Sebut saja Edi. Sudah 12 tahun belakangan ini, bagian tangan dari pergelangan hingga jari-jari tangannya terpaksa harus ia relakan untuk diamputasi, lantaran kecelakaan kerja. Selama itu pula, Edi kerap menutupi bagian tangan tak sempurnanya itu dengan kaos kaki dan dimasukan ke dalam saku baju. Ia merasa tidak percaya diri dan bahkan untuk ibadah bersama di masjid pun, ia malu.
Namun perubahan drastis mulai terjadi saat ia mengenal Aep Suharto. Pria tersebut membantunya untuk membuat tangan palsu, yang fungsinya hampir menyerupai tangan asli. Berbekal dana patungan dari sesame rekan di serikat pekerja, ia pun mendatangi Aep dengan uang seadanya. Aep pun segera membuatkan tangan palsu itu yang akhirnya dipakai Edi hingga kini.. Sejak itulah, Edi kemudian menjadi lebih percaya diri untuk bepergian dan melakukan aktivitas, bahkan untuk beribadah berjamaah.
Edi adalah orang kesekian yang Aep buatkan tangan palsu. Di ruang kecil miliknya, Aep mengerjakan berbagai replika lat bantu pengganti anggota gerak (prothesa), yang bisa membantu aktivitas keseharian bahkan untuk meningkatkan keperayaan diri seseorang. Misalkan saja seperti jari-jari tangan / kaki, bagian tangan hingga lengan, atau bagian kaki hingga pergelangan kaki.
"Biasanya untuk prothesa, saya tidak pernah mematok harga khusus. Memang umumnya protesa semacam itu harganya sekitar Rp. 7 juta per bagian tubuh, Namun kebanyakan protesa yang kerjakan, saya pasrahkan pada pasien itu sendiri. Punya uangnya berapa, yuk saya coba buatkan. Berapa pun pasti akan saya bantu. Misalkan harusnya Rp. 7 juta tapi orangnya cuma punya uang Rp. 2 juta, ya saya buatkan. Pernah juga yang umumnya bagian itu tuh Rp 4 juta, tapi karena orangnya Cuma punya uang Rp. 500 ribu, ya tetap saya buatkan juga protesanya," tutur Aep.
Berkat kelihaiannya membuat prothesa inilah, tak jarang, pasien berdatangan untuk dibuatkan tangan atau kaki palsunya, usai direkomendasikan oleh salah seorang dokter bedah.Untuk satu protesa, Aep bisa membuat 1-2 pasang protesa, dalam kurun waktu sebulan. Aep pun mengaku, mereka yang datang untuk membuat protesa, rata-rata bukan dari kalangan menengah ke atas, tapi sebaliknya. Untuk itu, ia pun tak pernah mematok harga khusus dan hanya berniat membantu semaksimal mungkin.
Sejauh ini Aep tidak hanya menerima pesanan prothesa dari sekitaran wilayah Jawa barat saja. Ia pun bahkan kerap menerima pesanan prothesa dari berbagai wilayah mulai dari Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sulawesi.
"Biasanya, mereka yang akan dibuatkan protesa harus datang ke sini. Karena harus dicetak bagian tubuhnya secara langsung. Ya kalau pun terlalu jauh misalkan beda pulau, tetap bisa mengirimkan gambar tangan/kakinya lewat HP. Namun bagusnya, tetap datang ke sini supaya hasil kemiripannya pun maksimal. Baru setelah selesai, saya kirimkan dua protesanya. Satu unutk dipakai dan satu lagi untuk cadangan. Untuk area luar kota, biasanya saya memakai jasa pengiriman seperi JNE dan itu mempermudah saya untuk memberikan prothesa lebih tepat karena mudah dicek keberadaan kiriman prothesa-nya," terang Aep .
Tak hanya membuat prothesa, di rumahnya di Kampung Cibunut RT 05/ RW 11, Kosambi, Keluaraha Kebon PIsang Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung ini, Aep pun mengerjakan berbagai replika untuk kebutuhan pengajaran medis, seperti membuat replika bagian tubuh manusia, khususnya replika luka pada penderita diabetes. Replika ini adalah hasil pemesanan dari beberapa sekolah tinggi kesehatan yang ada di Bandung.
Bukan tanpa alasan, kenapa Aep kerap membuat prothesa maupun replika bagian tubuh manusia. Ketertarikannya di dunia replika, lantaran ia sering menyaksikan banyak kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya bagian tubuh manusia. Hal ini berawal, saat ia masih tinggal di rumah kakaknya yang berlokasi di perlintasan rel kereta api. Ia kerap menyaksikan kecelakaan hingga banyak bagian tubuh bertebaran jika ada terlindas kereta api. Dari pemandangan ngeri itulah, Aep mulai berpikir.
"Saya ngeri kalau lihat jari-jari kaki, atau tangan berserakan di rel, jika ada kecelakaan terlindas kereta api. Dari kengerian itulah, saya jadi ingin membuat sesuatu untuk mengingatkan orang lain, supaya lebih hati-hati terhadap nyawanya sendiri. Pertama kali saya membuat replika, saya buat gantungan kunci berbentuk jari dengan bercak darah semirip mungkin. Gantungan ini sempat booming di era tahun 90an dan banyak ditiru hingga sekarangt," ujar Aep yang juga pernh membuat patung untuk TB Silalahi Center tersebut.
Kini, protesa hanya sebagian usahanya untuk membantu seseorang meningkatkan kualitas kehidupannya. Untuk pengembangan bisnis pun, Aep mulai merambah pada replika lain seperti replika makanan untuk museum sebuah perusahaan terus mengerjakan replika bagian tubuh manusia guna kepentingan pendidikan medis.