Ribuan tahun yang lalu terjadi sebuah kejadian yang dipercayai oleh warga sekitar merupakan asal usul terjadinya banjir besar yang terjadi di Sungai Cisadane. Masyarakat percaya bahwa terdapat dua ekor ular yang menunggu di sungai tersebut. Naga, merupakan ular pertama (kakak) menurut kepercayaan masyarakat, Naga ialah calon penguasa pesisir laut utara tanah Jawa Barat, tepatnya di kawasan pesisir pantai Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, lalu Gede, ular kedua (adik) yang dipercaya calon penguasa Gunung Gede.
Cerita ini berawal dari kisah mereka yang mendapat tugas dari Dewa Ananta (ular) untuk menjaga aliran di Sungai Cisadane, tetapi mereka harus melewati beberapa tahap untuk menambah ilmu kesaktian mereka yaitu dengan cara bertapa selama seribu tahun. Hal ini bukanlah hal yang mudah untuk Naga dan Gede sebab pada saat mereka menguji kemampuan mereka masing masing, bencana alam seperti longsor dan banjir terjadi. Mereka tidak boleh semena-mena mengeluarkan kemampuan mereka, tetapi suatu hari setelah perpisahan yang terjadi diantara mereka, Gede merasakan rindu yang amat sangat kepada sang kakak Naga, Gede meminta permohonan kepada Dewa Ananta untuk menemui kakaknya di Sungai Cisadane dan Dewa Ananta pun mengabulkan permintaan tersebut tertapi dengan satu syarat, yaitu hanya sampai ayam berkokok, awalnya hal tersebut diiyakan oleh Gede, kenyataannya Gede melanggar dan terjadilah banjir besar yang melanda Kota Tangerang pada saat itu.
Siapa yang tidak membenci salah satu bencana alam tersebut, pasti semua orang tidak suka banjir tetapi warga sekitar memaklumi kejadian yang disebabkan oleh kedua ular penjaga Sungai Cisadane.
Nilai Moral :
Pada saat Naga dan Gede saling menjaga satu sama lain pada saat mereka melakukan semedi dan tidak saling bersombongan dengan ilmu yang mereka miliki.
Nilai Agama :
Saat Gede dan Naga melakukan semedi di kaki Gunung Gede, Bogor, Jawa Barat. Semedi merupakan kegiatan berseraah diri kepada sang pencipta dengan cara menjauhkan diri dari keramaian dan berdiam di tempat yang sunyi.
Nilai Budaya :
Dalam cerita asli tersebut masyarakat sudah mempercayai bahwa sungai tersebut ada penunggunya atau bias dibilang juru kunci, dan masyarakat percaya bahwa kejadian tersebut benar terjadi karena pertemuan kedua ular. Hal tersebut menurutu saya merupakan nilau budaya karena sudah menjadi makanan pokok warga sekitar.