Apa yang terbayang di benak kamu kalau PPN yang semula 10 persen naik menjadi 11 persen? Harga-harga barang semakin mahal atau pengeluaran kamu membengkak?
Topik Pilihan Kompasiana kali ini menggelitik saya untuk membaca kembali materi Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Klaster Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Di dalamnya, saya menemukan beberapa barang dan jasa yang tidak terdampak kenaikan tarif PPN karena memang tidak kena PPN. Apa saja? Mari kita ulik.
Pertama, barang kebutuhan pokok
Barang kebutuhan pokok yang sangat banyak dibutuhkan oleh rakyat, diberikan fasilitas pembebasan PPN. Dengan demikian, masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok.
Contoh barang-barang yang bebas PPN adalah beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam (beryodium dan tidak beryodium), daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
Bagaimana dengan beras basmati dan shirataki?
Beberapa waktu yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat memberi sinyal bahwa beras premium impor seperti basmati dan shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut PPN. Begitu juga daging impor seperti wagyu dan kobe.
Namun, ternyata rencana tersebut batal. Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyebutkan rencana pengenaan pajak untuk daging dan beras impor dibatalkan.(1)
Kedua, objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
Ada beberapa barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN karena sudah termasuk dalam objek PDRD, yakni makanan dan minuman, jasa boga atau katering, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa penyediaan tempat parkir.