[caption caption="Gerhana Matahari, sumber gambar : tribunnews.com"][/caption]
Semua orang sedang euforia menunggu Gerhana Matahari besok 9 Maret 2016 dan mediapun membanding-bandingkan dengan Gerhana Matahari Total 1983, dimana saat itu dilarang keras oleh pemerintah untuk melihat, bahkan semua jendela/pintu dan lubang-lubang cahaya di dalam rumahpun harus ditutup.
Seperti yang kita ketahui, hal itu terpaksa dilakukan karena cahaya Gerhana Matahari bisa merusak mata (retina) dan menyebabkan kebutaan bila melihat langsung tanpa cara-cara yang benar.
Beda dengan media, penulis justru sangat setuju dengan cara pelarangan extreem seperti itu, kenapa? Karena harus disadari 66% warga kita masih lulusan SD/SMP, informasi juga belum merata. Seandainya ingin disarankan melihatpun, berita harus berimbang bahwa kalau tidak tahu caranya, bisa buta.
1. Siapa yang bisa menjamin semua orang sampai di pelosok-pelosok terpencil tahu cara benar melihat gerhana?
2. Siapa yang menjamin kacamata yang beredar dan dijual dibuatnya sudah benar?
Besok adalah pas hari NYEPI, dimana libur nasional dan kemungkinan semua rakyat melihat (tahu/tidak caranya) sangat-sangat besar. Bila informasi tidak merata dan cara melihat salah, bukankah akan ada ledakan gangguan mata dan kebutaan di Indonesia? Siapa yang bertanggung jawab?
Apalagi di era alay seperti sekarang, semua orang punya kamera dan apapun difoto dan diselfie, padahal memfoto/video dan selfie dengan Gerhana itu sangat BAHAYA dan hanya boleh dilakukan oleh professional/para ahli!
Penulis menyayangkan media yang menekankan untuk melihat saja, memang sayang bila kita tidak melihat fenomena alam yang semakin jarang terjadi ini, tetapi berita harus seimbang dan memberitahu juga bahwa bila caranya salah bisa buta!
Sangat tidak worth it antara risiko dengan pengalaman yang didapat. Kecuali rakyat kita semua sudah pendidikan tinggi dan akses informasi sudah merata, itu lain halnya.
Mudah-mudahan saja informasi bisa tersebar merata dan besok tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (banyak yang cara melihatnya salah).