Lihat ke Halaman Asli

Foreasilva

Diperbarui: 21 November 2020   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menjadi anak dari seorang konglomerat itu tidak menyenangkan. Banyak orang berkata, seharusnya aku bersyukur terlahir di keluarga berada. Aku menyangkal hal itu. Aku tidak suka.

Terlahir langsung kaya tujuh turunan, hidup serba ada. Apapun hal yang kau mau dapat dikabulkan dengan mudah. Namun, aku tidak mau hal itu.

Mengapa tidak? Kalau kau menelusuri lebih dalam, banyak konglomerat yang kekayaannya didapat dengan hal kotor. Mereka arogan. Egois. Mereka hanya ingin memperkaya diri sendiri, tidak peduli apa yang terjadi di bawahnya. Semua cara mereka lakukan untuk mendapat keuntungan yang besar.

Aku benci hal itu.

***

Bulan Juni. Bulan yang memberi tahu jika satu tahun sudah setengah jalan. Cuaca bulan Juni begitu cerah. Matahari sangat terik. Terkadang, gumpalan awan membantu makhluk hidup di bawahnya tidak tersengat pancaran itu. Angin berhembus lembut, menciptakan gemerisik dedaunan yang menempel di puncak batang pohon.

Di tengah-tengah suatu kota, terdapat sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi. Jika kota identik dengan gedung-gedung pencakar langit, kendaraan, kebisingan, orang sibuk berlalu-lalang, panas, dan kepenatan, hal itu tidak berlaku untuk kota yang satu ini. Ada sebuah titik hijau yang dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi. Penduduk kota patutnya bersyukur, karena masih ada ruang terbuka hijau di tengah kepadatan kota.

Seorang remaja berseragam tengah terbaring di suatu titik di bukit tersebut. Ia tertidur pulas. Tunggu, siapa yang tertidur pulas di luar ruangan di mana sengatan terik matahari akan membakar kulitmu? Tentu saja remaja itu. Ia tidak merasa kepanasan karena ia tertidur di bawah pohon yang melindunginya dari sengatan matahari. Dia tidak bodoh memilih tempat untuk tidur siangnya itu.

Sudah berapa lama ia tertidur? Satu jam? Dua jam? Bagaimana jika tidak ada yang membangunkannya? Bagaimana jika ia tertidur di tempat ini hingga larut malam? Bagaimana jika saat ia tidur ia diserang hewan buas-

Tunggu, sekarang hari apa? Hari Rabu. Mengapa remaja itu tidak berada di kelas sebagaimana seharusnya di saat seperti ini? Apa dia kabur? Membolos? Apa tidak ketahuan?

Pertanyaan itu tentu muncul saat seseorang melihat remaja itu tertidur pulas. Tak terkecuali dengan seorang remaja lain- anak? Yang sedari tadi memperhatikan remaja tertidur itu. Rasa penasaran memenuhi pikirannya. Ia memutuskan untuk mendekati raga yang terbaring tenang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline