halo teman teman sastrawan, di era modern ini sangat banyak media hiburan digitalyang
sangat mudah kita temui seperti layangnya acara di youtube, televisi dan lain lain, namun ada media hiburan lain yang tidak kalah seru dari media digital diatas yang dapat menghi-bur kita bahkan kita bisa ikut terbawa kedalam susana cerita bagaikan di film - film, namun tidak harus melihat visual secara keseluruhan, kita hanya cukup membaca dan mencerna isi cerita dan niscaya kamu akan masuk kedalam dunia disana.
yup betul itu adalah novel, sangat banyak kita jumpai novel dengan berbagai gendre di luar sana, bahkan di internet pun sekarang sangat mudah kita jumpai, namun kali ini mimin akan membahas sebuah novel yang sangat edukatif dan sangat relate di sosial lingkungan kita dan bisa menjadi buah pembelajaran kita agar dapat lebih berhati hati dalam men-jalani hubungan bersosialisasi.
kali ini mimin kan mengkritik novel
REPRENTASI GENDER YANG MENCANGKUP IDEOLOGI FENIMISME DALAM NOVEL " DUA GARIS BIRU "
KARYA LUCIA PRIANDARINI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aspek-aspek feminisme yang tergambar dalam novel Dua Garis Biru. Penggambaran feminisme berkaitan dengan perjuangan perempuan dalam menegakkan hak antara laki-laki dan perempuan dalam novel Dua Garis Biru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kritik sastra feminis. Dengan menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif, data dalam penelitian ini berupa kutipan kalimat-kalimat dalam novel yang menggambarkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam novel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi gender dalam novel Dua Garis Biru adalah
Novel Dua Garis Biru berkisah tentang pasangan remaja yang hamil di luar nikah. Pemeran utama dalam novel ini adalah Bima dan Dara dari dua latar belakang tokoh yang berbeda. Bima memutuskan untuk bertanggung jawab atas kehamilan Dara. Berikut beberapa ideologi feminis berbasis budaya yang ada di Indonesia, khususnya dengan latar belakang Jakarta yang coba disampaikan dalam novel ini. Jurnal ini bertujuan untuk mengkaji ideologi feminis dalam novel Dua Garis Biru. Jurnal ini bertujuan untuk mengkaji ideologi feminis yang fokus pada isu gender. Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam novel ini baik tokoh Dara maupun Bima mempunyai hak yang sama dalam mengasuh bayi. Dua Garis Biru merupakan novel Indonesia yang dirilis pada tahun 2019 dan disutradarai oleh Gina S. Noer. Novel dan film ini mendapat banyak nominasi Festival Film Indonesia 2019, termasuk kategori Film Cerita Panjang Terbaik. Novel ini memenangkan penghargaan Skenario Asli Terbaik di festival film. Novel bergenre drama romantis ini menceritakan kisah seorang remaja laki-laki dan perempuan bernama Bima dan Dara. Mereka adalah teman sekelas yang masih duduk di bangku SMA. Bima merupakan murid yang selalu mendapat nilai terendah di kelas. Suatu hari, mereka berhubungan seks dan menyebabkan Dara hamil saat ia remaja. Bima dan Dara berhenti sekolah dan menikah. Di akhir novel, Dara memutuskan untuk tinggal di Korea Selatan untuk melanjutkan studinya, sementara bayi mereka diasuh oleh keluarga Bima. Dua Garis Biru merupakan novel tentang kehamilan remaja di luar nikah yang berlatar belakang cerita atau konteks Indonesia. Konteks budaya Indonesia mempengaruhi alur narasi dalam novel. Novel bisa menjadi representasi kehidupan masyarakat. Novel ini merupakan tontonan yang mampu mewakili sebuah wacana sosial, sekaligus mengomunikasikan argumentasi dan kritik terhadap kondisi sosial tertentu.
Dengan demikian, saya dapat menggambarkan suatu kondisi sosial di masyarakat melalui sebuah novel, yang kemudian pembaca bayangkan sebagai representasi dari realitas yang ada. Novel Dua Garis Biru merepresentasikan dinamika dan perbandingan antara remaja laki-laki dan perempuan, yang berasal dari kelas sosial ekonomi berbeda, dalam menghadapi permasalahan kehamilan di luar nikah. Permasalahan yang dihadapi tokoh-tokoh dalam novel ini berkaitan dengan faktor lingkungan dan budayanya.
Novel dua garis biru dalam pendekatan feminis
Ada dua tokoh utama dalam novel Dua Garis Biru. Yaitu Bima dan Dara. Kedua tokoh ini merupakan perwujudan anak-anak yang berusaha menentang budaya di Indonesia. Novel dua garis biru dibuka dengan latar ruang kelas. Guru meminta setiap siswa berdiri untuk menunjukkan nilai ujian yang telah diperolehnya. Dara mendapat nilai tertinggi di kelas, teman terdekatnya mendapat nilai 90, orang lain mendapat nilai lebih rendah, hingga Bima dipanggil dan mendapat nilai terendah.
Sindiran sosok guru ini dimaksudkan untuk memotivasi Bima agar mendapat nilai bagus pada ujian berikutnya. Jika kita melihat studi feminis. Setiap orang baik laki-laki maupun perempuan berhak memperoleh nilai yang sama, dalam kategori baik dengan persaingan yang sehat. Membuktikan bahwa baik laki-laki maupun perempuan bisa mempunyai masa depan yang lebih baik. Dikutip dari novel Dua Garis Biru, cara pacaran Dara dan Bima tidak heteronormatif, terlihat Bima tidak masalah jika Dara berdandan seperti pria Korea. Hal ini tergambar dari sisi feminis bahwa laki-laki dan perempuan diperbolehkan dan percaya diri untuk merias wajah. Namun Bima mulai marah saat Dara ingin memposting foto Bima di Instagram. Di sini Bima berusaha menghindari hukuman sosial jika orang atau
Teman-temannya mengetahui kalau Bima berpenampilan seperti pria Korea. Kemudian Bima berusaha merebut ponsel Dara agar fotonya tidak terpampang di media sosial. Keduanya saling tatap dan terbawa suasana, hingga Bima melewati batas yakni berciuman dan tidur bersama Dara. Adegan berlanjut saat Bima dan Dara berbaring sambil memakai selimut. Dara membelakangi Bima. Bima bingung saat melihat pacarnya yang terlihat bingung dan takut. Namun pembaca sudah bisa menebak dari adegan ini bahwa mereka pernah menjalin hubungan mesra. Diperlihatkan juga adanya dialog dalam film yang menunjukkan kepada pembaca bahwa mereka pernah menjalin hubungan intim. Plot selanjutnya menceritakan Bima dan Dara makan di tempat seafood bersama teman-temannya. Dara memilah dan memilih cangkang yang masih tertutup dan yang terbuka.
Namun Bima menegur Dara karena kerang yang dipisahkan masih bisa dimakan. "Mu-badzir kalau tidak dimakan, perut orang Indonesia kuat," kata Bima sambil memakan kerang yang sudah terbuka. Dara dan teman-temannya yang tidak terima langsung memakan cangkang yang terbuka tersebut untuk membuktikan kepada Bima bahwa mereka juga kuat. Namun tak butuh waktu lama Dara merasa mual lalu muntah.
Kerang merupakan salah satu makanan yang dipercaya masyarakat dapat meningkatkan gairah seksual. Selain itu, bentuk cangkangnya juga mirip dengan bentuk alat kelamin wanita sehingga cangkang dalam film ini seperti godaan bagi Dara untuk menyerahkan keperawanannya kepada Bima. Sakit adalah akibat yang diterima Dara karena jatuh ke tangan Bima. Setelah itu Bima mengantar Dara kembali ke rumah Dara. Mereka pun bertemu dengan Rika, ibu Dara. Bima pun meminta maaf atas rasa sakit yang Dara rasakan. Dialog dalam adegan ini berisi informasi tentang sikap Bima dan Rika terhadap permasalahan yang dihadapi Dara.
Bima digambarkan sebagai seorang lelaki yang tidak terkendali, ceroboh, dan tidak takut akan bahaya dalam aktivitasnya. Namun Bima cepat merasa menyesal dan selalu meminta maaf, padahal itu bukan sepenuhnya urusannya. Ceramah Bima pun mengandung makna tersirat, bahwa suatu saat ia akan menyesal jika mengetahui Dara hamil. Dara adalah seseorang yang sangat cerewet dan cemerlang, namun posisinya mudah terguncang oleh godaan. Sementara itu, pembicaraan Rika saat Bima meminta maaf mempunyai makna yang terbukti, karena ia ingin menganggap Dara adalah pihak yang paling patut disalahkan, karena ia tidak bisa menjauh dari sumber masalahnya.
Saat Dara mengetahui menstruasinya terlambat, ia dan Bima berencana membeli test pack di apotek. Dara gelisah dan bereaksi berlebihan ketika kolaborator toko memintanya, lalu pada saat itu juga, dia segera pergi. Bima akhirnya menemukan cara untuk mendapatkan testpack dengan menggunakan layanan taksi penjelajah berbasis internet untuk membeli produk tersebut dan beberapa barang lainnya. Di sini terlihat kewajiban Bima untuk membantu Dara melihat kehamilannya secara nyata. Mereka justru melihat kehamilan itu di rumah Dara.
Sambil menunggu Dara memeriksakan kehamilannya, Bima menampilkan pertunjukan jam pasir di kamarnya. Berikut tampilan dua garis pada testpack yang menyatakan Dara hamil dari dekat. Jam pasir merupakan sebuah benda yang menyerupai bentuk tubuh wanita. Pasir yang berjatuhan menunjukkan berlalunya waktu. Ini merupakan penjajaran atau sambungan tembakan jam pasir dan hasil testpack positif. Penjajaran seperti ini menyiratkan bahwa cepat atau lambat kehamilan Dara akan diketahui orang-orang disekitarnya. Ada penyesalan di wajah Bima, seakan berharap waktu bisa diputar kembali semudah memutar jam pasir.
Bima mengalami perubahan sikap setelah mengetahui Dara hamil. Ia sering terlihat sedih dan pendiam sehingga membuat orang tuanya khawatir. Bima menangis saat makan malam bersama orang tuanya. Yuni, ibu Bima memarahi putranya karena tahu Bima punya pacar. Yuni menyalahkan Bima yang melanggar larangan berkencan. Sementara Rudy, ayah Bima, menasihati putranya agar tidak menangis karena perempuan.
kondisi dan pola asuh orang tua Bima. Bima dibesarkan oleh orang tua yang religius dan heteronormatif. Yuni sebagai ibu Bima mendidik anaknya dengan tegas dan selalu memarahinya hingga membuat Bima menjadi cengeng. Rudy sebagai seorang ayah sebenarnya lebih lembut, namun ia menanamkan nilai-nilai patriarki yang tidak boleh ditangisi oleh laki-laki. Padahal, menangis merupakan proses emosional manusia. Seseorang yang mendapat kesempatan menangis dari orang-orang disekitarnya ketika merasa sedih lebih berhasil memperbaiki suasana hatinya menjadi lebih baik. Selain itu, adegan ini menunjukkan bahwa salah satu peran gender yang diambil Bima merupakan hasil didikan ayahnya. Rudy berpesan pada Bima untuk meminta maaf pada Dara jika dia merasa bersalah. Hal ini berdampak pada sifat Bima yang selalu meminta maaf, padahal masalahnya bukan sepenuhnya salahnya.