Hari ini pagi pukul tujuh kurang seperempat saya ngurus administrasi ke rumah Moden (perangkat desa yg berwenang dalam hal pernikahan) untuk minta prosedur apa saja yang harus saya lengkapi, karna setiap saya ke rumah beliau sering nggak di rumah makanya ambil waktu yang agak mepet dengan jam kerja namun cukup efisien, yaitu seperti jam yang saya sebutkan tadi. Setelah ngobrol basa-basi dan sambil saya serahkan dokumen-dokumen yang diperlukan, sejauh ini kata pak moden aman-aman saja. Namun, yang menjadi rada menjengkelkan, eh bukan rada sih, tapi bener-bener menjengkelkan adalah di momen terkahir ketika saya dan Kaka saya mau beranjak menutup pertemuan singkat ini.
"Mbak, ini semua nanti ada biayanya ya, tiga ratus ribu".
Begitu kata pak Moden.
"Maaf pak, mohon izin tanya. Ini biaya untuk apa dan berdasar apa ya, karna sebelumnya saya sudah cek berbagai artikel yang isinya informasi seputar pernikahan, bahwa zaman sekarang nikah itu gratis, hanya saja ketika di KUA nanti dikenakan biaya 30 ribu untuk pencatatan. Dan saya juga dapat informasi dari beberapa orang kalau nikah itu gratis jadi kalau ada pihak-pihak yang meminta dana ini itu nggak perlu diberi. Dan juga nanti kami mau nikah di KUA sekalian".
Tegas saya .
"Betul mbak, nikah zaman sekarang ini gratis, tapi kan saya perlu biaya transport, ngasih ke pak lurah juga dan ini itu".
Balas nya.
Disitu saya mau balik ngegas tapi ada diri lain yang harus saya jaga martabat nya juga, yaitu kakak laki-laki saya sendiri yang telah mau menemani. Saya tidak mau terkesan merendahkan dia dengan tidak mau membayar uang 300 ribu rupiah.
Kebetulan saya juga saat itu nggak bawa uang sama sekali jadi saya sampaikan kalau pembayaran nanti ketika semua sudah beres. Pak moden mengiyakan.
Akhirnya kami pamit dan pergi.
Bukan berlagak sombong atau gimana-gimana, namun aku ngga mau hanya menjadi manusia yang kalau disuruh melakukan sesuatu dan tidak berdasar kemudian langsung mengiyakan begitu saja. Setidaknya kasi penjelasan yang masuk akal , baru bisa terima. Dikira semua masyarakat buta pendidikan atau gimana ya, kok seenaknya gitu.
Dalam perjalanan pulang pakai motor saya agak sedikit menggerutu yang saya lampiaskan pada kakak.
" Bukan apa-apa kak ya, saya nggak terimanya itu karna sudah jelas dari kementrian agama itu pernikahan gratis kok mereka masih saja minta uang ke kita. Bukan masalah tiga ratus ribu nya yang saya permasalahkan, tapi buat apa uang itu?
Mereka kan sudah tugasnya melayani masyarakat seperti ini, gaji sudah ada dari pemerintah, apakah jika masih kurang harus ditodongkan ke warga seperti kita?
Bukan begitulah caranya.
Setelah sampai rumah, saya coba cerita ke suami (karna kita baru saja nikah secara Agama) tentang harus bayar 300.
Dia menenangkan ketidaksetujuan saya akan kondisi Seperti ini dan dia paham betul bagaimana lingkungan di desa.
Katanya "aku paham dengan apa yang kamu rasakan dan saksikan, ini semua sudah hal wajar di lingkungan desa. Kamu untuk saat ini nggak usah diperdebatkan, karna power kamu belum mumpuni. Nanti kalau udah punya power kamu akan mudah menepis hal-hal seperti ini, sabar dulu. Makanya kamu lanjut sekolah lagi ya".
Ucap dia via telepon.
Aku mengiyakan dan memang bener juga.
Itulah kondisi di desa saya yang bikin muak, berharap punya pemimpin pengganti yang lebih baik dari sekarang.
Gimanaau desanya mau maju kalau perangkat-perangkat nya modelnya hanya mata duitan begini.
Apakah kamu punya pengalaman yang sama ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H