Lihat ke Halaman Asli

Sebait Harapan di Sisa Pagi

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEBAIT HARAPAN DI SISA PAGI

Matahari cerah. Deru-deru motor bersinergi dengan asap knalpot, menggempur langkah kuyu sang anak pejalan kaki tanpa alas.

Menggendong sebakul mimpi yang belum juga ditemui. Merangkak kaku dalam wadah sempit dan lidah kelu ketika langit berseru haru biru sengit.

Terlihat seorang ayah bertopi lusuh, memungut potongan-potongan asa gemerlap dalam derap tapak kaki sang anak. Bersanding senyum sang Ibu dan guyuran air mata doa tanpa batas dalam irama roda-roda kehidupannya.

Mereka mengayuh waktu dalam sendu kerlap kerlip teplok dan alur sengau bertopeng visi misi para pemuja kursi.

Merinding geli ketika ku baca gumpalan-gumpalan syair amanat berbasis perubahan. Dengan melingkarkan tangan seraya membekuk setiap gerakan, seraya menyekap noktah-noktah pengharapan dan meremas butiran mimpi menjadi nanah...!!!

Anak: “Ayah.....Tak pernah aku berpikir untuk mengikat kakiku sendiri. Tak pernah aku berniat untuk membakar kedua tanganku ini. Sudahlah ayah...jika esok masih ada sisa pagi untuk kita, pundak ini masih tegar memikul botol-botol bekas ini ayah...”

Ibu: “Jika nanti masih ada pagi untuk kita, jika nanti masih ada hujan untuk sumur kita, jika nanti masih ada sisa tanah untuk raga kita,, kau mau kemana...?”

Anak: “Aku tetap disini..”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ayah:”Anakku, jika traktor-traktor itu menawan kita, jika robot-robot buatan manusia berambisi dewa itu mengusir kita dan jika palu di meja itu menghentak dengan sumbangnya dan menorehkan jajaran kalimat –kalimat manis bernada mayor untuk kita,,kau mau kemana..?

Anak: “Aku tetap di sini, ayah...!”

“Biar dunia menyaksikan, aku masih punya asa di balik sampah-sampah ini. Biarkan luka ini ku tahan ayah.... Selama mentari tak segan menyapa, selama angin masih sanggup lambungkan asa, hati ini takkan membatu. Biarkan aku bermimpi...aku takkan menangis ayah...”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Lihat...!

Begitu tinggi asa sang anak. Matanya menerobos dunia. Kakinya gagah bagai elang. Tirani yang tersusun rapi, dia tepikan.

Kau,,! Kalian..!! mengapa diam...???!! mengapa mematung..??!! apakah silau lampu membuat kalian buta..??!! apakah receh di saku kalian membuat tengadah..??!! apakah kasur membuat kalian lupa..??!!

Seorang anak bertahan di taman busuk berbantal batu dengan indra-indra bernyawa, mengais mimpi tiap hari.

Ayah: “Kejar,,kejar bintang itu anakku. Hancurkan traktor-traktor tak tahu malu itu. Dobrak pintu gelapmu dan sulap taman busuk ini menjadi istana berpayung pelangi...dengan kupu-kupu, ditemani symphony doa agar kau sejuk...dan hidupmu tenang tanpa berstempel pasal-pasal moral..!!”

Ibu: “Tunduk bukan berarti takluk. Jangan pernah bosan-bosan, anakku. Angkat kardus-kardus ini, lalu angkat mimpimu menjulang tinggi..!”.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Anak: “Ayah...Ibu...aku ingin sekolah. Aku ingin bisa membaca, menulis, berhitung, mengetahui tentang pemimpin-pemimpin dunia..seperti mereka...!”

--Anna Ann--




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline