Kasus vaksin palsu merebak dan meresahkan banyak orang tua. Miris, karena ternyata bisnis ini sudah dimulai sejak 2003 dan terjadi di Jakarta yang notabene "di depan mata", bukan di pelosok Indonesia. Bisa dibayangkan apa yang terjadi di kota lain yang jauh dari Ibu Kota? Ke mana BPOM selama 13 tahun ini?
Berikut kutipan keterangan dari kemenkes:
"Diduga peredaran vaksin palsu tidak lebih dari 1% wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Ini relatif kecil secara jumlah vaksin yang beredar dan wilayah sebarannya"
- Diduga, itu yang diduga, yang belum terduga? Bisanya hanya menduga = tidak ada data. Tanpa teori yang muluk-muluk, sudah jelas bahwa peredaran di daerah lebih mudah dan menguntungkan daripada di Ibu Kota!
"Dikabarkan isi palsu itu campuran antara cairan infus dan gentacimin (obat antibiotik) dan setiap imunisasi dosisnya 0,5 CC. Dilihat dari isi dan jumlah dosisnya, vaksin palsu ini dampaknya relatif tidak membayakan"
- Dikabarkan, OMG, jadi isi vaksin palsu itu apa, berdasarkan kabar, bukan berdasarkan tes? Terbukti beginilah cara kerja lembaga kita, jangan-jangan alatnya saja tidak punya? Ada yang mengatakan butuh waktu, butuh waktu 13 tahun untuk tahu hasil tesnya? Hahaha...
- Tidak bahaya, dari mana tahu tidak bahaya lha isinya apa saja belum tahu?
"Vaksin itu sebenarnya sejak 2003 sudah ada yang ditangkap, sekarang sedang didata rumah sakit yang pakai," kata Menkes Nila Moeloek
- 2003, jadi ditangkap sejak 2003, 13 tahun kemudian baru didata rumah sakitnya? Wkwkwk..
Dengan lugunya, Kemenkes dan BPOM bersatu-padu menangkis bukti nyata kegagalan mereka dengan melempar bola ke sosok bernama "OKNUM", kambing hitam yang laris-manis. Semua salah oknum. Mereka mengatakan tidak ada kelalaian dan tidak kecolongan. Betul sekali, ini bukan kelalaian dan kecolongan karena kalau lalai dan kecolongan itu hanya satu dua kali, ini adalah kerampokan besar-besaran di depan mata selama 13 tahun!
Pemerintah (termasuk pemerintah yang lalu) harusnya sudah MALUUUU, minta maaf kepada rakyat dan TOBAT mencari solusi, bukan terus-menerus membuat pernyataan membela diri yang semakin aneh dan salah di media!
Sudah terlalu banyak "gigi" yang tanggal:
- Obat Palsu, vaksin hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian obat palsu. Di lapangan, beredar ratusan jenis obat palsu bahkan hingga infus dll. yang diperuntukkan buat pasien opname dengan kondisi lemah/sekarat. Ke mana BPOM? "Melestarikan" pasar jual-beli obat palsu terkemuka, Pasar Pramuka, hahaha...
- Bahan pangan berbahaya, sampai sekarang tidak jelas kebijakannya, dan anak-anak serta masyarakat tetap terpapar bahan pangan (pengawet, pewarna, dll) yang berbahaya... yang terdengar hanya razia musiman, apalagi menjelang puasa dan lebaran, hihihi...
- Proses daftar obat baru yang berbelit hingga tahunan dan "katanya" supermahal sehingga membuat farmasi malas daftar dan pasien harus meninggal dunia kesulitan akses obat.
- Obat generik tidak tersedia dan tidak lengkap (pro obat paten?)
- Gratifikasi professional medis merajalela
- Kosmetik palsu dan masih buanyaaaak lagi...
Coba tanya kenapa Pasar Pramuka yang jelas pusat jual-beli obat ilegal dibiarkan beroperasi? Di Jakarta dan di wilayah Ring-1 pula (di depan mata kepala)! Yang ada malah sengaja dibuat seakan-akan legal dengan izin apotek rakyat. Siapa yang bermain di sini?
Tidak berfungsi, hanya itu kata yang dapat menggambarkan pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Pemerintah ingin menangkis dengan segala daya apa pun, fakta bahwa 13 tahun beredar di Ibu Kota itu MEMALUKAN, bahkan pemerintah yang lama pun harus turut bertanggung jawab.
Sebaiknya kita malu, mengaku salah dan berubah, daripada seperti sekarang, seakan-akan tidak pernah salah (dewa) dan tenaga bukannya dihabiskan untuk memperbaiki sistem, tetapi sibuk membenarkan diri, menangkis berita dan melempar bola, lama-lama berubah jadi kementerian olahraga, wkwkwk..