstrem dapat mencapai target nol persen pada 2024. 

Selama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan perhitungan kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Untuk kemiskinan nasional dihitung menggunakan garis kemiskinan setara 2,5 $PPP.  

Sedangkan, Tingkat kemiskinan ekstrem dihitung menggunakan garis kemiskinan setara dengan 1,9 $PPP (World Bank).Berdasarkan laporan Poverty & Equity Brief East Asia &Pacific (2019) kelompok penduduk masuk dikatakan masuk kedalam lingkaran kemiskinan ekstrem jika daya beli kebutuhan dasar mereka masih setara dengan Rp11.941 per orang per hari, atau Rp358.233 per orang per bulan.

Berdasarkan standar tersebut, persentase kemiskinan nasional pada maret 2021 adalah sebesar 10,14 persen atau sekitar 27,54 juta jiwa. Sedangkan persentase kemiskinan ekstem sebesar 4 persen hal ini berarti masih sekitar 10,9 juta jiwa penduduk masuk kedalam kategori penduduk dengan kemiskinan yang kronis. 

Untuk mencapai target kemiskinan ektrem nol persen pada tahun 2024, pemerintah perlu mencari dan membidik dengan tepat siapa saja penduduk yang masuk ke dalam kelompok yang besarnya 10,9 juta jiwa tersebut. Fokus penanggulangan kemiskinan kronis di Indonesia tentunya memerlukan sumbangsi upaya dari seluruh pihak, baik dari lapisan atas pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.

Target dan sasaran pengentasan kemiskinan ekstrem.

Setahun setelah penentuan target pengentasan kemiskinan ekstrem sebesar nol persen tahun 2024, perlu adanya pembaharuan target kemiskinan yang akan dientaskan pada tahun-tahun berikutnya. 

Perbaharuan data menjadi sebuah tonggak yang sangat penting pada proses realisasi program pengentasan kemiskinan. Target dan sasaran perlu ditetapkan secara akurat dan valid dengan eror seminimal mungkin. Pada maret 2022, Persentase penduduk miskin telah mengalami penurunan menjadi sebesar 9,54 persen, menurun 0,60 persen poin terhadap Maret 2021. Hal ini berarti jumlah penduduk miskin pada maret 2022 menjadi sebesar 26,16 juta orang.

Jika dilihat berdasarkan sebaran spasial, Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 7,60 persen, turun menjadi 7,50 persen pada Maret 2022. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline