Lihat ke Halaman Asli

Siapapun Gubernur DKI Terpilih, Tetap Dibeking Cukong Tionghoa

Diperbarui: 17 April 2017   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: intelijen.co.id

Isu yang digoreng oleh pendukung paslon-3 untuk tidak memilih paslon-2 karena didukung oleh cukong Tiongkok lah, 9 nagalah, sungguh aneh dan lucu, kenapa aneh, sederhana saja:

  • Lha Hary Tanoe yang nempel di samping Prabowo saat pilpres, dan sekarang nempel di paslon-3 bukan Tionghoa? 
  • Atau selama duit mengalir, maka kata kafir dan Tionghoa tidak lagi berlaku? Hehehe...
  • Bahkan cawagub paslon-3 pun dibesarkan, disekolahkan dan dibesarkan hingga sukses juga oleh seorang cukong Tiongkok!
  • Lha 9 naga itu bukannya lahir dan dibesarkan puluhan tahun oleh kebijakan rezim orde baru yang notabene adalah mertua Prabowo? Jadi kira-kira yang lebih berhubungan erat dengan 9 naga siapa donk? Hehe

Logikanya tidak nyambung, kelompok mereka yang selama puluhan tahun ini melahirkan dan membesarkan 9 naga, kok sekarang malah menuduh  paslon-2 yang antek 9 naga.

Seandainya sekarang 9 naga prefer dengan paslon-2pun, mereka tetap saja tidak akan melepaskan dukungan ke paslon-3.

Orang bisnis itu prinsipnya sederhana, “dont put all your eggs in one basket”, jangan menaruh semua telur di dalam 1 keranjang.

Artinya jangan pernah bertaruh pada 1 calon saja = harus bermain banyak kaki. Kenapa? Karena bisnis dan politik sangat berkaitan, politik membutuhkan dana, bisnis membutuhkan kebijakan. bisa-bisa kebijakan yang dikeluarkan nantinya mematikan bisnis tertentu kalau salah bertaruh mendukung paslon tertentu.

Jangankan business man, lha si Pak Prihatin saja paham prinsip banyak kaki ini, hehe.

Konglomerat akan selalu mencari aman dengan bermain banyak kaki, melalui banyak jalur.

Siapa tahu HT adalah kepanjangan tangan 9 naga juga? Hahaha...

So be smart, adalah fakta bahwa politik membutuhkan dana besar dan selalu dibeking duitnya oleh konglomerat, dan sayangnya karena kebijakan masa orde baru, akhirnya konglomerasi di Indonesia didominasi etnis Tionghoa.

Penguasa saat itu takut dan kuatir akan dikudeta bila pribumi menguasai ekonomi/memegang dana besar, mereka sengaja membagi peran, etnis Tionghoa diatur untuk menguasai ekonomi sebagai beking kekuasaan, etnis pribumi diatur untuk menjadi pejabat pemerintahan, simbiosis mutualisme. 

*jenis konglomerat lainnya, yaitu Mamarika (Wahyudi) akan dibahas di artikel berikutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline