Lihat ke Halaman Asli

anna_ nahnu98

mahasiswa

Makna Setia Pada Nabi Muhammad Yang Sering Dicacati Umatnya, Sudahkah Kita Mengejawantahkan Dari Makna Arti Tersebut?

Diperbarui: 9 Juli 2024   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bulan Muharram.

Bagaimanakah makna setia pada pada nabi, sudahkan kita menjadi mengejawantahkan makna itu ?


Begitu banyak umat muslimin yang mengkalim dirinya setia dan cinta kepada nabi namun mencacati arti kata itu sendiri.
Makna arti sebuah kesetiaan  adalah menemani seorang teman atau sahabat, dalam kondisi susah maupun senang, begitulah yang disampaikan ustad Mukhlisin dalam acara duka imam Husain, satu Muharam. Dalam hal ini kesetian yang digambarkan adalah kesetiaan sebagai umat yang mengaku cinta dan setia kepada junjangan muat Islam, nabi agung Muhammad Saw. Sebagai contoh adalah, dikatakan sebagai sahabat nabi yang setia adalah  jika ia menerima dan ada di dalam kondisi apapun yang  Nabi alami, entah bahagia atas keluarga nya atau diri pribadinya. Simbol itu terlihat dengan empati dan simpati terhadap apapun yang sedang dihadapi nabi, kita istilahkan dengan mengadakan "Peringatan mengenang". Sebab tiada kenangan yang abadi yang terus bisa menjaga ingatan manusia kecuali dengan menghidupkan syiar-syiar nabi dan Allah SWT yaitu dengan menghidupkan momen-momen sesuai tanggalnya. Mendirikan acara peringatan merupakan alat pengingat melawan lupa, menjaga memori ingatan.
Sebuah hari peringatan diadakan dalam dua jenis, hari bahagia atau  hari berduka.

Ketika nabi lahir, semua bahagia dengan mendirikan majlis-majlis peringatan hari kelahiran nabi dengan meriah, semua senang.

Kemudian, Kita mulai sedikit melangkah mundur ke abad yang sudah begitu lama ini, yaitu seribu empat belas tahun yang lalu (14 abad).  
Sebelum peristiwa yang menyayat hati nabi ini terjadi, beliau selalu menangis ketika bulan Muharam tiba, sebab kabar langit telah turun bahwa kelak cucu kesayangan beliau, pewaris misi kenabian akan dibantai umatnya sendiri di Padang sahara, Karbala (sekarang merupakan salah satu kota di Iraq).
Pesan dan wasiat kepada sang istri dan sahabat dalam berbagai riwayat dalam kasus ini telah begitu banyak, dalam kitab dan riwayat.
Kemudian, ketika nabi sudah tiada, dan peristiwa itu benar terjadi dengan nyata, bukankah itu kabar duka bagi nabi dan keluarganya juga para sahabatnya?  jawabannya sudah pasti.
Lalu, sekarang kita ini  adalah umat yang mengaku cinta, rela, setia dan kata apapun yang menjadi tanda hubungan baik kita dengan sang nabi Saw, mengaku setia kepada nabi, namun kita tidak setia dalam kondisi nabi yang sedang berduka, apakah layak disebut sebagai umat atau 'sahabat' yang cinta dan setia ?
Semua umat Islam sangat besar kecintaan kepada sang nabi akhir zaman ini, namun sebagian besar mereka hanya setia pada kondisi ketika nabi bahagia, sangat disayangkan.

 Adab takziah dan memahami siapa pemilik acara duka ini.


Mereka yang berdatangan guna mengikuti acara duka ini sejatinya mengetahui bahwa siapakah pemilik mutlak majlis duka ini. Siapakah yang menyapa dan menerima mereka sebagai para tamunya yang datang.
Alhusain adalah cucu kesayangan nabi Muhammad Saw, ibu nya adalah Fatimah binti Muhammad Saw, ayahnya adalah Ali bin bin Thalib, ketiganya merupakan manusia pilihan yang Allah telah jamin keutamnnya lebih dari yang lain.  Yang dalam doa-doa dan ziarah kita temukan dengan sebutan "ya wajihan indallah = wahai yang tepandang di sisi Allah".
Ibaratnya, jika salah satu keluarga kita ada yang meninggal, lalu ada para tamu yang datang untuk bertakziah, bukankah ayah ibu dan keluarga lainya ikut menyambut para tamu yang datang tersebut ?.
Begitulah dalam menghadiri acara duka al-husain .
Ayah ibu dan datuknya tidak  mungkin tidak  menyambut para tamu yang berbelasungkawa pada cucu kinasihnya itu.
Pada dasarnya menjawab sebuah salam adalah wajib, maka sudah menjadi niscaya bahwa ketika kita dalam acara-acara duka al-husain selalu mengucapkan dan menyampaikan salam kepada alhusain dan datuknya, mustahil mereka tidak menjawabnya.
Oleh sebab itu makrifat( pengetahuan) untuk mengetahui lebih dalam tentang adab mendatangi majlis duka para wali Allah khususnya dalam hal ini adalah alhusain harusnya lebih dipahami lagi. Sebab Sohibul musibah itu sendiri adalah manusia junjungan seluruh umat manusia, al Mustafa Muhammad Saw. Beliau lah penyambut para tamu yang takziah dan bela sungkawa kepada alhusain.
 

Setiap salam yang kita ucapkan pastilah mendapat jawaban.

Sejarah Karbala


Peristiwa sejarah yang memilukan hati seluruh mereka yang punya nurani ini tidak sedikit dari para sejarawan yang mengabadikannya dalam sebuah kitab. Penulis dari berbagai Mazhab Islam turut memenuhi literatur-literatur Islam yang membahas dan mengupas( walau sebagian mereka tidak detail) sejarah pembantaian keluarga nabi Saw. Lain dari itu, ada sebagian juga dengan detail dan terperinci mengulasnya hingga kadang membuat mereka yang tidak satu pemahaman. sulit mempercayainya. Dengan teliti bukti-bukti dari sejarah itu dikumpulkan dan menjadi sebuah acuan yang bisa dipertanggung jawabkan, tak terkecuali secara akademik.
Sejarah keluarga nabi Saw  ini tidak bisa dianggap biasa sebab arti dan misi serta makna yang ada didalamnya begitu dalam hingga mereka yang anti terhadap acara peringatan duka ini, mengklaimnya sesat. Hanya dengan membaca buku yang jelas penulsinya dan sumber yang kredibel yang bisa menjelaskan i sejarah ini, tanpa perlu debat kusir.


Memahami makna musibah  ahlulbayt di Karbala.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline